Tujuh Prajurit Kematian Asyira (2)

1097 Words
"Tidak masalah. Dengar Filio, aku jarang memberitahu namaku kepada orang asing, jika aku harus memberitahu, itu artinya orang tersebut menarik perhatianku. Kau salah satunya." Dia melirik Dieter. "Aku adalah Philip, raja di kerajaan Fordish yang baru. Aku melihat kau akan lari dariku cepat atau lambat, dan aku juga tidak ingin menahanmu. Kalau kau butuh bantuanku, datanglah ke kerajaanku, sebut namaku kepada penjaga gerbang, maka istanaku terbuka lebar untukmu dan Tuanmu." Dieter membungkuk hormat. "Terima kasih banyak atas kemurahan hati Tuan." "Baiklah aku─" Srat Tiba-tiba sebilah pedang melayang ke arah Philip, untung saja dia sempat mengindar, sehingga hanya lengannya yang tersayat, bukan lehernya. "Siapa kau?" teriak Philip murka, sudah memegang baloknya dan mengarahkan ke seorang anak perempuan yang menyampirkan selendang di pinggang. Saat Dieter memutar kepala, dia sudah melihat kawanan pria baju hitam tengah bertarung dengan empat orang anak-anak usia 10-an tahun. Masing-masing mereka tampak unik. Satu anak yang mengenakan ikat kepala dan memegang biola mendekati Dieter dan Philip, membungkuk sedikit, lalu tersenyum memamerkan lengannya yang terdapat tato gambar elang melebarkan sayap. "Sialan! Mau apa Tujuh Prajurit Kematian Asyira di sini?" teriak Philip dengan lantang. "Ups, Anda tidak sopan," kata anak lelaki pemegang biola, sembari kembali ke sisi si anak perempuan berikat pinggang selendang. "Halo, pendatang baru," sapa si anak lelaki ikat kepala kepada Dieter yang mencemaskan Hansel. "Berdiri diam di sana, pendatang baru. Aku akan mengajukan beberapa pertanyaan." "Maaf, anak kecil, aku harus menyela. Tuanku sedang sakit di sana. Bisakah kita tunda tanya-jawabnya?" Dieter bergerak mengindari pertikaian Philip dengan si anak perempuan, dia berusaha berlari dari si anak lelaki ikat kepala, menuju Hansel yang tergeletak di kereta kuda. "Ah, tidak sopan!" kata anak lelaki ikat kepala, yang dengan gampangnya menjatuhkan Dieter dan menduduki punggung sang pengawal. "Siapa kau, pendatang baru?" "Cih! Kau yang tidak sopan. Sebelum bertanya nama seseorang, seharusnya kau perkenalkan dulu dirimu." "Ah, kau benar. Aku Sammy," kata si anak lelaki berikat kepala. "Anak perempuan yang pakai selendang di pinggang itu namanya Hera. Yang sedang bertarung dengan kawanan pengkhianat kerajaan di sana adalah Edmund (dia menunjuk anak lelaki yang memakai masker dan hanya tampak matanya, dengan pakaian serba putih berlambang burung elang di d**a), Vilma (dia menunjuk anak perempuan yang membawa payung dan sesekali meloncat seolah terbang), Mia (yang duduk diam mengamati dua pria pakaian hitam saling baku hantam), Tia (anak perempuan yang bertikai dengan pedang, tampak sangat mahir menggerakkan pedang). Kami adalah Tujuh Prajurit Kematian Asyira. Yah, kami mewarisi gelar itu dari pendahulu kami yang sekarang sudah mati kami bunuh." Dieter tidak mengerti, apakah tujuan Sammy dengan gamblangnya menceritakan identitas mereka itu karena dia merasa percaya diri, atau mencoba memberi kesan takut terhadap Dieter? Dia pikir keduanya. "Sekarang giliranmu, pendatang baru. Siapa kau? Dan kenapa kau bisa bersama Nona Diandra dan Tuan Muda Rayn?" Dieter paham sekarang alasan Diandra tampak lega di ujung sana, rupanya orang-orang ini bagian dari Alhanan juga. Melihat Asyira dan Alhanan begitu dekat, sampai saling mengenal orang-orang kuat di masing-masing kerajaan, Dieter cuma terpikirkan satu hal; dua kerajaan inilah yang telah menghancurkan kerajaannya. Mungkin tampak hanya Alhanan yang menyerang, tapi strategi perang pastilah ada campur tangan Asyira. Keduanya musuh! "Aku hanya seorang pengawal dari bangsawan yang diculik oleh orang-orang ini." "Hemm? Begitukah?" Sammy berdiri. "Kalian berasal dari mana, dan mau ke mana?" Dieter menghela napas sejenak. "Aku dari Kerajaan Alhanan. Tuanku bosan dengan perayaan selama seminggu lebih di kerajaan, karena itu ingin sedikit jalan-jalan ke kerajaan Asyira yang katanya memiliki banyak perhiasan cantik. Kebetulan Tuanku ingin membelikan sesuatu yang istimewa untuk adik perempuannya, karena itulah melakukan perjalanan ini." Cibil juga sudah meramalkan kejadian ini, karena itu, Dieter sangat lancar berbohong Sementara itu, Viona dan Joker akhirnya sampai di tempat terjadinya pertikaian. Si gadis kecil iris hijau tak lagi sabar, sehingga dia langsung turun dari kuda begitu Joker menghentikan kudanya. Dia berlari ke kerumunan itu, mencari keberadaan Hansel yang ternyata baru saja turun dari kereta kuda dalam keadaan linglung. Viona berlari ke arah Hansel, tapi kehadirannya menyita perhatian Tujuh Prajurit Kematian yang telah membunuh para pria pakaian hitam, termasuk Philip. Diandra semringah saat melihat Hansel sadar, tapi Tia tiba-tiba berjalan mendekati Hansel dengan pedang berdarahnya. "Jangan menyentuhnya!" teriak Diandra, bermaksud menghentikan Tia yang mengunuskan pedang ke Hansel, tapi ternyata terlambat. Jleb Pedang itu hampir menembus perut Hansel andai Viona terlambat datang. Bruk Viona terjatuh, tepat di depan mata Hansel. Iris hijau gadis itu menatap Rayn yang terbelalak dalam posisi duduk di sebelah Diandra. Gadis kecil ini pun menoleh ke Hansel yang sigap memeluknya. "Hans..." lirih Viona. Tangan Hansel gemetar kala memegang perut Viona yang mengeluarkan banyak darah. "Vi-Viona... Viona..." Pangeran kecil itu terisak, menangis sedih. Viona memegang erat tangan Hansel, menatap lekat iris gelap anak lelaki di depannya. "Hans ... Pangeranku..." Tangis Hansel semakin kuat saat dia tidak merasakan lagi cengekeraman tangan Viona. "Tidak... Vio... Ber-bertahanlah! Dieter, kau di sini, kan? Dieter, kau di mana? Cepat bawakan obat untuk Viona! Dieter, kau dengar aku?!" Dieter sigap mendekat, mengabaikan Sammy yang sepertinya juga tertegun melihat Hansel. "Yang Mulia, saya di sini." Dieter menekan luka menganga di perut Viona, dengan tangan lain dia mencoba mengambil obat di balik bajunya. Karena menangis, tangannya gemetar, dan obat itu juga ternyata tidak ada di dalam bajunya. Kemudian dia memegang pergelangan Viona. "Yang Mulia, maaf─" "Cari obatnya, Dieter! Sekarang!" Dieter terdiam, dia ingin mengatakan kalau Viona telah meninggal, tapi Hansel terus menekan luka di perut gadis kecil itu. "Yang Mulia!" Dieter teriak, lalu sujud, dahinya menyentuh tanah. "Nona Viona telah--" Dieter bahkan tidak sanggup meneruskan kaimatnya. Dia mendogak, mendapati wajah syok Hansel. "Dieter, ini masih dalam mimpi, kan?" tanya Hansel. "Satu per satu orang yang kusayang meninggalkanku, Dieter. Aku melihat banyak mayat. Ini pasti mimpi. Kerajaanku yang damai tidak mungkin ada perang... Bangunkan aku, Dieter." Dieter menangis, kembali bersujud. "Maafkan Dieter ini, Yang Mulia..." Hansel meletakkan tubuh kaku Viona. Selagi semua yang ada di sana tertegun melihatnya, dengan gerakan yang sangat gesit dan cepat, Hansel meraih pisau di dalam baju Viona, lalu menerjang Tia, menyayat lehernya. Saat Tia terbaring di tanah, Hansel menikam jantung anak perempuan itu. Sammy dan anak lain yang termasuk dalam Tujuh Prajurit Kematian Asyira pun bergerak bersamaan untuk menyerang Hansel, tapi tiba-tiba ada banyak kartu-kartu berterbangan mengelilingi Hansel, menghalangi yang lainnya menyentuh anak lelaki itu. "Arghhhhh!" Hansel teriak amat kuat setelah berulang kali menghujam jantung Tia. "Arghhhhh!" Teriakan Hansel yang bahkan mungkin terdengar sampai ke langit itu membungkam seluruh nyawa yang mendengarnya. Selagi semua tertegun dengan suara teriakan Hansel, Joker memainkan melodi harpanya. Dalam hitungan detik, semua pendengar tertidur, termasuk Hansel. Joker menghela napas, mengambil kembali kartu-kartu yang sempat melayang melindungi Hansel, kemudian memasukkan ke balik baju. Dia mendatangi Viona yang membeku, menutup mata gadis kecil itu. Berkata, "Jika aku tahu kau hanya mengantarkan nyawa untuknya, aku tidak akan pernah membantumu mencapai tempat ini." Joker lantas memeluk mayat Viona, kemudian membawanya dengan kuda. Dia mengambil arah memutar. "Ayo kita pulang, adikku."   ◊ ◊ ◊
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD