Tale 37

1035 Words
Jiwa Garlanda tiba - tiba melompat lagi ke tubuh lain. Lagi - lagi ia lega jika dihindarkan dari kesakitan - kesakitan yang harusnya memang tak ia rasakan itu. Sekarang jiwa Garlanda masuk dalam tubuh seorang laki - laki bernama King. King adalah salah satu dari anggota boy band terkenal yang sedang berada dalam puncak popularitas. Sayangnya King memiliki rahasia yang tak diketahui oleh siapa pun. *** King memasuki perusahaan ponsel android itu bersama manajernya. Hari ini ia akan mulai syuting iklan yang sudah ia tandatangani kontraknya beberapa minggu lalu. Seorang wanita berpakaian rapi menyambutnya. Ia mengulurkan tangan, King menjabatkan tangannya dengan hangat meski senyum urung menghiasi wajahnya. "Selamat datang di perusahaan kami. Saya sangat senang kamu berkenan bekerja sama dengan kami," ucap wanita itu. King mengangguk. "Saya adalah penggemarmu," lanjut wanita itu. "Boleh saya minta tanda tangan." "Tentu," jawab King singkat seraya menerima kertas dan pulpen yang diberikan wanita itu. "Siapa namamu?" "Saya Nana." King segera menulis 'untuk Nana' kemudian membubuhkan tanda tangan, memberi nama terangnya, dan sedikit menuliskan kata motivasi. "Terima kasih." Nana nampak sangat senang. Namun wanita itu kemudian mengernyit karena melihat perban yang membalut telapak tangan kiri King. "Tangan kamu diperban terus, apa lukanya sangat parah?" Tak heran Nana khawatir. Karena sudah sekitar dua bulan ini, dalam setiap foto terbaru King yang menyebar di internet, tangan King sudah dibalut seperti itu. Bahkan dalam pemotretan di majalah terbarunya bersama Loey, tangan King juga senantiasa dibalut diperban. "Tidak apa - apa. Ini akan segera sembuh." King menanggapi dengan santai. "Apa aku boleh menggunakan I - Phone di sini?" King segera mengalihkan perhatian, tak ingin Nana semakin ingin tahu. Karena ia yakin, Nana akan menceritakan pengalamannya bertemu dengan King di internet. Informasi akan segera menyebar luas. King hanya tak ingin memperkeruh situasi. Mengingat perban di tangannya itu memang sudah menarik perhatian sejak awal. Dan semakin menarik perhatian seiring berjalannya waktu karena tak kunjung dilepas. “Tentu saja boleh. Santai saja!” jawab Nana. "King ... ayo ... sudah waktunya!" seru Pablo, manajer King. King menoleh sekilas lalu mengangguk. "Aku harus masuk sekarang," pamitnya pada Nana. "Iya. Terima kasih atas tanda tangannya. Semoga pekerjaanmu cepat selesai. Semangat!" Nana memberinya semangat dengan penuh keceriaan. "Terima kasih." "Dan semoga tanganmu cepat sembuh!" King kembali murung. Sembuh katanya? King memaksakan sebuah senyuman. "Terima kasih." Pemuda itu melenggang gontai memasuki ruang pengambilan gambar. *** "King ... my man ...." Loey muncul, merangkul King sebagai tanda keakraban. King dulu sering risih dengan pembawaan Loey yang clingy. Tapi seiring berjalannya waktu, King sudah terbiasa. Bayangkan saja. Mereka sudah menjadi teman satu grup hampir 8 tahun. Dan tahun ini mereka debut bersama dalam sub - unit duo — hanya mereka berdua saja. Hari ini mereka akan melakukan promosi di salah satu stasiun televisi. Semalam video musik lagu baru mereka juga sudah diunggah di Youtube. Antusias masyarakat khususnya penggemar cukup luar biasa. Dalam waktu semalam saja, single King dan Loey sudah memuncaki beberapa chart musik, baik nasional ataupun internasional. "Kenapa, My Man? Sepertinya kamu kurang bersemangat hari ini!" Loey memperhatikan setiap detail wajah King. Partnernya itu nampak kuyu. Seperti tak ada semangat sama sekali untuk melakukan promosi. "Wah ... tanganmu juga belum sembuh? Padahal ini sudah diperban sejak kita shooting video musik, kan?" lanjut Loey. King segera menyembunyikan tangannya di balik punggung. "Dia memang sakit hari ini, Loey." Pablo yang menjawab. "Sudah kubilang, dia harus makan teratur. Tapi tetap saja kebiasaan lamanya. Makan bukan tiga kali sehari, tapi tiga hari sekali." Loey tertawa karena tahu Pablo hanya melebih-lebihkan penjelasan. King pun ikut tersenyum karena candaan manajernya. Ia memang memiliki pembawaan sulit makan sejak dulu. Setiap makan, hanya sedikit makanan yang bisa masuk dan bisa ia telan. Hal itu semakin parah tahun ini. Tapi tidak sampai tiga hari sekali juga. "Dia sudah di - make up, muka pucatnya jadi tidak terlalu kelihatan. Kamu seharusnya lihat muka dia saat belum di - make up tadi. Seperti vampir yang belum hisap darah berbulan - bulan." Pablo menjelaskan sampai termonyong - monyong. Loey kembali memperhatikan muka King lebih detail. "Meski sudah pakai make - up, dia masih kelihatan pucat dan lesu, kok." Loey menyentuh kening dan pelipis King yang terlihat mengkilat karena keringat. Bagaimana seseorang bisa berkeringat di udara sedingin ini? "Keringetan, panas banget pula!" tanggap Loey setelah menyentuhnya. "Makanya itu, nanti habis dari sini mau aku bawa ke rumah sakit. Sekalian meriksain tangannya itu. Kali aja ada infeksi, yang bikin badannya jadi meriang." Pablo melirik King. Bermaksud menyindir, karena tadi ia dan King sempat berdebat masalah ini. King tidak mau dibawa ke rumah sakit. "Ya memang harus begitu, sih." Loey mengangguk - angguk. "Memang sebenarnya tanganmu kenapa? Terluka karena terjatuh, atau ada sebab lain?" Loey bertanya secara langsung pada King. Berharap King akan menjawab. Mengingat sudah beberapa kali Loey menanyakan hal sama. Namun tak diindahkan oleh King. King menunduk. Ia dikeroyok oleh Pablo dan Loey seperti ini. Tapi juga tetap tak bisa terus terang. Hm ... King berani bersumpah. Di tangannya sama sekali tak ada luka. Hanya beberapa bekas suntikan yang ia tutupi dengan perban. Bayangkan saja sekarang! Tangannya hanya diperban, tapi dunia sudah heboh. Bagaimana kalau dunia tahu banyak sekali bekas suntikan di pergelangan tangannya? Kondisinya mengharuskannya menerima suntikan secara rutin. Kalau sampai mangkir, bisa - bisa ia lebih cepat mati. King baru tahu tentang kondisinya beberapa bulan terakhir. Ia masih memikirkan cara bagaimana harus memberi tahu Pablo dan orang - orang terdekatnya yang lain. "KING DAN LOEY ... siap - siap ...!" seru salah satu produser. Dua pemuda tinggi semampai bak model itu segera bersiap. Mereka stand by di belakang panggung, menunggu selesainya penampilan grup yang saat ini masih beraksi di panggung. "Kamu baik - baik saja?" tanya Loey. Ia sempat melihat King mengernyit, seperti menahan sakit. King hanya mengangguk sekilas. Berdoa dalam hati supaya tubuhnya berkenan diajak kompromi. Setidaknya sampai penampilan mereka selesai. Grup itu sudah selesai tampil. King dan Loey mulai memasuki panggung. Intro lagu mereka juga sudah diputar. Sesampai di tengah panggung, King berusaha mempertahankan kesadarannya sekuat tenaga. Kepalanya pusing dan sangat sakit. Pandangannya mulai mengganda, perlahan mengabur. Loey menyenggol bahu King, memberi tahunya bahwa sekarang sudah saatnya King menyanyi. King bermaksud menoleh pada Loey. Kepalanya sungguh terasa berat, diikuti suara bising yang melengking tinggi. Disambut oleh pandangan King yang menggelap. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD