Tale 9

2248 Words
Semakin malam, rasa sakit Ren semakin bertambah. Ren hanya meringkuk di bawah selimut. Menggeliat mengikuti arah rasa sakitnya. Hingga ia merasakan sebuah dorongan aneh. Ia merasa harus ... mengejan? Tak ingin semakin menderita, Ren pun menuruti hasrat itu. Setiap hasrat itu datang, ia sedikit mengejan. Membut perutnya terasa nyaman dalam sekejap, lalu kembali kencang dan sakit. Ren melirik jam. Pukul setengah sembilan malam. Entah kapan ini semua akan berakhir. Ren terlihat kaget saat merasakan sesuatu bergerak menuruni panggulnya. Sepertinya cukup besar. Ren berusaha duduk dan berusaha melihat apa yang terjadi. Tapi tak bisa karena terhalang perutnya. Ren pun menggunakan tangannya. Ia meraba ke bawah, betapa terkejutnya ia merasakan pembukaan yang besar. Dan ada sesuatu yang licin di sana. Ketika Ren menariknya, itu adalah gumpalan darah. Ren kembali memeriksa, kali ini ia bergerak agak dalam. Ada sesuatu yang keras dan berambut. Ini ... apa? Ren memperkuat setiap dorongan yang ia lakukan. Ia hanya penasaran dengan sesuatu yang hendak keluar itu. Merasa sesuatu berambut itu sudah keluar, Ren kembali duduk. Melebarkan kakinya semaksimal mungkin dan berusaha merlihat apa itu. Air matanya lolos begitu saja saat tau itu apa. Kepala? Ren berusaha meyakinkan dirinya ini tak nyata ... tapi ... Jadi ... jadi selama ini ia hamil? Dan sekarang ... sekarang ia sedang melahirkan? Ren lemas mengetahuinya, tapi rasa sakitnya lebih dominan. Ia ingin semua segera selesai. Ia pun menuruti reaksi alami tubuhnya. Ia terus mengejan sekuat yang ia bisa. Pukul sepuluh malam. Semua masih sama. Kepala bayi itu masih terjebak di sana. "Ngggh ... arrghhh ...." Ren mengejan lagi. Kali ini berhasil sedikit menggeser posisi kepala itu. Sekarang kepala itu sudah terlihat menonjol hampir keluar. Ren terus mengejan, tak ingin kepala itu masuk lagi. Dengan kekuatan penuh, akhirnya kepala iitu berhasil ia keluarkan. Menggantung di sana. Ren bernapas sejenak dan mulai mengejan lagi. Ia sudah lemas sebenarnya, tapi mau bagaimana lagi. Ini satu - satunya cara agar ia segera terbebas dari serangkaian rasa sakit itu. Bagian bahu mulai keluar, Ren segera menarik bari itu dengan tangannya sendiri dan yah ... bayi itu akhirnya keluar. Meski perut Ren terlihat masih besar, tapi sudah benyak berkurang. Bayi perempuan yang cukup besar, berhasil Ren lahirkan malam ini. Ren masih belum percaya dengan semuanya ... tapi ... ini nyata. *** Moon namanya. Selama tiga bulan ini, bayi itu sangat menyita perhatian Ren. Sangat lucu, gemuk, dan cantik. Dengan sisa uang yang ia miliki, Ren bisa memberi Moon s**u formula. Meskipun Ren masih bingung bagaimana dan kenapa ia bisa hamil, dan dengan ajaibnya melahirkan sendiri dengan normal. Ren senang karena memiliki anak secantik Moon. Ia bangga sekali. Bentuk tubuh Ren belum sesempurna dulu, masih ada gelambir di perutnya. Tapi ia cukup senang karena sudah bisa memakai pakaian lamanya. Dan tak harus selalu keluar dengan baju longgar atau jaket super tebal. Tak jarang ia membawa Moon ke restoran tempatnya cuci piring dulu. Teman-temannya memang sebagian besar adalah orang cuek. Kebanyakan dari mereka tak terlalu peduli bagaimana Ren bisa memiliki bayi itu. Ren pun tak mau repot menjelaskan. Moon pun membawa keuntungan. Dulu ia hanya seorang tukang cuci pring, sekarang ia sudah diangkat menjadi pramu saji. Para pelanggan banyak yg terkesima dengan kecantikan Moon. Tak jarang mereka memeri Ren uang tip untuk beli s**u formula. Enam bulan usia Moon kini. Ia sudah bisa duduk dan berceloteh lucu. Moon belum bisa merangkak tapi ia sudah bisa memarahi Ren. Meski tak jelas apa yang diucapkannya, tapi Ren tahu bila Moon sedang bahagia atau marah. Moon sering marah karena Ren selalu pulang terlambat. Ya ... sejak seminggu ini, ia kembali ada proyek. Ia kembali ke profesi lamanya menjadi pekerja kasar. Tentunya kembali mempertemukannya dengan teman-teman seperjuangannya seperti Nara, Song, dan Hans dan juga mandor cuek si Lion itu. Mereka cukup heran saat tahu bahwa tubuh Ren sudah seramping dulu. Tapi mereka hanya mengira bahwa Ren melaukan diet ketat selama ini. "Ah ... akhirnya gaji yang kudapat normal lagi." Ren senang. Setidaknya gaji segitu bisa untuk membeli s**u Moon selama sebulan. Dan sisanya bisa ia tabung untuk masa depan mereka nanti. "Makanya kau jangan gemuk seperti dulu." Nara meledeknya. Ren hanya nyengir mendengarnya. Membuat Nara dan Hans heran. Ren banyak berubah. Ia bukan seorang yang menyebalkan seperti dulu. Ia hanya tersenyum saat mereka ledek, dan ia juga lebih pendiam. Jika dulu ia selalu foya - foya setelah gajian, tapi sekarang ia selalu langsung pulang. "Kau itu kenapa, sih?" tanya Nara. "Memangnya aku kenapa?" tanya Ren balik. Hans ikut nimbrung. "Kau itu aneh. Tidak seperti yang dulu." "Kalian benar - benar ingin tahu?" Nara dan Hans mengangguk. "Baik lah. Kalau begitu kalian nanti harus ikut ke kontrakanku. Tapi ...." "Tapi apa?" "Untuk masuk ke kontrakanku tak gratis, kalian harus membawa s**u formula bayi usia enam bulan ukuran jumbo sebanyak masing - masing dua kotak. Kalau tidak, tak boleh masuk." Sebuah pernyataan super aneh yang membuat Hans dan Nara tak tahu harus berkata apa. Karena rasa penasaran yang besar, Hans dan Nara pun menuruti persyaratan Ren. Mereka sangat kaget begitu tahu desain kontrakan super kecil Ren sudah sangat berubah. Kesannya girly dan imut - imut. Kebanyakan berwarna pink, bahkan temboknya pun berwarna begitu. Nara berbinar dan segera tersenyum begitu melihat bayi kecil merangkak lucu mendekatinya. "Astaga ...." Nara benar - benar takjub dibuatnya. Hans pun memberi reaksi yang serupa begitu melihat sosok itu. Mereka akhirnya ditegur oleh empunya rumah yang baru saja keluar dari dapur dan membawa sebotol s**u formula. Si bayi kecil gemuk dan lucu itu merangkak mendekati Ren. Ia duduk dengan menaikkan tangannya. Pertanda meminta s**u itu. "Ucu ...," ucapnya. Ren segera mmberikan s**u itu. Kemudian si bayi segera meminumnya dengan antusias. Ia bahkan langsung menghabiskan setengah botol, kemudian duduk seraya nonton telenovela. Well, tontonan yang buruk untuk anak sekecil itu. Sementara tiga orang dewasa yang ada di sana, segera berdiskusi. "Itu ... anak siapa?" "Anak dari mantanmu yang mana?" "Astaga Ren ... kau sudah jadi orangtua sekarang ...." "Luar biasa." Hans dan Nara saling memberi komentar. Ren hanya memperhatikan. Ia tak akan memberi tahu dari mana Moon berasal, atau sahabatnya itu akan mati sekarang juga. *** Genap setahun usia Moon. Semenjak bulan lalu, Ren sering sakit. Ia selalu muntah saat pagi. Gejala seperti ini tak asing. Ren mengira bahwa ia hamil lagi. Rasa heran itu mulai muncul di benaknya. Dulu saat ia mengandung Moon, itu pun tak jelas dari mana asalnya. Dan sekarang ia kembali mengalaminya. Seiring waktu berjalan, perut Ren sudah membulat seperti dulu. Nyatanya ia memang hamil. Saat ini Ren sedang beristirahat. Menghabiskan waktu dengan Moon di depan TV. Anaknya itu semakin cantik dan pintar. Ia sering gemas melihat perut besar Ren. Ia pun tak jarang memberi belaian pada perut Ren. Ia senang saat adiknya memberi tendangan kecil di dalam sana. Meresponnya. Ren ikut tertawa saat Moon tertawa. Ia senang karena sepertinya Moon tak keberatan dengan kondisinya. Dan ia juga senang karena kandungannya sehat. Suara bel berbunyi. Ren cukup lama berusaha berdiri. Moon bahkan sampai terkikik melihat cara berdiri Ren yang lucu. Ia membuka pintu, Hans dan Nara berdiri di sana. Mereka membawa s**u formula untuk Moon. Mereka berdiri melihat kondisi Ren. Temannya itu memakai celana training yang melorot dan kaos ketat yang tak mampu menutup seluruh perut bulat nan besarnya. Sehingga perut bagian bawahnya terlihat. Asma Nara langsung kambuh karenanya. Ren pun meminta Hans untuk membawa Nara masuk. Setelah kondisi Nara membaik, Ren pun memutuskan untuk menjelaskan semuanya. Sudah kepalang tanggung. "Jadi Moon ini adalah anakmu yang kau lahirkan sendiri?" Hans takjub. "Jadi saat kau terlihat gemuk waktu itu, kau sedang hamil?" Kali ini Nara. "Ya. Waktu itu aku pun tak tahu sedang hamil. Kupikir aku terkena penyakit aneh." Ren mengelus surai Moon yang tertidur berbantal pahanya. "Namun setelah aku melahirkan, aku tahu bahwa saat itu aku hamil." "Ya Tuhan ... kau melahirkan sendirian?" "Ya ... kurasa aku sudah akan mati saat itu." "Apa sangat sakit?" "Rasanya sungguh tak bisa diungkapkan. Untung aku bisa melewatinya." Nara dan Hans terlihat prihatin. Mereka pun tak mengerti kenapa Ren bisa hamil. Dan ini sudah kedua kalinya. Padahal Ren tak pernah melakukan seks dengan siapapun. Terlebih ... tak semestinya ia hamil. "Kau tenang saja, Ren. Kali ini aku tak akan sendirian. Kami akan menemanimu." "Sudah tak usah repot. Kurasa aku bisa sendiri." "Jangan begitu." Nara mengulurkan tangannya mengelus perut Ren. Ia takjub dengan sensasinya. Ia senang mersakan perut besar Ren yang terasa keras saat disentuh. "Kami ikhlas kok. Kami akan membantumu, kami janji." "Terima kasih." "Ngomong - ngomong sudah berapa bulan ini?" "Aku juga tak tahu. Sepertinya sebentar lagi aku akan melahirkan." "Woah ... aku sudah tidak sabar." Ren hanya bisa tersenyum. Jujur ia terharu dengan kebaikan kedua temannya. Semoga saja ia bisa terus hidup agar bisa membalas kebaikan sahabat - sahabatnya. *** Dua minggu kemudian. Tiba lah saatnya Ren melahirkan. Perutnya sudah mengencang sejak semalam. Tapi ia belum mau panik. Karena ia tahu prosesnya masih panjang. Moon sepertinya belum bangun, ia pun memutuskan untuk menelepon Hans dan Nara. "Sepertinya bayiku sudah akan lahir." Tak sampai setengah jam Hans dan Nara sudah sampai di kontrakannya. "Ren ...." Nara takjub melihat Ren yang sedang duduk di sofa sambil meluruskan kakinya. Ren tersenyum. "Sepertinya masih lama. Kalian bisa nonton TV atau terserah mau melakukan apa." "Apa sangat sakit?" "Ya ... tapi tenang saja. Sakitnya datang dan pergi. Dan belum intens sama sekali." Nara malah datang dan berjongkok di samping Ren lalu mengelus perut bulat dan sangat besar itu dengan lembut. Nara bahkan tanpa sadar menyibak kaos Ren. Ia terharu melihat perut besar itu secara langsung. "Hey ... kau ini kenapa?" tanya Ren. "Entah!" ucapnya. Air matanya mengalir begitu saja. Sementara Hans sedang menenangkan Moon yang menangis karena terbangun. "Yen ...," rengeknya. "Ren di bawah sayang. Moon tau tidak ... Ren sedang merasakan kontraksi." Hans menjelaskan. "Kontlakci?" "Kontraksi itu rasa sakit saat melahirkan. Adik Moon akan segera lahir." "Benal, kah?" "Yup!" "Moon ingin lihat." "Okay!" Hans pun menggendong Moon menuju tempat Ren. "Kau sudah bangun, Sayang?" Sambut Ren saat Moon datang. Moon segera berhambur memeluk Ren. Ia takut Ren kesakitan. Ia pun mulai menangis. "Astaga ... tak apa. Adik Moon akan segera lahir. Aku nanti akan sakit tapi juga bahagia karena adik lahir." Ren berusaha menenangkan putrinya. "Apa dulu juga thakit thaat melahilkan Moon?" tanya anak itu polos. "Tentu saja. Tapi aku sangat senang memiliki anak secantik Moon." Ren tersenyum bangga. Moon pun tersenyum senang. "Sekarang Moon main dengan Hans dan Nara, ya. Maaf aku tak bisa menemani Moon hari ini. Karena perutku sangat sakit." Ren mengacak rambut panjang Moon. Moon mengangguk. Jadi lah hari itu Moon asyik bermain dengan Nara dan Hans. Malam hari saat Moon sudah tidur, Kontraksi Ren mencapai puncaknya. Nara menyangga punggung Ren sambil membantunya untuk bernapas teratur. Sementara Hans merebus air di dapur. Ren terus meronta tak beraturan. Perutnya sangat sakit. Untung ia punya teman untuk berkeluh kesah. PRAK .... Air ketuban Ren pecah. Nara sampai menangis melihatnya. "Ya Tuhan ... aku merasa berdosa karena banyak durhaka pada ibuku selama ini," ucapnya di sela - sela tangisnya. Ren tak memberinya tanggapan karena perutnya sungguh sakit. Desakan dari dalam sana sangat sangat menyiksa. Keringatnya keluar membasahi seluruh tubuhnya. Ia mulai melakukan ejanan kecil yang merupakan alaram alami dari tubuhnya. "Narahh ... lepashkanh celanakuh ...," ucap Ren tersendat. Nara segera melakukannya. Ia tak jijik meski celana itu sudah basah dengan air ketuban. Ia juga melepas celana dalam Ren. Kini ia bisa melihat bukaan Ren. "Ya Tuhan!" Pekik Nara melihat campuran lendir dan darah. Hans kembali dengan air panas di tangannya. Ren melebarkan kedua kakinya. Dan ia mulai mengejan dengan kuat. Nara beringsut kembali menyangga punggung Ren. Ia tahu hal ini bisa membantu. Ia sering melihat adegan ini di TV. Sementara Hans dengan sigap menunggu bayi itu keluar. Tangannya bersiap di depan liang lahir. Perjuangan yang cukup lama. Hampir pagi sekitar jam tiga, kepala itu perlahan keluar. Napas Ren tak keruan. Ia berkeringat banyak dan kesakitan. Tubuhnya lemas karena sakit yang tak terperi dan juga kelelahan mengejan. "Enghhhhh ...." Satu ejanan besar berhasil membawa bayi itu lahir ke dunia. Laki - laki. Hans memotong tali pusatnya lalu memerikannya pada Ren. Ren tersenyum senang melihat bayi keduanya. Ia menangis kemudian sebelum akhirnya pingsan. Hans dan Nara mengerti Ren kelelahan. Perjuangannya sangat panjang. Ia sudah kesakitan semenjak semalam sebelumnya dan anaknya baru lahir sekarang. *** Pagi datang dan Moon sangat senang melihat adiknya yang tampan. "Thun!" katanya. Perlahan Ren mulai sadar. Tangannya perlahan mengelus surai Moon. Moon tersenyum. "Adik Moon, Thun!" ucap gadis itu ceria. "Sun? Kau ini menamainya Sun, Baby?" tanya Ren lemah. Moon mengangguk. "Iya ... namanya Thun." Hans dan Nara hanya bisa tersenyum melihat momen orang tua anak itu. Sun genap satu tahun hari ini. Mereka mengadakan pesta kecil. Setelah pesta, Moon dan Sun kelelahan sehingga mereka langsung tidur. Berbeda dengan tiga orang dewasa di sana yang harus membereskan segala hal terlebih dahulu. Ren merasa lelah dan ia duduk di sofa. Menyandarkan tubuhnya di sana, meluruskan kakinya. Nara berdecak heran dan menyindirnya karena tak membantu. "Bagaimana kalau sekarang aku hamil lagi?" tanya Ren mendadak. Hans dan Nara membeku di tempatnya masing - masing. Lagi? "Tapi bagaimana mungkin, kau selalu di rumah. Tak pernah melakukan seks!" heran Nara. "Kau pikir aku punya Moon dan Sun dengan seks?" Hans dan Nara saling berpandangan. Ren benar. "Aku muntah beberapa kali. Dan perutku membesar." Hans tak percaya. "Mana buktinya?" Ren mengangkat kaosnya. Dan benar saja, perutnya terlihat sedikit buncit. Ya Tuhan, apa benar ia hamil lagi? "Aku sudah merasakannya sejak dua bulan yang lalu. Tapi aku bingung kenapa perutku sudah terlihat. Padahal baru dua bulan, kan." Nara dan Hans hanya mengangkat pundak tak mengerti. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD