Tale 89

1014 Words
Di tengah kepanikan itu, akhirnya yang mereka tunggu datang. Ada sebuah mobil berwarna putih diiringi dengan suara sirine yang khas, sedang memasuki pelataran rumah. Pak Irwan belum terlihat batang hidungnya, masih berada dalam perjalanan. Pak Muklas dan Mr. Bagie langsung siap sedia turun, menuju ke bagian depan rumah, untuk menyambut dan mengarahkan orang-orang dalam ambulans supaya segera menuju ke kamar Jodi. Orang-orang berpakaian serba putih, berjumlah 3 orang, langsung turun dari mobil itu. Mereka lega karena Langsung melihat ada orang yang menyambut, sehingga mereka tidak perlu cari-cari orang dulu untuk ditanyai. "Permisi, Bapak ... Benar ini rumahnya pasien Jordiaz Aditya? Kami dikirim oleh Pak Irwan untuk menjemput pasien." Pak Muklas langsung menanggapi. "Benar, Pak. Ini rumah Jordiaz Aditya. Mari kita langsung naik saja ke atas. Pasien berada di dalam kamarnya." "Baik, Pak. Uhm ... kalau boleh tahu, tolong sekilas jelaskan pada kami bagaimana kondisi pasien? Dan apa yang membuatnya sakit pertama kali?" "Mas Iyaz mulai sakit beberapa hari lalu tepatnya setelah pertandingan sepak bola di sekolah. Badannya panas, selalu pucat, nggak nafsu makan, kehilangan bobot tubuh secara drastis. Sekarang tidak sadarkan diri dengan kondisi mimisan yang sangat banyak." "Baik kalau begitu mari segera kita jemput pasien saja." Dua petugas ambulans lainnya sedang menurunkan sebuah tandu beroda dari dalam mobil itu, kemudian mendorong benda itu bersama-sama menuju ke dalam rumah. Mereka mengikuti setiap arahan yang diberikan Pak Muklas dan Mr. Bagie. Sampai di kamar, mereka mendapati satu orang lagi, yaitu perempuan berusia senja dengan pakaian khas kebaya kutu baru dan juga kain jarik sebagai bawahannya. Mereka segera memeriksa kondisi vital Jodi. Memasang infus. Bahkan juga memasang masker oksigen. Baru lah mereka bekerja sama memindahkan Jodi dari ranjang king size itu menuju tandu beroda yang mereka bawa. Yang otomatis menekuk kaki dan rodanya ketika diangkat. Dan akan turun kembali secara otomatis pula ketika ia diletakkan menapaki lantai. "Bagaimana keadaan Mas Iyaz? Dia baik-baik saja, kan?" Mbah Jum bertanya, da menatap para petugas media itu dengan penuh harap. Mereka sudah terlatih untuk menjalankan setiap prosedur, termasuk tidak mengatakan segala kemungkinan jika itu belum pasti. Kecuali kondisinya memang sudah pasti, baru akan mereka beri tahu secara perlahan. "Kondisi pasien memang masih sangat lemah. Tapi kami juga belum bisa memastikan seperti apa kondisinya saat ini. Kita akan melakukan pemeriksaan secara lebih detail di rumah sakit nanti. Kita doakan Saja semoga pasien benar-benar baik kondisinya." Mbah Jum dan yang lain pun segera mengaminkan doa baik dari petugas medis itu. Mereka kemudian bergegas membawa Jodi turun. Kemudian mendorong remaja itu menuju ke dalam mobil ambulans. Hanya Mbah Jum orang rumah yang ikut ke dalam mobil ambulans. Sementara Pak Muklas dan Mr Bagie membawa mobil lain beserta barang-barang yang sekiranya diperlukan ketika berada di rumah sakit nanti. Ketika ambulans sudah hendak tancap gas, saat itu lah akhirnya Pak Irwan datang. Lega sekali Mbah Jum rasanya. Karena orang yang bisa diandalkan itu akhirnya datang juga. Sementara Mbah Jum, Pak Muklas dan Mr. Bagie sama-sama tak tahu caranya menjamu seseorang. Mbah Jum hanya bisa melihat tanpa bisa mendengar apa yang mereka bicarakan. Namun matanya tetap awas berusaha mencari sumber informasi yang valid. Mbah Jum berharap Jodi benar-benar baik-baik saja, sesuai dengan doa da harapan yang ia panjatkan. *** "Benar, dia adalah salah satu pemain sepak bola terbaik di sekolahnya. Dia kambuh setelah itu." Pak Irwan berusaha menjelaskan kondisi Jodi sebisanya. "Baik, Pak. Pasien mengidap Leukemia seperti yang Bapak ucapkan tadi. Sudah mau beri obat dan beberapa perawatan yang dibutuhkan pasien." Pak Irwan mengangguk-annguk. "Dia ... baik-baik saja, kan? Hanya kambuh biasa. Maksudnya, bukan sebuah hal yang buruk." "Kalau untuk kepastian kondisinya, kita belum bisa tahu, Pak. Karena dibutuhkan pemerikasaan yang lebih rinci oleh dokter nanti. Kita doakan saja, semoga pasien benar-benar baik-baik saja." Pak Irwan nampak tak puas dan kecewa dengan penjelasan petugas media itu. Masih dengan perasaan yang menentu, Pa Irwan pun akhirnya terdiam. Dan ia langsung menyusul Mbah Jum masuk ke dalam mobil. Pak Irwan terlihat begitu sedih ketika melihat Jodi terbaring di sana, dengan salah satu orang petugas yang sedang kembali memeriksa kondisi Jodi. Pak Irwan langsung berusaha tersenyum ketika Mbah Jum menatapnya. Tapi agaknya Mbah Jum sedang sama seperti dirinya. Terlihat begitu sedih sekaligus khawatir. "Pak Irwan, terima kasih sudah membantu kami. Kami nggak tahu jadinya jika tidak ada bapak." Mbah Jum langsung berterima kasih pada Pak Irwan begitu laki-laki itu masuk ke dalam mobil. Pak Irwan memaksa sebuah senyuman untuk menyembunyikan rasa khawatirnya. "Nggak perlu berterima kasih Mbah Jum. Sebagai sesama manusia, normalnya memang harus saling tolong menolong." Kini ambulans pun mulai melaju dengan kecepatan cukup tinggi supaya bisa cepat sampai ke rumah sakit. *** Ketika sampai di rumah sakit, Jodi tida didorong menuju ke UGD seperti pasien lain. Justru Langsung dibawa menuju ke ICU karena sebenarnya para petugas medis di sana juga sudah tahu bagaimana kondisi Jodi. Yang jelas saat ini Jodi sedang ditangani oleh dokter cantik bernama Dayanti. Sementara yang lain menunggu di luar. Di masa-masa menunggu itu, Pak Irwan akhirnya berkesempatan untuk sama-sama saling terbuka dengan tiga orang lanjut usia yang sedang bersamanya. "Jadi tadi sebenarnya kedua orang tua Jodi ada di rumah?" "Iya, Pak Guru. Mereka datang, katanya mau Lihat keadaan Jodi. Tapi ternyata mereka malah berantem. Membuat Tuan besar marah, dan akhirnya menyeret Nyonya Maharani pergi. Meninggalkan Mas Jodi yang sedang sakit seorang diri. Saya ikut mengantar Tuan dan Nyonya ke depan. Tapi setelah saya kembali ke kamar, saya menemukan Mas Iyaz sudah nggak sadar. Hidungnya mengeluarkan darah yang sangat banyak." Pak Irwan terhenyak mendengar cerita Mbah Jum. Semakin tak habis pikir dengan cara berpikir kedua orang tua Jodi yang sejak dulu sangat hobi meninggalkan anak. Padahal jelas-jelas kondisi Jodi sedang sangat lemah. Seharusnya sekesal-kesalnya pada Jodi, mereka tidak boleh meninggalkan anak dalam kondisi sakit. Coba mereka tahu apa yang sebenarnya terjadi pada Jodi. Mereka pasti akan sangat menyesal. Rasa simpati Pak Irwan pada Jodi semakin besar. Berharap ada keajaiban yang akan membuat kondisi Jodi membaik bahkan sembuh. Semoga saja. Keinginan Pak Irwan sekarang adalah, ia begitu ingin bicara pada kedua orang tua Jodi. Dan ia ingin mengatakan sebenarnya. Pak Irwan akan melakukan hal itu nanti. Ia akan mencoba membongkar semua rahasia. Demi Jodi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD