Tale 57

1173 Words
Tiga bulan setelah Han melahirkan. Kondisi Han sudah mulai normal. Ia juga sudah bisa berjalan dengan baik, dan bisa memandikan Min sendiri. Selama itu pula, ia tinggal bertiga dengan Kard di dalam flat ini. Ia sungguh sangat berterima kasih pada Kard yang dengan suka rela menolongnya. Tapi entah kenapa Han sering pusing dan mual saat pagi. Kondisi ini tidak asing baginya. Mirip dengan morning sickness yang dialaminya saat hamil muda dulu. Tapi Han pikir itu hanya sakit biasa. Mungkin ia masuk angin. Tak mungkin kan ia hamil lagi. "Han, kau tak apa?" Kard terlihat khawatir. Diambilnya Min dari gendongan Han. Ia tak ingin Min jatuh kalau - kalau Han tiba - tiba pingsan. "Aku tak apa." "Duduk lah dulu. Mungkin kau kelelahan." Kard menuntun Han ke sebuah kursi. "Besok biar aku saja yang memandikan Min. Kondisimu belum pulih benar. Apa lagi darah itu masih keluar kan sampai sekarang? Jadi kau pasti kurang darah." "Iya. Tapi ini aneh. Seharusnya darah nifas itu sudah berhenti selambatnya 40 hari setelah melahirkan. Tapi masih sering keluar sampai sekarang. Dan juga perutku ini, aku masih pakai korset sampai sekarang. Tapi bukannya mengecil, malah tetap buncit. Dulu sebulan setelah lahiran sudah agak mendingan. Tapi kalau kuperhatikan sekarang malah lebih besar." Kard terdiam mendengar penjelasan panjang Han. Jantungnya tiba - tiba berdetak tak keruan. Apa jangan - jangan .... Kard takut sekali. Jangan sampai yang dipikirkannya benar. Han pasti akan sangat membencinya bila itu benar - benar terjadi. "Kau kenapa?" Suara Han menyadarkan Kard dari lamunannya. "Eh ... tak apa." Han agak heran dengan perubahan sikap Kard, tapi ia tidak mempermasalahkannya. Ia malah sedang bergegas lagi menuju ke kamar mandi setelahnya. Rasa mual itu datang lagi. Kard jadi semakin panik dibuatnya. *** Usia Min sudah 6 bulan sekarang. Ia tumbuh sehat dan cepat. Bahkan sekarang ia sudah bisa duduk. Han benar - benar sangat senang. Ingin rasanya ia mengajak Min jalan - jalan di luar. Tapi kondisinya tak memungkinkan. Ia sering kali pingsan bila kelelahan. Dan semakin sering mual dan juga pusing. Ukuran perutnya juga semakin membesar. Han sempat berpikir bahwa sekarang ia benar - benar terkena tumor. Sebagai balasan karena ia sudah berbohong tentang kehamilannya selama ini. Han berjalan pelan menuju ke sebuah cermin. Ia membuka kaosnya, dan mulai memperhatikan ukuran perutnya. Perutnya sudah membulat sempurna. Dan tak jarang Han merasakan pergerakan halus di sana. Rasanya persis saat ia mengandung dulu. Apa benar ia hamil lagi? Tapi ... bukannya itu tak mungkin. Ia merasa tak melakukannya dengan siapa pun. Tanpa Han tahu, Kard sedang memperhatikannya dari luar. Rasa bersalah yang besar terpatri di wajahnya. Karena ternyata Han memang benar - benar hamil. *** Bulan ke delapan. Han benar - benar yakin ia hamil. Ia yakin bahwa yang ada di dalam perutnya adalah bayi. Perutnya pun juga membesar seiring bertambah bulan. Tak salah lagi. Tapi bagaimana bisa? Karena ini kehamilan kedua, dan jaraknya sangat dekat dengan kehamilan pertama, membuat ukuran perutnya terlihat jauh lebih besar dari pada saat mengandung Min. Karena rahimnya sudah melar mungkin. Han mengelus perutnya pelan. Dan bayi itu merespon dengan sentuhan dari dalam. Membuat Han tersenyum. "Han ...." Kard muncul dari belakang. "Ada apa?" "Aku ... sebenarnya aku yang menghamilimu. Maafkan aku." "Apa?" "Saat itu, saat aku datang setelah kau melahirkan Min. Aku melakukannya padamu. Maafkan aku." Han segera mendorong Kard dengan kasar. Kard jatuh tersungkur ke lantai. "Kupikir ... kupikir menolongku dengan tulus selama ini, tapi ... ternyata kau sangat jahat." "Tidak. Tidak, Han. Aku sudah tak pernah melakukannya lagi setelah itu. Aku sungguh minta maaf. Tapi aku melakukanya karena aku mencintaimu. Aku tulus melakukan semuanya. Aku mau bertanggung jawab!" "Kau ... kau sudah merendahkan aku. Kau sudah merusak statusku. Bahkan kau melakukan itu padaku, di depan kekasihku sendiri. Aku malu pada Min." "Han ... aku benar - benar menyesal." Han emosi. Ia tak mau menatap Kard lagi. Ia bergegas menggendong Min dan mengemasi sisa barangnya sebisanya. Ia segera tergesa keluar setelah itu. Kard tak berani mengejarnya. Ia akan melacak keberadaan Han lagi nanti. *** Han berjalan pelan di trotoar. Ini kali pertamanya ia melihat dunia setelah melahirkan Min. Beberapa orang menatap heran sekaligus iba kepadanya. Tentu saja. Han berjalan dengan perut besarnya sendirian. Bahkan ia menggendong Min dan juga membawa satu tas besar berisi pakaian. Tapi Han berusaha tak peduli. Meskipun sebenarnya ia sangat malu. Han terus berjalan. Ia menuju hutan. Di mana tak ada seorang pun manusia di sana. Ia tak ingin merasa malu lagi saat bertemu manusia. Mungkin ia akan membangun kehidupan yang baru di sana. Ia akan memagari hutan itu dengan sihir tingkat tinggi. Agar penyihir manapun tak ada yang bisa melacaknya. *** Genap sebulan setelah Han benar - benar pindah ke hutan. Ia sedang bermain dengan Min sekarang. Min kecilnya sudah mulai belajar jalan. Dan Min juga sudah bisa bicara dengan baik. Han sungguh senang. Itu adalah prestasi untuk anak yang belum genap 10 bulan seperti Min. "Han ... Min lapal," ungkap Min. Han langsung tersenyum. Han menjelaskan apa adanya pada Min. Min pun menganggap Han kekasihnya, bukan orang tua nya. Meski pun ia tak paham apa itu kekasih. "Min, mau makan apa, hmh?" "Min mau ... Min mau cucu, Han." Wajah Min memelas menatap Han. Han hanya bisa tersenyum kasihan menatap Min. Min memang sudah berhenti menyusu sejak lama. Tentu saja karena anak Kard yang ada di dalam rahimnya. "Min makan sari buah seperti biasanya saja ya, nanti Min akan dapat s**u dari Han lagi kalau Dan sudah lahir. Bagaimana?" tawar Han. Memang dasarnya Min penurut. Ia pun segera setuju. Han bergegas keluar dari rumah sederhananya untuk mencari makanan untuk Min. Sudah biasa ia seperti ini. Setiap hari kegiatan memang begini. Han berhenti sejenak saat perutnya terasa mulas. Ia mengelusnya pelan dan rasa mulasnya hilang. Ia lanjut jalan setelah itu. Han tahu ia akan segera melahirkan. Mengingat dari pengalamannya, butuh waktu yang agak lama untuk menunggu saat kelahiran setelah kontraksi awal. Makanya ia santai saja. Selama ini Han berpikir bahwa ia memang sendirian di hutan ini. Ia tak berpikir bahwa punya teman. Selain hewan - hewan buas tentunya. Tapi Han salah. Sebenarnya ada keluarga penyihir lain di hutan ini. Salah satu anggota dari keluarga itu, sering memperhatikan Han dari kejauhan. Ia selalu senyum terlihat kelakukan Han yang cute. Apalagi saat ia bersama Min. Pagi ini, ia agak kahwatir pada Han. Dilihatnya Han sering mengernyit sakit dan memegangi perutnya. Jadi ia kira Han akan segera melahirkan. Ia ingin datang dan menyapa Han, tapi menurut hasil pikiran Han yang dibacanya, Han sepertinya masih ingin sendirian di hutan ini. Ia hanya tak mau Han merasa terganggu. "Kau memperhatikan dia lagi?" Suami penyihir itu muncul dan merangkulnya dari belakang. "Iya, King. Aku benar - benar ingin menemaninya." "Aku tahu, tapi belum saatnya kita muncul." "Aku tahu. Oh iya, Apa Loey sudah pulang?" "Belum. Ia pasti main - main lagi sampai lupa pulang. Biar aku jemput saja. Aku pergi ya, Bae!" Penyihir cantik yang dipanggil Bae itu langsung mengangguk dan mengantarkan sang suami dengan senyuman manisnya. Bae nama penyihir itu. Ia segera beralih pada Han lagi setelahnya. Tapi ... ternyata Han sudah pergi. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD