Sebuah Ketidaksengajaan
“ Ayam sekilo ,kangkung seikat ,cabe seperempat , bawang seperempat , bawang merah seperempat ,haduhh cukup gak ya uangnya ?” gadis muda berjilbab merah hati itu mulai menggaruk garuk kepalanya yang tidak gatal dengan bolpoint , “ah tempe, haduh iya.minyak goreng kan juga habis” kali ini dia mulai cemberut melihat daftar belanja yang ditulisnya sendiri. Bukan , dia bukanlah ibu rumah tangga , melainkaan seorang abdi ndalem atau sebutan untuk santri yang ikut di kediaman kyai atau bu nyai di pondok pesantren , mereka memiliki kasta yang agak lebih tinggi di antara santri santri lain karna memiliki kesempatan untuk mengabdi dan lebih dekat dengan keluaarga Kyai di pondok pesantren nya.
“El , kok masih disini sih ? udah mau subuh lo , kalau ndak cepat berangkat kepasar nanti keburu siang kita masaknya” ujar Gia , gadis bertubuh semampai bberkulit hitam manis yang baru saja menyelesaikan sholat malamnya . “ Haduh gi ,iya iyaa. Binngung tau aku , ini uang belanja yang dikasih Bu Nyai kemarin takutnya ndak cukup buat masak hari ini “ ujar gadis yang disapa dengan sebbutan El itu dengan nada yang agak kesal . “ Li-El kamu ini emang pelupa ya, kan aku udah ingetin kemarin toh buat minta uang dapur ke Bu Nyai , mumpung beliau belum berangkat sama Abah Kyai ,sekarang bingung toh ,dah gak tau aku mau mandi “ gadis itu pun berlalu sambil memakai handuk dikepala nya layaknya jilbab meninggalkan gadis yang ia sebut Li-El tadi .
Jam besar di tengah aula itu mulai berdentang sepuluh kali, menandakan waktu istirahat bagi Li-El dan santri ndalem lainya , memang bukan waktu yang ditetapkan namun bagi Li-El dan santri ndalem lainya di jam sepuluh semua kewajiban seperti memasak untuk keluarga Kyai dan lain lain telah selesai dirampungkan . “ Mau kemana El kamu kok cantik banget, tumben pake celak biasanya aja gak pernah “ Tanya Gia yang sedari tadi heran melihat Li – El berdandan . “mau ke perpustakaan gi ,mengembalikan buku yang kemarin aku pinjam sekalian mau pinjam lagi “ ujarnya tanpa menoleh ke arah Gia , “kenapa Gi? Mau ikut? “ kali ini bibirnya yang manis itu menyungging senyum yang agak menyindir ke arah Gia . Gia pun mengernyitkan dahinya sambil bibirnya mulai mengomel kecil “idih ndak ah , aku bukan kutu buku kayak kamu , enakan juga main f*******: di kamar “ Ujarnya.
Li – El pemilik nama unik ini adalah seorang gadis cantik nan terkenal cuek dan judes di lingkungan pesantren , terutama pada lelaki yang ingin mendekati nya . bukan nya perangai nya buruk Ia hanya sedikit pendiam dan agak tertutup ,Ia akan terbuka dan grapyak hanya pada mereka yang benar benar El percaaya. Mahasiswi program S1 keperawatan tingkat 3 yang lumayan terkenal di Universitas tempatnya menuntut ilmu , terkadang dia pun tak yakin dengan dirinya sendiri . bagaimana bias seorang perempuan yang jarang membuka mulutnya untuk mengobrol seperti dirinya bisa menjadi seorang perawat yang dituntut selalu cakap dan suka basa basi kepada para pasien walau hanya sekedar bertanya seputar kesehatan nya saja.
Mata Li-El menyusuri setiap rak mencari buku yang menurutnya menarik , matanya menyapu setiap judul buku . matanya terhenti pada salah satu judul novel bergenre horror kesukaan nya , tangan nya dengan cepat mengambil novel itu dan segera mencari meja yang masih kosong . kaki nya melangkah namun matanya tetap tertuju pada buku yang ada ditangan nya . “dukkk” tanpa sadar dia menabrak seorang anak laki laki , anak itu meminta maaf namun menggunakan isyarat tangannya, Li- El hanya mengangguk pelaan sambil tersenyum , tanganya membalas isyarat anak itu bermakna “ tak apa, itu bukan salahmu , aku minta maaf “ . anak itu tersenyum lalu pergi dengan riang sambil menndekap sebuah buku di dadanya .
Setelah berkeliling cukup lama akhirrnya ia pun menemukan sebuah kursi kosong di sudut ruang baca perpustakaan tersebut , tangannya menarik kursi tersebut namun disaat bersamaan seorang pemuda disampingnya pun melakukan hal yang sama ,hampir saja tangan mereka bersentuhan . keduanya Nampak kaget ,namun dengan cepat pemuda itu berbalik , menyambar tas yang ia titipkan di resepsionis dan pergi. Li- El hanya termenung melihat pemuda itu , namun seperti biasa ia tak terlalu menghiraukan nya . itu tak penting pikirnya .
Siang itu di alun alun kota matahari terasa seperti diatas kepala , para pedagang kaki lima terlihat berteduh di bawah pohon rindang di sepanjang jalan . Arkan Nampak serius dengan Smartphone nya , berusaha menyibukkan diri. Dalam otaknya masih terrgambar jelas wajah gadis itu . entah ,seperti ada sesuatu yang ia berusaha ingat setelah ia meliihat wajah gadis yang tak sengaja ia temui barusan .
Sebuah bola menggelinding didekat kakinya , milik seorang gadis cilik yang menatapnya dari kejauhan . Arkan tersenyum melihat gadis itu , ia berdiri dan memungut bola itu untuk diiantarkan nya pada gadis kecil yang masih menatapnya polos dari kejauhan . “ maaf , itu bola anak saya .” tiba tiba seorang wanita parruh baya menyambar bola ditangan Arkan dengan pandangan sinis , bola matanya seperti sebuah scanner yang bergerak dari bawah keatas mengamati setiap inci dari penampilan Arkan. Wanita itu berlalu tanpa mengucapkan terimakasih sekedar basa basi pada Arkan.
Bibir Arkan menyungging senyum kecut . itu sudah biasa ku dapatkan , pandangan itu , kata kata buruk tentangnku , ah sudahlah . Arkan kembali duduk , matanya menerawaang jauh . Dia tahu , sungguh tahu apa yang membuat orang orang begitu sinis setiap bertemu dengan nya. Wajahnya memang tampan ,dengan tinggi 180 cm, kulit putih serta sedikit lesung di pipi nya. kesan badboy ala anak kota tergambar jelas dari raut wajahnya dan penampilanya . tatto nya terlihat mennyembul di lengan kiri nya,memenuhi hampir separuh tangan nya . juga dibagiaan punggungnya , membentuk dua sayap serta sedikit tulisan yang melingkar hampir separuh lehernya. Tanpa jaket , tato nya akan terlihat dengan jelas apalagi saat ini ia hanya mengenakan setelan celana jeans , kaus hitam polos dan sepatu sneakersnya.
Arkan berdiri dan mengambil tas seta jaket jeans belel nya, ia tak ada niaat untuk memakai nya karna hari itu gerah begitu menyengat kulitnya . ia ikat melingkar di pinggangnya dan pergi . kakinya lunglai menyusuri trotoar alun alun , ia tak tau harus kemana lagi “udahlah kan , mbok ya nurut sama orang tua mu , paklek tau kamu kecewa tapi gak gini juga cara nya , pokoknya nanti nek hatimu udah luluh kamu harus pulang yo le, atau ke rumah paklek saja? Rumah paklek terbuka lebar buatmu le asal kamu mau pulang” suara seorang yang ia panggil paklek itu lagi lagi terngiang dii telinga nya. Hati nya mulai luluh namun sekali lagi ada sesuaatu dalam diiri mya yang menolak ,masih ada rasa marah dan kecewa yang meenurutnya tak kan ada satu orang pun yang akan mengerti nya.
Disaat bersamaan tiba tiba seorang lelaki melemparkan Sesuatu kearahnya lalu lari sekuat tenaga , menghilang di antara gang sempit di celah rumah penduduk . Arkan yang masih belum menguasai keadaan pun hanya termenung melihat lelaki itu pergi . lalu bukkk sebuah bogeman tangan tepat mendarat ke wajahnya . “jancok!!!!salahku apa?” umpat Arkan yang masih bingung dan tak tau apa salahnya . kali ini masa berkumpul semaakin banyak dan mengelilingi nya , beberapa kali wajahnya terkena hantaman tangan masa yang emosi , tangan nya menelungkup melindungi kepala nya . “sudah , sudah bapak bapak ,saya mau lihat orangnya dahulu , saya mohon jangan main hakim sendiri “ seorang gadis berjilbab coklat tua memaksa masuk kedalam kerumunan berusaha menyudahi aksi tonjok pada Arkan yang meringkuk . “ Asttaghfirullah , bukan ini pak orangnya, bukan beliau yang mengambil tas saya ” ujar gadis itu memeriksa , ia menemukan tas nya tergeletak disamping Arkan yang kesakitan , memeriksa nya dan bernafas lega karena isi nya benar benar masih utuh. Masa yang berkumpul pun membantu Arkan untuk berdiri dan meminta maaf , sebagian tak peduli dan berlalu begitu saja . mata Arkan nanar menatap orang orang yang meminta maaf pada nya, ia hanya diam lalu berteriak dengaan keras ”jancok!!!!” ia berbalik lalu pergi . gadis itu yang menyadari kepergian Arkan pun berusaha mengejarnya , mau tak mau ia merasa harus bertanggung jawab atas kejadian yang menimpa Arkan .
Malam itu , Li – El pulang telat ditengah guyuran air hujan , ia tak terlalu peduli jika nanti Bu Nyai nya akan marah pada nya atau menegurnya . pikiran ya sudah terlalu pusing atas banyak nya kejadian yang ia alami hari ini , ibu nya menelpon dan bercerita tentang ekonomi mereka yang sedang susah . meskipun biaya kuliahnya dan hidupnya di pondok pesantren sepenuhnya di tanggung oleh keluarga Kyai nya , ia tetap khawatir tentang keadaan keluarga nya. Sebersit rencana mulai terlintas di kepala nya ‘boyong’ mungkin adalah jalan satu satunya yang harus ia tempuh , ia mendapatkan tawaran bekerja di sebuah café setelah ia ceritkan keluh kesahnya pada heni teman sekampusnya yang memiliki bisnis keluarga yaitu café . Li – El telah memikirkan nya dengan matang , ia akan boyong dari pondok pesantren lalu bekerja paruh waktu di café milik heni . untuk tempat tinggal, heni memperbolehkan nya untuk tidur di mess café . ia memutuskan angkaat kaki dari pondok karena tak mungkin untuk bekerja dan mengabdi dalam waktu yang bersamaan , ia juga sadar jika ia angkat kaki daari sana maka Beasiswa kuliah nya pun akan dicabut. Ia siap ataas semua konsekuensi dari rencana yang ia pikirkan . semua demi bapak dan ibuk , lagipula aku jugaa masih punya adek yang masih harus sekolah , aku ndak boleh egois pikirnya . Li- El menganggukkan kepala nya mantap, mala mini ia harus menyelesaikan semua nya dan besok harus berkemas untuk pindah dan mulai bekerja di café milik heni .namun bagaimana dengan laki laki itu ?
Bersambung