Sasya menatap angka yang tertera di kertas putih dalam map hitam tebal di atas meja. Tertulis jelas angka demi angka yang membuat matanya semakin terbelalak lebar. Di tambah tertera di dalamnya tertulis bacaan surat jual beli. Seketika bulir bening jatuh membasahi pipi tak terbendung. Dadanya tiba-tiba menjadi sesak seperti ada batu besar yang menindih hingga membuatnya kesulitan bernafas.
Sakit sungguh sakit, ketika dirinya mengetahui kenyataan bahwa dia sudah di perjual belikan oleh wanita yang dia panggil ibu, tangannya bergetar memegangi kertas itu yang kemudian kertas itu jatuh ke lantai.
Adakah di belahan dunia ini, seorang ibu yang sanggup menjual belikan anaknya? Meskipun dirinya kekurangan uang. Yang aku tahu, banyak ibu yang memaksa anaknya bekerja dengan keras, tapi tetap saja mereka tidak memperjual belikan, ini…ibuku? Dia telah menjualku entah dengan pria macam apa dengan nominal fantastis, yang mungkin seumur hidup—pun, aku tidak akan sanggup untuk mendapatkan uang sebanya ini dengan kemampuanku sekarang. Mama…kenapa begitu kejam?
“Sudah, cukup drama-dramaanya. Saatnya kau memerankan karakter yang aku butuhkan. Kau tak punya pilihan lain selain menanda tangani kontrak pernikahan denganku dan menjalani kehidupan seperti yang aku mau dengan semua persyaratan tertera di dalamnya, atau kau aku jual di tempat pelacuran paling kejam di dunia ini?” ucapnya dingin, membuat Sasya menoleh kearah suara pria yang begitu tega melontarkan kalimatnya.
Menyadari dirinya sedang di tatap oleh wanita yang akan menikahinya, membuat dirinya kembali tersenyum sinis. “Kau tak perlu menatapku begitu? Kau sekarang tau bukan siapa aku, yang jelas aku bukan seperti pria yang kau takutkan. Aku bukan pria tua yang menjadi kekawatiranmu, jadi segera tanda tangani dan jangan buang waktuku sia-sia, paham kau?” ucapnya lagi tanpa menoleh sedikitpun kearah Sasya.
Sasya tak mampu menjawab kalimat yang di lontarkan pria itu, lidahnya kelu seketika, dia menjadi bisu dalam hitungan detik. Diam mematung meski air mata bercucuran.
“Segera lakukan apa yang aku bilang!!” teriaknya sembari melempar gelas yang ada di tangannya kea rah Sasya dan hampir mengenai Sasya, lalu gelas itu menghantam dinding hingga mengeluarkan bunyi berserakan karena pecahannya berserakan di lantai.
Karena masih merasa tak di indahkan, pria itu bangkit berdiri dan mendekat kearah Sasya yang masih mematung dengan wajah pucat dan tubuh mengigil. Tangannya mencengkeram wajah cantik Sasya, hingga membuat Sasya tersentak dan menatap pria itu.
“Kau!! Jangan menatapku dengan tatapan seperti itu. Aku tidak sudi mendapat tatapan seperti itu. Paham kau?!” serunya sembari menghempaskan Sasya ke atas sofa hingga membuat Sasya jatuh tersungkur di atas sofa.
Tak puas dengan aksinya, dia menarik paksa rambut Sasya sembari berkata. “Jangan membuatku menunggu, cepat tanda tangani surat kontrak pernikahan kita, lalu jalani peranmu sebagai istri seorang menteri sekaligus pengusaha terkenal. Indah, bukan?!” geramnya dengan gigi menggeretak.
Dosa apa yang pernah aku lakukan Tuhan, hingga aku begitu tersiksa begini…
“Kalau kau tak mau menanda tangani surat kontrak ini, kau harus bersiap ayahmu mati di bunuh saat ini juga…” ucap pria yang mengatakan dirinya seorang pejabat negara itu dengan menyodorkan sebuah ponsel kearahnya. Matanya terbelalak seketika ketika melihat seorang pria di atas gedung menggunakan sniper mengarahkan senjatanya kearah ayahnya yang sedang bekerja di kantor.
“Papa…” gumamnya lalu dia menatap pria itu dengan tatapan jijik “Apakah papaku juga terlibat dalam memperjual belikan aku?”
Pria itu menggeleng. “Tidak, semua ini adalah ulah adik dan ibu kandungmu. Jadi, kalau kau mau menyelamatkan ayahmu, segera tanda tangani, atau setelah aku menembak ayahmu lewat orangku, kau harus berada di tempat pelacuran paling kejam di dunia ini? Silahkan pilih….”
Tak menunggu lama, tangan Sasya meraih pena dan menanda tangani surat itu, dengan air mata yang mengalir deras meratapi hidupnya.
“good Job!!” serunya dengan tawa menggema mengisi seluruh isi ruangan. “Oke, mulai sekarang, tugasmu adalah melakukan semua yang tertera di dalam map di bawahnya. Kau harus memerankan karakter dengan sempurna, atau aku akan membasmi seluruh keluarga besarmu tanpa tersisa?”
Sasya menggigit bibir bawahnya, dia ingin berteriak tapi bibirnya tak sanggup untuk melakukannya. Hingga pria itu menjauh dan membuka pintu lalu berbisik pada wanita yang menjadi pengawal pribadi Sasya. Tak lama berselang, wanita tangguh itu memasuki kamar dan mendekat kearah Sasya.
Dia meraih jemari Sasya dan berbisik perlahan. “Nona, sebentar lagi juru make up akan memasuki ruangan ini, karena dia adalah petugas professional yang Tuan sewa, mohon Nona menjaga sikap. Semua yang baru saja Tuan jelaskan, anggap tidak terjadi apapun. Jangan sampai orang luar mengetahui apa yang terjadi di dalam kamar beberapa menit lalu…” wanita itu menutup map dan menyimpannya ke dalam laci meja di sisi sofa. Lalu dia mengusap air mata Sasya dan memeluknya erat. Setelah memastikan Sasya tak lagi mengeluarkan air mata dia bergegas untuk bangkit dan berjalan menuju lemari dan membawakan sebuah gaun mewah keluaran brand ternama kearah Sasya, dan menuntun Sasya menuju kamar mandi mewah penthouse hotel, beberapa menit waktu yang dia butuhkan membantu memandikan Sasya yang hanya menurut seperti boneka, membuatnya mudah melakukan semuanya. Setelah selesai dan meminta Sasya berbaring di atas ranjang di mana sang menteri termuda di Indonesia, lalu dia berjalan menuju pintu setelah menerima panggilan ponsel, lalu membawa empat orang make up professional untuk masuk ke dalamnya.
Dua jam berselang, akhirnya Sasya telah selesai di rias dan menjadi wanita yang sangat cantik mengenakan gaun pengantin yang elegan dan mewah yang telah dia kenakan. Setelah menyelesaikan tugasnya, para team make up professional meninggalkan kamar itu dengan wajah puas karena hasil karya mereka di tubuh Sasya begitu sempurna, di tambah keromantisan yang mereka saksikan di antara sepasang calon pengantin. Dan beberapa kali mereka mengabadikan moment romantisme mereka sebagai dokumentasi pernikahan mereka yang telah di percaya sebagai wedding organizer oleh sang menteri.
Tak berselang lama, sang Menteri Pariwisata itu akhirnya berada di ballroom hotel untuk melaksanakan akad pernikahan yang di hadiri oleh Presiden dan sejumlah pejabat penting negara ini.
Akad nikah berlangsung lancer dan khidmat. Dimana ayah Sasya mewakilkan kepada wali hakim. Pernikahan itu seperti pernikahan pejabat penting lain atau putra putri pejabat Indonesia dimana presiden Republik Indonesia yang menjadi saksi perniakahan beserta wakil presiden dan panglima TNI serta Kapolri. Semua tamu undangan yang mayoritas dari kalangan pemerintahan memuji kecantikan sang mempelai wanita yang di poles sederhana namun terlihat anggun, hingga membuat, Braga Wisnu Pramono sang menteri Pariwisata bangga seketika dengan pilihannya.
Senyum bahagia yang di tampilkan Braga terlihat sempurna, berbeda dengan Sasya yang berusaha dengan keras menahan air matanya manakala menatap tawa bahagia sang ibu dan adiknya yang di damping sang calon suami.
Waktu terus berlalu, pernikahan yang di lakukan secara tertutup dan hanya di hadiri oleh pejabat penting akhirnya berlalu, kini mereka telah kembali ke dalam kamar dengan pengawalan ketat.
Setelah mengantar Sasya ke dalam kamar, Braga langsung berjalan menuju keluar tanpa meninggalkan sepatah katapun. Dia berjalan menuju ruangan dimana sahabat-sahabatnya telah menantikan kehadirannya.
“Oho…bapak Menteri kita yang baru saja menjadi pengantin baru, mala mini kita nikmati kebersamaan sejenak, tenang…ruangan sudah steril dari kamera, kita bisa menjadi diri kita sendiri di ruangan ini…” ucap salah seorang pria dengan di dampingi wanita cantik berpakaian sexi yang tengah menggelayut manja padanya.
“Sialan, lo. Kenapa harus bawa piaraan ke ruangan ini? Gue pengen menikmati kebersamaan kita…” ucap Braga, lalu seketika pria itu bangkit dan melempar wanita itu keluar ruangan setelah sebelumnya berbisik kepada sang wanita.
Sepeninggal wanita itu, mereka menikmati party alcohol hingga larut malam, mereka tertawa bahagia dengan iringan music yang menambah semangat mereka. Berbeda jauh di dalam kamar, tampak Sasya tengah menangis tersedu dengan posisi duduk di lantai dan bersandar di bawah ranjang meratapi nasibnya. Berkali-kali Farra mencoba menenangkan Sasya tapi dia tak juga berhasil hingga Braga datang dalam keadaan setengah mabuk meminta Farra meninggalkan kamar mereka.
“Heii…istriku, apa yang kau lakukan di sana? Datang kepadaku dan jadilah pelacurku malam ini, kau sudah terbiasa bukan melayani laki-laki? Jadi layani aku seperti kau melayani pria-priamu di luaran…” ucapnya dengan suara tawa menggelegar.
Kalimat yang terasa menyakitkan bagi Sasya membuatnya semakin menangis. Tapi, pria itu justru mendekatinya dan menariknya dengan paksa lalu menghempaskannya di atas ranjang. Dia membuka gaun yang di kenakan Sasya dengan paksa tanpa ampun.
“Ini malam pengantin kita, jadi hentikan air matamu, dan jadilah binal seperti kau dan priamu di ranjang. Karena mulai sekarang, aku adalah priamu dan hanya aku satu-satunya atau mereka akan mati aku buat…” gertaknya sembari menggerayangi tubuh mulus sang istri. Matanya begitu liar ketika melihat sesuatu yang menonjol di balik bra yang di kenakannya, dengan kasar tangannya meraih itu dan memasukkan ke mulutnya dengan rakus, dengan mata merem melek