Pagi hari seperti biasa Erick akan berangkat kuliah, hari ini ia ada kelas yang mengharuskannya datang ke kampus pukul 8 pagi. Ia mengayuh sepedanya di sepanjang jalan, jarak tempuh menuju ke kampus sekitar lima belas menit perjalanan.
Sesampainya Erick di sana, ia memarkirkan sepedanya di parkiran. Beberapa mahasiswa lain lebih memilih untuk menaiki bus kota, berjalan kaki bagi yang tinggal di area asrama, ataupun mengendarai mobil pribadi bagi yang berada.
Ia berjalan di koridor gedung, memasuki satu ruangan yang sudah terdapat ramai mahasiswa. Kedatangan Erick bagaikan orang asing yang baru saja mendarat di bumi, ia menjadi pusat perhatian, hampir semua teman sekelasnya menatap dirinya.
Lalu ada pula yang berbisik-bisik, Erick sudah bisa menduga hal ini, pasti mereka juga mendengar berita yang beredar.
"Dia sedang menjadi perbincangan," bisik salah satu mahasiswi.
"Ya, apa dia adalah dukun yang bisa meramal kematian? Hahaha..." Sebuah tawa terdengar mengejek.
Erick hanya diam, ia duduk di kursinya mengabaikan ocehan sekitar.
Zack, pemuda yang selalu meremehkan Erick mendekat, senyuman sinis terukir dari bibirnya.
"Erick Swan, namamu menjadi trending topic di berita, apa kau merasa puas?" tanyanya.
Erick melirik Zack dengan malas, pemuda itu selalu saja mengganggu dirinya.
"Menyingkir lah, tolong jangan menggangguku." pinta Erick pada Nino dan Zack.
"Woah, kau berani mengusirku setelah namamu menjadi populer? Hebat sekali." Zack bertepuk tangan pelan, ia memincingkan matanya menatap pemuda itu.
Detik selanjutnya Zack menarik kerah baju Erick hingga sang empunya meringis pelan, mata Zack memelotot pada Erick.
"Dengar! Kau bukan siapa-siapa, jangan sok menjadi pahlawan. Aku tidak yakin jika kau benar-benar bisa melihat kematian orang lain, kau hanya mengada-ada." Zack menyentak dengan suara yang cukup keras.
Sontak saja para mahasiswa lain pun terdiam mendengar sentakan itu, mereka tidak berani ikut campur jika Zack sudah beradu mulut.
Nino juga hanya melihat saja dengan tangan bersedekap. Pria itu juga tidak mau ikut campur, biarlah Zack yang memberi pelajaran berharga pada si montir Erick.
Erick menatap mata Zack tak kalah tajam juga. "Aku tidak peduli jika kau tak percaya, aku tidak butuh pengakuanmu."
Mendengar jawaban berani dari Erick membuat Zack semakin membara-bara. Tangannya bergerak hendak memberikan bogeman mentah pada pemuda itu, tapi Erick lebih dulu menepisnya.
Erick juga tidak tahan lama-lama menjadi bahan perundungan Zack, selama ini ia memang diam, tapi kedepannya Erick tidak mau mendapat perlakuan semena-mena dari Zack lagi. Cukup sudah kesabarannya selama ini, ia tak sudi lagi.
Ercik bangkit berdiri, ia langsung memundurkan tubuh Zack hingga terjerembab pada tembok.
"Dengar! Aku tidak pernah mengganggumu, jangan mengusikku lagi. Zack Kylian, aku benar-benar membencimu." tukas Erick dengan nada tajam miliknya.
Mendengar penuturan Erick yang serba tiba-tiba itu sontak saja membuat Zack terdiam, entah kenapa rasanya ia agak gemetar ketika mendapat tatapan itu dari Erick.
Aura Erick sekarang seolah-olah telah berubah, menjadi lebih tegas dan cukup mengerikan.
Erick kembali duduk dikursinya, semua mata memandangnya dalam diam. Mereka juga merasakan atmosfer berbeda kala mendengar suara tegas dari pemuda itu.
Untungnya tak berselang lama ada Dosen yang masuk, kelas pun dimulai dengan lancar.
Dengan peringatan itu, Erick berharap agar Zack tidak lagi mengganggu dirinya.
Dosen laki-laki berusia limapuluh tahun itu mengajarkan tentang perihal otomotif, kala mata Erick bertatapan dengan dosennya, ia melihat pantulan pemandangan kematian dari sosok baya itu.
Erick terdiam di tempatnya, sementara Dosen bernama Mr. Fernand itu hanya menatap Erick dalam diam. Ya, Erick bisa melihat bagaimana proses kematian dosennya, Mr. Fernand akan di bawa ke rumah sakit karena komplikasi jantung, akan tetapi nyawanya tidak tertolong.
Satu setengah jam pelajaran membuat Erick tidak tenang, ia terus-terusan mencuri-curi pandang pada Mr. Fernand untuk memastikan bahwa pria tua itu tidak tergeletak pingsan di ruang kelas. Dari penglihatannya, kira-kira kejadian kematian tidak lama lagi, sekitar dua hari yang akan datang.
"Saya harap kalian bisa memahami pembelajaran kali ini, untuk seterusnya belajar lah yang rajin dan lulus dengan nilai memuaskan. Selama saya mengajar pastinya memiliki banyak kesalahan, mohon dimaafkan." ujar Mr. Fernand pada para mahasiswanya.
"Ya, Sir." jawab mahasiswa.
Tidak ada yang bisa menangkap arti dari perkataan Mr. Fernand, kecuali Erick. Kalimat yang disampaikan dosennya terkesan seperti sebuah perpisahan, benar seklai dugaannya.
"Saya tutup kelas hari ini, selamat pagi." Mr. Fernand keluar dari ruang kelas.
Dengan buru-buru Erick mengejar dosennya yang sudah berada di lobi, ia ingin memberitahu perihal kematiannya itu.
"Mr. Fernand," ujar Erick.
Pria tua itu menghentikan langkah kakinya, ia berbalik dan menatap Erick dengan pandangan datar.
"Apakah ada materi yang tidak kau pahami?" tanya Mr. Fernand.
Erick menggelengkan kepalanya pelan. "Bukan, hanya saja ada yang ingin saya sampaikan pada Anda."
Mr. Fernand menghela napas pelan lalu berkata, "Apa mengenai kematianku?"
Erick luar biasa kaget saat Mr. Fernand justru mendahuluinya, bagaimana bisa pria itu tahu?
Mr. Fernand tersenyum kecil melihat keterkejutan Erick, penyakit ini memang sudah lama ia derita jadi tidak mengherankan bahwa kematian akan segera datang menjemput.
"Aku sudah menderita penyakit ini sejak lima tahun lalu, tidak heran jika Dokter memvonis hidupku tak bertahan lama lagi. Erick, kau adalah pemuda dengan kemampuan yang hebat, aku sangat salut padamu."
"Anda mengetahui tentang kemampuan saya?" tanya Erick.
"Tentu saja, berita mengenai dirimu sudah menyebar. Ketahui lah, kau memang memiliki kemampuan istimewa, tapi kematian tetap berada di tangan Tuhan, aku sudah ditakdirkan untuk mati sejak dari bertahun-tahun lalu, tidak ada yang bisa menyelamatkan diriku bahkan obat ataupun dokter sekali pun." Balas Mr. Fernand.
Erick terdiam mendengar ucapan dosennya, memang benar. Tidak semua kematian bisa Erick selamatkan, ada pula kasus yang mana ia tak bisa berbuat apa-apa. Hidup dan mati seseorang tetap berada di tangan Tuhan, ia tak bisa merubah takdir.
Mr. Fernand menepuk pundak Erick dengan pelan. "Jika boleh tahu, kematian seperti apa yang kau lihat pada diriku?"
"Anda memiliki penyakit jantung lalu dibawa ke rumah sakit, selanjutnya..." Erick tidak bisa melanjutkan kata-katanya.
Mr. Fernand mengangguk mengerti, sedikitnya ia agak tegang mendengar proses kematiannya sendiri.
"Apakah keluargaku akan datang dipemakamanku?" tanya Mr. Fernand.
"Ya, ada seorang wanita yang menangis di makam Anda." jawab Erick.
Mr. Fernand mengulas senyum. "Ahh, aku merasa senang karena mantan istriku ternyata masih mencintaiku. Baiklah, terima kasih telah memberitahu hal ini padaku, Erick."
"Sir Fernand, saya turut berduka."
Mr. Fernand terkekeh pelan karena merasa lucu, bahkan dirinya masih hidup saat ini, tapi sudah mendengar ucapan duka.
Obrolan itu diakhiri dengan pamitnya Mr. Fernand untuk kembali ke ruang kerjanya, Erick hanya bisa menghela napas pelan. Ia sadar tidak boleh mendahului kuasa Tuhan, Erick hanya bisa membantu, bukan memegang kendali atas kuasa yang maha kuasa.