Hari Pertama

1106 Words
Sore itu Kana langsung melakukan tugasnya. Dia dekati anak-anak Caroline yang sedang bermain di kamar bermain. Ada yang membuat perasaan Kana heran dengan sikap Caroline yang sangat cuek dengan anak-anaknya, dan anak-anaknya yang juga tak acuh dengannya. Caroline langsung saja menghindari dari anak-anaknya begitu Kana datang mendekati mereka. Caroline pergi entah ke ruang mana setelah membiarkan Kana di ruang luas itu. Kana memutuskan mendekati Jake yang asyik main sendiri. Perasaan Kana langsung iba melihat bayi setahun lebih itu sedang duduk memainkan mobil-mobil busanya. "Mbil. Mbil." Kana tertawa kecil mendengar suara kecil Jake. Dia dudukkan Jake di atas pangkuannya. "Mo bil," ajar Kana dan memainkan salah satu mobil di hadapan Jake. Kana sekilas memperhatikan dua gadis centil yang cekikikan melihatnya dan berbisik-bisik. "Sini. Yuk," ajak Kana. Dua gadis itu mendekati Kana. "Hm ... Mbak lupa yang mana Jillian dan mana Jordan," ujar Kana lembut. Dia sudah diperkenalkan Caroline dengan dua anak perempuan dan hanya mengingat nama. "Aku Jordan," ujar gadis yang ukuran tubuhnya lebih kecil. "Aku Jillian," ujar yang satunya lagi. Tubuhnya sedikit lebih besar. "Mana kakak mana adik?" tanya Kana lagi. "Jordan adik. Aku kakak," ujar anak perempuan bernama Jillian. "Jordan kelas satu, aku kelas dua," lanjut Jillian. Kana usap-usap kepala dua anak itu. Dia takjub melihat mata-mata dua bocah itu yang berwarna kecoklatan. Sepertinya keduaorang tua mereka merupakan campuran dari negara lain. Ah, Kana ingat Caroline yang berwajah indo campuran, berhidung mancung dan berkulit kemerahan. "Kamu?" tanya keduanya hampir bersamaan. "Panggil Mbak Kana," jawab Kana. "Nnnnaa." Kana terperanjat. Jillian dan Jordan juga ikut terperanjat mendengar adik mereka bersuara. "Hm ... kakak Clay mana?" tanya Kana. Dia tidak melihat anak belasan tahun di ruangan itu. "Tidur," jawab Jordan. "Oh. Emang kamarnya di mana?" tanya Kana. Dia baru sadar seharusnya Caroline menunjukkan kamar-kamar anak-anaknya. "Di luarlah," jawab Jillian malas. "Oh...." Kana memutuskan tidak menyuruh Jillian menunjukkan kamar Clay. "Nanti kamu liatkan Mbak di mana kamar kamu ya?" Jillian dan Jordan mengangguk. "Mbak Kana gendut banget ya," celetuk Jordan. Kana tertawa kecil. "Boleh pegang perut Mbak," ujar Kana. Dia sudah terbiasa disebut gendut. Wajah Jordan dan Jillian berubah kaget. Keduanya lalu berebut memegang perut besar Kana. Jillian bahkan hampir menyentuh buah d**a Kana. "Hm ... biasanya sore ini kalian main-main begini?" tanya Kana. "Nggak tau. Kan harusnya Mbak yang atur. Kita ikut aja," jawab Jillian. Kana mengernyitkan dahinya. Jawaban Jillian sangat menarik dan menurutnya Jillian anak yang penurut dan cerdas. "Oh. Oke. Gimana kalo kita atur sama-sama," ujar Kana. Jillian dan Jordan saling pandang. "Gimana caranya?" tanya keduanya dengan wajah memelas sekaligus bingung. "Yah. Nanti kalian atur jam ini maunya apa, jam ini mau main atau mau belajar. Mbak juga ikut atur." "Oh ... Gitu ... Ok ... Mau," ucap Jillian dan Jordan. "Jangan lupa jadwal sekolah kalian dan pelajaran yang kalian anggap sulit di sekolah." Jillian dan Jordan manggut-manggut. Kana tersenyum melihat sikap keduanya bak kembar, padahal usia mereka berjarak hampir dua tahun kata Caroline. Tak lama kemudian, muncul seorang perempuan setengah baya dengan membawa baki yang di atasnya ada minuman dingin dan makanan kecil. Kana langsung mengira bahwa ibu itu adalah ART rumah tangga Caroline. Ibu itu memakai seragam khusus. "Wah. Pada asyik ngumpul di sini ya. Silakan Mbak Kana," ujar Ibu itu seraya meletakkan baki di atas meja yang berada di dekat Kana. "Terima kasih, Bu," ucap Kana. Dia cepat menduga bahwa Caroline sudah memberitahu namanya ke Ibu tersebut. "Saya Ima. Panggil Bu Ima," ujar Bu Ima sambil menyerahkan tangannya. Kana menjabatnya dengan senang hati. Dari cara bicaranya Bu Ima adalah orang yang baik. Bu Ima sekilas melirik Jake yang tampak diam duduk di atas pangkuan Kana. Bu Ima ikut duduk bersimpuh di dekat Kana. "Bu Carol pesan ke saya, Mbak Kana jangan lupa besok bawa berkas-berkas data diri yang lengkap. Kemudian, bawa perlengkapan Mbak Kana." "Baik, Bu." "Hm ... Mbak Kana kan katanya kuliah." "Iya, Bu." "Kata Bu Carol Mbak Kana juga sertakan kartu identitas bahwa Mbak sedang kuliah, sama transkrip nilai terakhir." "Oh...." Kana sedikit terperangah. "Sebenarnya kan yang diterima itu yang sudah sarjana. Kalo Bu Carol sih nggak masalah dengan Mbak Kana. Tapi ini maunya Bapaknya anak-anak yang di Jerman, dia kepinginnya yang sarjana." "Oh...." Kana merasa sedikit heran kenapa dia yang dipilih Carol. Bu Ima semakin mendekati Kana ingin membisiki sesuatu. "Begini, Mbak. Bu Carol kan temannya Bu Kintan. Pengasuh yang bekerja di sini sebelumnya ngeluh karena pekerjaannya banyak katanya. Kurang telaten juga. Anak-anak kurang suka. Orangnya cepat tersinggung. Trus, Bu Carol hubungi Bu Kintan di Kanada, yah ... nanya-nanya Mbak Kana." "Oh. Begitu...." Kana mengerti kenapa dia yang dipilih Caroline. Kana lirik Jillian dan Jordan yang ikut serius mendengar apa yang dibicarakan Bu Ima ke Kana. Kana merasa geli melihat wajah usil keduanya. "Mbak Kana Ndut," decak Jillian dengan mata usilnya. "Tuh. Suka ejek-ejek begitu. Jadi yang sebelumnya itu...." "Mbak Lian kurus kerempeng kayak tengkorak idup," potong Jordan sambil memainkan jari-jarinya. Tatapannya terlihat kosong entah apa yang dia pikirkan. Bu Ima memainkan matanya ke arah Kana, memberi kode bahwa apa yang dia katakan itu benar adanya. Kana tersenyum tipis. "Mbak Kana gendut kayak beruang kutub lagi eek di atas padang salju...." "Udah, Jordan," cegah Bu Ima cepat. Jordan Jillian cekikikan sambil menutup mulut masing-masing. Kana malah mengusap-usap kepala keduanya. Dia sudah terbiasa diejek-ejek. Tampak Bu Ima menghela lega. Dia yakin Kana bisa diandalkan. Kana terenyuh melihat Jillian dan Jordan. Sepertinya mereka butuh bimbingan. Lebih sedih lagi melihat Jake yang betah duduk di atas pangkuannya. Dia merasa Bu Carol tidak mempedulikan mereka. Entahlah. Tak lama kemudian, muncul seorang perempuan muda yang berseragam sama dengan Bu Ima. Dia tersenyum sejenak ke arah Kana, hendak meraih Jake. "Ini Tia. Yang kerja di sini juga. Pengasuh sementara Jake dan anak-anak. Dia ini tugasnya beberes kamar. Tapi kalo Mbak Kana sudah menetap di sini, kamar anak-anak adalah tanggung jawab Mbak Kana," jelas Bu Ima. Tiba-tiba Jake menangis saat perempuan itu mendekap tubuhnya. Jake memutar tubuhnya menghadap Kana. "Ya ampun. Udah mambu Mbak Kana ini," decak Bu Ima kagum. Kana tersenyum hangat. Jiwa keibuannya jadi menggebu-gebu. Dia usap-usap punggung kecil Jake. "Mau saya mandikan dulu, Mbak," ujar Tia. Jake peluk Kana kuat-kuat. Tangan mungilnya mencengkram bahu Kana. Dia merengek tidak mau beranjak dari tubuh Kana. "Nggak papa, Mbak Tia. Biar saya yang mandikan nanti." Tia dan Bu Ima saling pandang. "Saya mau tunjukkan Mbak Kana tentang rumah ini. Mana kamar anak-anak, dapur, ruang main, ruang belakang. Ruangan yang sering dipakai saja." Kana yang masih mendekap Jake, berdiri dari duduknya dengan cepat. "Nggak papa, Bu. Sambil bawa Jake saja." Bu Ima tersenyum lebar. Kana sepertinya tidak ingin anak-anak menangis tanpa alasan. "Tia. Kamu ajak Jillian dan Jordan mandi," suruh Bu Ima ke Tia. "Baik, Bu Ima." Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD