Waktu sudah merangkak melewati tengah malam, namun setumpuk beban yang menggelayut di pikirannya membuat Elina tidak bisa tidur. Bagaimana mungkin dia bisa terlelap, sedang setiap kali matanya mulai terpejam bayang-bayang mereka seperti berkelebat datang silih berganti. Mereka, orang-orang yang tiba-tiba hadir di hidupnya dan memaksa untuk diakui sebagai keluarga.
Perlahan Elina menyingkirkan lengan Atha yang merengkuhnya dari belakang, lalu turun dari tempat tidur. Dia masih sempat menatap wajah tenang calon suaminya yang sedang terlelap pulas, sebelum kemudian melangkah ke arah pintu. Namun, baru saja keluar dari kamarnya Elina justru dibuat melongo melihat Xena yang duduk bersila di karpet, dengan banyak makanan di atas meja ruang tamu.
“Kamu jam segini bukannya tidur malah mukbang,
