Bab.2 Gairah Satu Malam

1837 Words
Siapa sebenarnya Satria? Si calon pengantin yang malam itu menggelar pesta lajang di private room nightclub elite Mirror? Satria Iin adalah anak angkat pemilik perusahaan LinZone dimana Atha bekerja. Pria yang dulunya juga penikmat cinta satu malam, namun sialnya sekarang justru beruntung berhasil mendapatkan Rena. Bisa dibilang, pesta lajang ini juga pesta patah hati bagi Atha yang sampai kini masih gagal move on dari Rena. Bertahun-tahun berharap masih bisa mendapatkan kembali hati mantan terindahnya itu, tapi besok dia justru harus rela melihatnya dinikahi pria lain. “Tumben, ada apa dengan El?” Bukan hanya Abimanyu, tapi mereka semua juga bertanya-tanya melihat El yang sejak datang lebih banyak diam dan bersentuhan dengan alkohol. Sambil menceritakan tentang kejadian tadi siang, mata Atha menatap lekat Elina yang sepertinya mulai mabuk. Secara agama sekretarisnya itu sudah berstatus janda, karena suaminya telah menjatuhkan talak. Putusan pengadilan minggu depan hanya pengesahan perceraiannya secara hukum, juga tentang gugatan harta gono-gini El saja. “Dia datang sama kamu, nanti pulangnya juga harus kamu antar dengan selamat sampai apartemennya!” bisik Satria. Atha mendecak keras, lalu mendorong muka pria menyebalkan itu menjauh. “Kenapa harus ada embel-embel dengan selamat?” Itu bukan pertanyaan, tapi protes kesal Atha karena dua kalimat yang membuatnya merasa dicurigai. “Karena aku khawatir kamu sengaja membawa El nyasar ke ranjangmu. Ingat! Dia sekretarismu dan juga teman kami, bukan kupu-kupu yang sering kamu keloni!” ucap Satria. “Sialan! Aku buaya yang punya etika, nggak bakal asal nyaplok.” balasnya ketus, tapi Satria justru tertawa terkekeh. Dan Elina pun benar-benqar mabuk. Atha sampai terpaksa melepas jaketnya untuk menutupi paha El karena gaunnya yang pendek. Namun, entah mimpi apa dia semalam hingga Elina yang sudah teler tiba-tiba bangun dan menatapnya lekat. Mereka tertawa ngakak melihatnya tidak berkutik menjadi sasaran sosoran bibir Elina. Andai saja tidak ada mereka, Atha pasti tidak akan keberatan membalas ciuman panas Elina. Sepanjang pesta malam itu, Atha mati-matian menahan pangkal pahanya yang mengeras dan cenat-cenut karena Elina justru tidur di pangkuannya. Untung saja pesta itu hanya untuk teman-teman terdekat mereka, jadi Atha tidak perlu menanggung malu. “Tidak apa-apa kan kalian berdua diantar anak buahku?” tanya Xena saat pesta sudah bubar dan mereka bersiap pulang. “Tidak apa,” gumam Atha yang duduk di bangku belakang bersama Elina. “Aku sudah minta dia untuk membantumu mengantar El naik ke apartemennya,” seru Xena lagi. Rena sempat melongok memastikan keadaan Elina, sebelum kemudian mobil Atha melaju meninggalkan halaman nightclub. “El, bangun!” panggilnya mencoba membangunkan Elina. Atha yang juga minum banyak hanya mendengus. Bukannya bangun, kepala El justru semakin merosot turun ke bahunya. Beberapa kali wanita berwajah cantik itu nyaris terjungkal karena tidak kuat menyangga beban tubuhnya yang lemas. “El …” panggil Atha lagi dengan mata nyaris terpejam. “Hm …” gumam Elina lirih, lalu mendusel masuk ke pelukan Atha. Nafas Atha tercekat, jantungnya berdegup kencang karena d**a Elina yang menempel lekat dengannya. Tangan wanita itu melingkar mendekap perut Atha, tampak benar-benar nyaman tidur di pelukan bosnya, tanpa memikirkan otak Atha yang hampir gila. “Sialan kamu, El!” umpatnya kesal, sementara sopir di depan melengos menyembunyikan tawa gelinya. Yang benar saja, dia juga pria normal. Mana mingkin tidak akan terangsang dengan semua ulah Elina yang sejak tadi terus memancing birahinya, apalagi tubuh dan otaknya sudah teracuni alkohol. Sesampai di depan lobi apartemen Elina, Atha kembali membangunkan sekretarisnya itu. “El! Elina ….” panggilnya mengusap pelan wajahnya. “Hm …” sahutnya menggumam lirih. “Bangun! Kita sudah sampai!” Mata Elina perlahan membuka, tampak mengernyit menatap Atha. Anehnya, dia tampak biasa saja meski bangun dalam keadaan tertidur di pelukan Atha. “Ayo aku antar naik!” “Ini dimana?” tanya El bingung. “Apartemenmu,” jawab Atha. Dengan dibantu sopir, Atha pun memapah Elina masuk. Agak sempoyongan karena Atha sendiri juga dalam keadaan mabuk. Selama di dalam lift mata Athaya nyaris tidak bisa lagi untuk melek. “Hati-hati, nanti jatuh!” tegur Atha melihat Elina yang ingin berjalan sendiri keluar dari lift. Unit yang ditempati El letaknya tidak jauh dari lift. Dengan susah payah dia mengernyit menekan sandi pintu apartemennya, hingga akhirnya bisa terbuka. “Kamu tunggu disini dulu, aku antar dia masuk sebentar!” ucap Atha ke sopirnya yang kemudian mengangguk. El sempoyongan nyaris jatuh menubruk sofa kalau saja tidak segera ditangkap oleh Atha. “Kamarmu yang mana?” “Situ!” jawab El dengan susah payah menuding ke pintu tak jauh dari sana. Tangan Atha merangkul pinggang El erat, lalu kembali memapahnya menuju kamar yang dia tunjukkan. Namun, Elina kembali bikin ulah. Belum juga mereka sampai depan pintu kamar, dia tiba-tiba membekap mulut. Melihat itu Atha panik. Belum sempat dia berpikir harus bagaimana, Elina sudah menyemburkan muntahannya tepat ke tubuh bosnya. “Sial!” umpatnya keras dengan raut jijik setengah mati. Bau khasnya yang menguar membuat Atha mual ingin muntah. Tubuh El luruh, nyaris terjerembab ke lantai. Susah payah Atha akhirnya bisa membawanya duduk di sofa, lalu dia melangkah menemui sopir yang masih menunggu di luar pintu. Pria itu menoleh, lalu meringis melihat Atha yang muncul dengan tubuh bau dan belepotan muntahan. “Di bagasi mobil ada tas berisi baju, tolong kamu ambilkan. Nanti letakkan saja di depan pintu sini, lalu kamu pergi dulu! Aku bisa pulang sendiri,” titahnya. “Baik Pak,” sahutnya mengangguk, lalu bergegas pergi. Mata Atha kembali menatap kemejanya yang kotor dan bau. Tidak, bukan hanya kemeja, tapi sekujur tubuhnya juga. Setelah menutup pintu dia kembali masuk, namun Elina sudah tidak terlihat lagi di sofa. “El! Elina …” Atha berdiri di depan pintu kamar yang pintunya sudah terbuka lebar. Gelap, lalu terdengar barang jatuh dan suara El yang mengaduh. Atha menekan saklar lampu di tembok dekat pintu. Begitu keadaan berubah benderang, dia mendapati El duduk meringis di lantai. “Bikin ulah apalagi kamu, El?” Atha lebih dulu menanggalkan kemejanya, sudah tidak tahan lagi baunya yang menyengat. Kepalanya sendiri juga pusing bukan main, masih harus mengurus Elina yang mabuk dan tidak berhenti membuat ulah. Langkah Atha sedikit sempoyongan saat mendekat menghampiri Elina. Sekarang dia bingung, bagaimana harus mengganti baju sekretarisnya yang juga kotor terkena muntahan itu. “Ayo naik ke tempat tidur! Lantainya dingin, nanti masuk angin.” Atha berjongkok, kemudian merangkul Elina dan memapahnya bangun. Namun, El kembali mual dan membekap mulutnya. Atha segera membawanya ke kamar mandi, tapi tetap saja telat hingga muntahannya mengenai gaun El. Sumpah demi apa Atha ingin sekali pergi dari sana. Seumur-umur baru kali ini dia direpotkan harus mengurus wanita mabuk seperti ini. Tanpa berpikir panjang dia menarik Elina ke bawah shower dan menghidupkan airnya, merangkul pinggangnya berguyur air dingin supaya otak mereka sama-sama bisa sedikit lebih waras. Salah, apa yang Atha lakukan justru membuatnya terjebak dalam pesona Elina. Melihat wajah cantiknya dengan rambut panjang basah dan mata sayu menatapnya seintim itu, tak urung menyulut gairah Atha. Menelan ludah kasar, ibu jari Atha membelai lembut bibir merah yang tadi membuatnya melayang dengan ciuman panas di hadapan banyak orang. “El …” Darah Atha berdesir panas, jantungnya berdetak menggila saat Elina justru mengulum jarinya dan menjilat di dalam sana. Sorot matanya yang menantang, menghentak gejolak birahi yang terlanjur membakar Atha tanpa ampun. “Aku sudah mati-matian menghindar, kenapa kamu malah sengaja menggodaku?” gumam Atha. Hening, hanya gemercik suara air dan hembusan nafas mereka yang mulai tersengal diburu hasrat. Saling tatap, berdiri di tengah perang batin antara iya dan tidak. Sialnya, Elina semakin kurang ajar memeluk leher Atha dan mulai mengendus di sepanjang lehernya yang kaku. “Berhenti, El! Jangan memancingku untuk menjamahmu!” Dan nyatanya peringatan itu justru Elina balas dengan kecupan di rahang, menelusur menyapa bibir Atha yang berkedut dengan ciuman. Tubuh Athaya seperti tersengat menikmati sentuhan jemari El yang dengan gemulai membelai tengkuknya. Gesekan kulit telanjangnya dengan d**a menonjol menantang itu, membuat Atha tidak bisa lagi mempertahankan kewarasannya. Dia mendorong tubuh Elina memepet dinding, mengurungnya tanpa memberi kesempatan untuk lari lagi. “El …” panggilnya terengah dengan tatapan laparnya. “Hm, ingin menjamahku?” gumam Elina membalas tatapan bosnya. Mata Atha mengerjap. Jemarinya mengusap lembut wajah cantik Elina, menelusur turun merambat di sepanjang leher jenjangnya dan kemudian berhenti di ujung resleting gaun yang El kenakan. “Bercintalah denganku!” Elina tersenyum, menyambut ajakan pria itu dengan mendongak dan mata terpejam. Atha menunduk, menyambar bibir manis yang El tawarkan untuk dicicipi. Dia bahkan tidak lagi berpikir dua kali menarik turun resleting di punggung Elina, dan menyingkirkan gaun itu hingga membuatnya leluasa menatap setiap lekuk indah di bawah sana. “Cantik!” bisik Atha saat matanya menatap dua bongkahan kenyal yang sedari tadi menempel lekat, dan membuatnya sesak. Deru nafas Elina memburu kencang ketika tangan besar Atha benar-benar menjamahnya. Wajahnya yang merona merah mendongak dengan menggigit bibir mencoba bertahan untuk tidak mendesah. Tatapan Atha kian liar, wajah pasrah Elina membuatnya semakin ingin memiliki wanita di pelukannya itu. Di sana, di bawah guyuran air yang terus mengalir, dua insan yang sama-sama sedang patah hati itu berpacu dalam panasnya nafsu. Mungkin itu adalah cara mereka melampiaskan rasa sakitnya. Tanpa tahu keduanya sudah terjebak dalam kisah yang justru kian runyam dari sekedar rasa sakit hatinya saat ini. *** Elina menggeliat, dia terjaga dengan kepala yang berdenyut sakit bukan main. Namun, hangat pelukan dan deru nafas yang begitu dekat di pendengarannya itu seperti menghempasnya dari ketinggian. Matanya perlahan mulai membuka, dan apa yang dia lihat seakan meruntuhkan dunianya. Jantungnya seperti berhenti berdetak. Matanya menatap nanar wajah tampan pria yang sudah sebulan lebih ini menjadi bosnya itu. Kepalanya yang berdenyut sakit, semakin terasa mau pecah saat berusaha menggali lagi ingatannya. Bagaimana bisa dia terbangun di atas ranjang tanpa sehelai benang, bersama pria yang bukan suaminya. Benar-benar sial, ini bahkan jauh lebih mengerikan dari mimpi buruknya selama ini. Perlahan, dengan hati-hati Elina mengangkat tangan Atha yang memeluk pinggangnya. Tidak, ini jelas salah. Apapun yang terjadi semalam dia tidak ingin mengingatnya lagi. Sialnya belum sempat dia menghindar, Athaya sudah lebih dulu terbangun dan menatapnya lekat. Tidak ada yang bersuara, apalagi menyapa. Keduanya sama-sama bingung bagaimana harus mengurai canggung, karena terbangun dengan keadaan seperti ini. “El …” Atha langsung menyambar tangan Elina yang tiba-tiba bangun sambil menutupi tubuh polosnya dengan selimut. “Jangan katakan apapun! Kita anggap saja tidak pernah terjadi apa-apa,” ucap Elina terang-terangan menolak membahas soal itu. “Mana bisa begitu!” “Tentu saja bisa. Bukankah biasanya kamu juga begitu setiap kali tidur dengan para wanita yang mampir ke ranjangmu!” seru El menepis cekalan Atha. “Kamu mau aku samakan dengan mereka?!” bentak Atha kesal, karena Elina yang keras kepala tidak memberinya kesempatan bicara. “Tidak mau, tapi kita sudahi kesalahan ini cukup sampai disini. Aku bukan anak perawan yang akan menuntut tanggung jawab setelah kamu tiduri, karena apapun yang terjadi semalam jelas kita sama-sama salah.” tegas Elina, sebelum kemudian menarik selimut untuk menutupi tubuhnya dan bergegas masuk ke dalam toilet. Atha mendengus keras, apalagi setelah mendapati kamar Elina yang berantakan karena ulah mereka semalam. Khilaf, tapi sampai berkali-kali. “Sial!” umpatnya keras saat sadar dia bahkan tidak menggunakan pengaman saat melakukannya semalam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD