“Elizaaa… Eliii… Eliza!” terdengar teriakan Kevin dari kejauhan, memanggil Eliza yang baru saja keluar dari butiknya.
Eliza berbalik, terkejut mendapati Kevin yang kini berdiri di depannya, napasnya sedikit terengah. "Eh, Kak! Ada apa, Kak?"
Kevin menatapnya tanpa basa-basi. "Aku antar kamu pulang," ucapnya singkat namun tegas.
Eliza sedikit bingung. "Loh, Kak, aku sudah pesan kendaraan lewat aplikasi, kok."
"Cancel aja. Tadi Angel nelpon, katanya kamu gak bawa kendaraan sendiri, jadi dia minta aku antar kamu pulang," jelas Kevin.
Eliza terkekeh, mencoba menolak dengan halus. “Aduh, Kak, gak apa-apa kok, masih jam delapan juga.”
“Kasian kan driver-nya kalau aku cancel. Dia udah ada di lobi parkiran depan,” Eliza mencoba membujuk Kevin agar mengurungkan niatnya.
Namun, Kevin hanya menarik tangan Eliza, tanpa memperdulikan protesnya. "Ke lobi depan, ‘kan?" tanyanya sambil melangkah.
“Uh… iya, Kak,” balas Eliza, mengikuti langkah Kevin yang kokoh menggenggam tangannya.
Sesampainya di lobi depan, Eliza melihat mobil yang telah ia pesan terparkir rapi. Ia menunjuknya kepada Kevin. "Kayaknya yang itu, Kak."
Kevin berjalan mendekati mobil tersebut, berbicara sejenak dengan pengemudi, lalu menyerahkan dua lembar uang merah. Setelah itu, ia kembali ke Eliza, meraih tangannya, dan membawanya pergi tanpa memberi penjelasan.
"Eh, eh… mau ke mana lagi, Kak? Kenapa babang driver aku pergi?" Eliza bertanya bingung, melihat mobil pesanannya menjauh.
“Sudah beres. Yuk pulang,” ucap Kevin dengan nada ringan sambil mengelus puncak kepalanya.
Eliza, yang mulai lelah berdebat, akhirnya pasrah. "Ya deh, kalau gitu,” ujarnya sambil tersenyum kecil.
Saat tiba di mobil, Kevin membukakan pintu untuk Eliza, lalu dengan lembut membantunya memasangkan sabuk pengaman. Kedekatan mereka membuat Eliza sedikit salah tingkah, ia bisa mencium aroma parfum maskulin Kevin yang menyegarkan, sementara Kevin menikmati aroma manis dari tubuh dan rambut Eliza yang harum.
“Eh, Kak?” tegur Eliza dengan gugup, menyadari betapa dekat posisi mereka.
Kevin segera tersadar, bangkit, dan memperbaiki posisinya sambil menyalakan mesin mobil. "Alamatnya?” tanyanya untuk memecah keheningan.
Setelah Eliza memberitahu alamatnya, Kevin memasukkan nama jalan di layar LCD mobilnya.
"Jadi, kendaraanmu ditinggal di kampus?" Kevin bertanya iseng, mencoba memecah keheningan lagi.
"Iya, Kak. Tadi Angel tiba-tiba jemput di kampus, minta ditemani makan siang, terus tiba-tiba lagi Kak Kevin nelpon ngajak makan siang juga, ya udah deh kita langsung ke mal," jawab Eliza panjang lebar.
Kevin tertawa kecil, "Jadi aku nih yang salah karena bikin kamu ninggalin kendaraan?”
Eliza tergelak, wajahnya langsung berubah panik. “Eh, bukan begitu maksudnya, Kak! Cuma… ya… kebetulan aja…”
Kevin tertawa melihat kepanikan Eliza, lalu mengacak rambutnya dengan gemas. “Bercanda aja, kok.”
“Ishhh, usil banget sih, Kak,” gumam Eliza sambil memanyunkan bibirnya, membuat Kevin tak bisa menahan senyum.
“Senyummu benar-benar candu, Eli,” gumam Kevin pelan, namun cukup keras untuk membuat Eliza tersipu dan mengalihkan pandangannya ke luar jendela, menyembunyikan senyum yang mulai merekah di wajahnya.
Di tengah perjalanan, keduanya terdiam, namun keheningan itu terasa nyaman. Kevin merasa ada hal baru dalam hidupnya yang sederhana namun membuatnya penasaran, sementara Eliza hanya bisa tersenyum kecil, menikmati momen kebersamaan yang tak terduga.
Suasana terasa mulai mencair, Eliza tak lagi merasa canggung di hadapan Kevin. Percakapan mereka pun mengalir lancar, mulai dari obrolan seputar kampus hingga kapan Eliza pertama kali bersahabat dengan Angel, adik Kevin.
“Habis ini belok mana?” tanya Kevin sambil melihat sekitar perumahan.
“Belok kanan, terus rumah di sudut dengan pagar putih,” jawab Eliza memberikan arahan.
“Oke, sampai juga!” Kevin segera turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Eliza.
“Thanks ya, Kak!” ujar Eliza sambil tersenyum.
“Dengan senang hati,” balas Kevin, mempersilakan Eliza turun layaknya seorang putri.
“Masuk dulu, Kak?” tawar Eliza dengan basa-basi.
“Emang boleh?” Kevin mengangkat alis, menantangnya dengan santai.
“Eliza terdiam sejenak, lalu gelagapan. “Eh, boleh kok, Kak!”
Namun, di dalam rumah, Mama dan Papa Eliza tampak mengintip dari jendela kamar mereka, kepo melihat anak gadisnya diantar pria asing.
“Next time aja, besok kamu ke kampus jam berapa?” tanya Kevin dengan senyum lembut.
“Eliza tersenyum. “Sekitar jam delapan pagi, Kak.”
“Oke... Nitee, aku pulang dulu ya,” pamit Kevin, lalu masuk ke mobil dan melaju pergi.
Eliza pun segera masuk ke rumah dan membuka pintu.
Ceklek
“Astagfirullah, Mama, Papa! Ngapain di sini?” Eliza kaget mendapati kedua orang tuanya berdiri di balik pintu.
“Siapa yang nganterin kamu, Dek? Kendaraan kamu mana?” tanya Papa penasaran melihat putri bungsunya diantar pria asing.
“Itu Kakaknya Angel, Pa. Kendaraan Eliza ada di kampus,” jelas Eliza.
“Terus, kenapa Kakaknya Angel yang anterin kamu pulang?” sambung Mama, mulai kepo.
“Angel yang minta tolong, Ma. Soalnya tadi Eliza diculik buat nemenin makan siang bareng Kak Kevin,” jawab Eliza jujur.
“Ooh... jadi namanya Kak Kevin...” ujar Mama dan Papa serempak.
“Lihat, kan! Kepo banget!” Eliza terkikik geli melihat tingkah kedua orang tuanya.
“Adek, mau langsung masuk kamar ya, Ma, Pa. Nitee…” Eliza mengecup kedua pipi orang tuanya sebelum bergegas ke kamarnya yang bernuansa putih dan pink.
Setelah membersihkan diri, Eliza merebahkan diri di kasur empuknya. Ia meraih ponsel di atas nakas dan menelpon Angel.
“Halo…” jawab Angel.
“Halo beb…” sapa Eliza, sedikit bingung, mendengar tawa Angel di seberang.
“Kamu ngerjain aku ya, Njel?” sergah Eliza.
“Kerjain gimana, beb?” Angel pura-pura bodoh.
“Hmm... tuh, kan!” Eliza kesal.
“Iya, iya, maaf!” sahut Angel cepat, mendengar nada ngambek Eliza. “Bukan mau ngerjain juga sih, beb... aku cuma khawatir makanya minta Kak Kevin buat nganterin kamu pulang…” jelas Angel, tersenyum penuh arti yang tak terlihat oleh Eliza.
Padahal, Angel sengaja meminta sang Kakak menjemput Eliza dari butik dan mengantarnya pulang, dengan harapan Kak Kevin bisa PDKT dengan sahabatnya.
Angel bahkan memberi tahu Kevin kalau Eliza nggak bawa kendaraan dan harus pulang naik transportasi online sendiri.
Yang tidak Angel duga, Kevin langsung mematikan telepon begitu mendengar permintaannya, membuat Angel semakin yakin ada sesuatu antara kakaknya dan Eliza.
“Hmmm baiklah kalau begitu... makasih beb... hoammm...” Eliza mulai mengantuk.
“Ya udah... goodnite beb!” jawab Angel.
“Goodnite beb, have a lovely dream!” balas Angel sebelum menutup telepon.
Eliza yang sudah terlelap tak menyadari arti kata-kata terakhir Angel.
Drrzz... Drrzzzt...
"Halo, kenapa, Bro?" Kevin mengangkat telepon, melihat Leon yang meneleponnya.
"Di mana, Bro?" suara Leon terdengar di seberang.
"Lagi di jalan, Bro!" jawab Kevin santai.
"Nyusul sini, Bro!" ajak Leon ke klub milik Aldi.
"Ok, ok... on the way!" Kevin pun memacu mobilnya menuju klub X.
Dalam dua puluh menit, Kevin tiba di sana.
"Sini, Kev!" teriak Rikki dan Leon ketika melihat Kevin masuk.
"Ok, Bro!” sapa Kevin sambil menjatuhkan dirinya di sofa. Malam ini mereka tidak berada di ruang VVIP.
"Mana Aldi?" tanya Kevin, tak melihat sang pemilik klub.
"Biasa... di ruang VVIP," jawab Rikki sambil cekikikan.
"Hahahaha, ya udahlah!" Kevin ikut tertawa.
Tak lama kemudian, Aldi keluar dari ruang VVIP dengan seorang wanita. Riasan wajah wanita itu tampak pudar dan berantakan, sementara rambut dan pakaiannya tampak acak-acakan.
"Hey, Kev!" sapa Aldi ketika melihat Kevin.
"Hey, Bro!" balas Kevin singkat.
"Udah lama?" tanya Aldi lagi.
"Dari tadi pas lo masuk ke ruang VVIP!" jawab Leon bercanda.
"Hahaha!" Aldi tertawa sambil melirik wanita di sampingnya, lalu memberi isyarat agar wanita itu pergi.
Di tengah tawa dan canda mereka, Kevin merasa ada pergulatan di pikirannya. Selama dua hari ini, Eliza, gadis yang terus menghantui pikirannya, membuatnya ingin menyerah dan berhenti bertanya-tanya tentangnya. Namun, malam ini, semua keraguannya pada Aldi terbukti. Aldi ternyata masih sama seperti dulu.
"Ya sudahlah! Itu urusan mereka," gumam Kevin dalam hati, berniat untuk tak ambil pusing dengan hubungan antara Aldi dan Eliza.
Baginya, Eliza bukan tipe perempuan baik-baik.
"Eh, gimana, Bro? Goyangannya asik?" Rikki bertanya polos tanpa merasa bersalah sambil melirik ke arah wanita yang mulai menjauh.
Plak! Leon langsung menjitak kepala Rikki agar sadar dari pikiran mesumnya.
Aldi, Kevin, dan Leon tertawa terbahak-bahak melihat wajah Rikki yang kesakitan.