Me
Pov Zivara
Kehidupan yang aku inginkan yaitu kebahagiaan dan ketenangan. Sejak kecil aku berusaha menjadi yang terbaik dalam bidang akedemik untuk membuat kedua orang tuaku bangga dan aku ingin berhasil membahagiakan mereka. Namun kehidupan tenangku tiba-tiba berubah sejak saudara kembarku dikabarkan menghilang. Entah apa yang terjadi padanya. Aku memang dibesarkan oleh kedua orang tuaku tapi Zava sejak kecil dibesarkan pamanku Edwar. Aku dan Zava hanya bertemu beberapa kali dan dari sikapnya kepadaku, aku tahu dia tidak menyukaiku karena aku begitu mirip dengannya.
Paman Edwar menatapku dengan sendu, apalagi saat Mama memintaku untuk segera pulang karena aku tinggal di Apartemen dan bekerja di sebuah perusahaan yang cukup jauh dari kediaman orang tuaku. Aku merasa pasti ada sesuatu yang terjadi karena kedua orang tuaku tidak pernah memintaku pulang mendadak seperti saat ini dan ternyata apa yang kupikirkan benar. Kabar yang begitu mengejutkan karena Zava menghilang tanpa kabar.
Zava adalah kakak perempuanku, ia merupakan seorang model terkenal dan jika berita kehilangan Zava terkuak maka perusahaan keluarga besar kami sepertinya akan terancam bangkrut. Aku hanya mendengar cerita dari Mama beberapa tahun yang lalu mengenai pernikahan Zava dengan keluarga Cristopher yang sangat berpengaruh di negara ini. Keluarga kami dilarang untuk muncul ke publik, karena publik hanya tahu Zava adalah putri kandung Paman Edwar dan ia tidak memiliki saudara kembar sepertiku.
"Zack kamu harus ingat janji yang pernah kamu ucapkan. Kau lebih memilih menikah dengan Selena orang yang ditugaskan untuk membunuhku. Aku mengizinkan dia hidup karena kalian berjanji kapanpun aku meminta hidup kalian. Kalian akan memberikannya!" ucap Paman Edwar.
Aku masih bingung dengan pembicaraan antara Paman dan Papa. Entah situasi apa yang sedang kami hadapi saat ini, yang jelas aku melihat tatapan Mama terlihat sangat ketakutan. Aku memeluk lengan Mama dan berusaha membuat Mama tenang. Kehilangan Zava menjadi pukulan terberat bagi Mama. Apa lagi sejak kecil Zava telah direnggut secara paksa oleh Paman.
"Apa yang kamu inginkan?" tanya Papa.
"Aku ingin Ziva menggantikan Zava" ucap Paman membuatku terkejut.
Suasana saat ini tiba-tiba terasa dingin. Mama berdiri dan yang paling mengejutkan Mama berlutut dikaki Paman. Aku menarik lengan Mama dan tidak membiarkaan Mama berlutut tapi Mama menghempaskan tanganku dan itu membuatku sangat terkejut. "Bunuh aku saja Kak, aku tidak akan mengizinkan kau mengambil kehidupan anakku lagi hiks...hiks..." ucap Mama terisak.
"Mengambil? Hahaha...sejak kau membocorkan rahasia itu hidup keluarga ini, semuanya sudah berantakan!" ucap Paman.
"Cukup Edwar!" teriak Papa meminta Paman agar menghentikan ucapannya.
"Kau yang membuat situasi kita sulit Zack jika kau tidak mengundurkan diri dari dunia hitam aku tidak akan mengalami semua ini dan kau harus ingat, karena cintamu ini kita kehilangan Ayah yang membesarkan kita. Keluarga besar kita akan tenggelam dan kita semua akan segera mati tanpa tersisa " ucap Paman.
Papa mengambil pistol yang ternyata berada dipinggangnya dan ia mengacungkan pistol itu ke kepalanya sendiri membuatku berteriak "Tidak Pa, jangan. Ziva mohon jangan. Kalau Papa menembakkan kepala Papa, maka Ziva yang kemudian akan segera menyusul Papa!" ucapku membuat Papa segera menurunkan pistol itu.
"Tidak ada pilihan lain, Ziva harus menggantikan Zava menjadi istri Evans jika Evans tahu Zava telah pergi meningglkannya, maka kita semua yang akan menanggung akibatnya. Satu-satu cara adalah Zava harus kembali rumah mereka!". Ucap paman Edwar.
"Apa maksudmu?" tanya Papa menatap paman Edwar dengan tatapan membunuh.
"Sudah dua bulan Zava pergi meniggalkan bocah kecil berumur empat tahun putranya bersama Evans tentu saja menjadi pukulan besar bagi keluarga Cristopher, Karena putra kecil mereka selalu menangis dan ingin bertemu Zava. Dimitri adalah cucu kalian yang merupakan satu-satunya pewaris Evans Cristopher karena istri pertama Evans hanya memilki anak perempuan" jelas paman Edwar.
"Kau gila, kau ingin Ziva tinggal bersama Evans mafia itu Edwar? Kau perlahan-lahan ingin membunuh putriku. Tidak cukupkah kau membuat Zava menderita?" teriak Papa.
Paman Edwar menatap Papa dengan sendu "Dia melibatkan dirinya sendiri hingga memaksa Evans menikahinya. Evans pemuda bertangan dingin yang bisa saja membunuh siapapun yang dia inginkan tanpa perlu takut akan proses hukum atau apapun. Dia sangat mengerikan dan juga sadis. Keluarga Ramos bangkrut dan kepala keluarganya dibunuh hanya karena berani menyetuh anak pembantunya," ucap Paman Edwar.
"Tapi kenapa harus Ziva, ini semua karena Zava dan kau yang mengambil Zava dari pelukanku Edwar! Kenapa kau membiarkan dia terlibat dengan orang sangat mengerikan Edwar!" teriak Mama membuatku meneteskan air mata.
"Aku salah terlalu memanjakannya. Aku memberikan semua apa yang ia inginkan," ucap Paman menatap Mama dengan tatapan penuh penyesalan. "Evans bahkan memberiku waktu tiga hari. Jika dalam tiga hari aku tidak menemukan Zava, maka perusahaan kita akan bangkrut dan ribuan karyawan akan kehilangan pekerjaan bukan itu saja, Evans akan menebak kepalaku dengan alasan telah membuat putranya menangis" ucap Paman Edwar membuatku takut dan sekaligus bingung.
"Itu bukan urusan kami. Aku tidak mengizinkan Ziva menggantikan Zava. Ziva bisa hidup sesuai keinginannya!" ucap Papa membuatku terharu.
Paman Edwar menghembuskan napasnya "Dan kalian akan kupastikan terkubur bersamaku!" ancam Paman Edwar membuatku menggelengkan kepalaku.
"Paman...Ziva akan menggantikan Zava," ucapku.
"Tidak....jangan nak!" teriak Mama tidak setuju.
"Ziva sayang Mama dan Papa. Ziva bersedia menggantikan Zava sampai Zava ditemukan!" ucapku membuat Mama berteriak histeris dan Papa memelukku dengan erat.
Entah benar atau tidak keputusanku ini tapi bagiku aku akan melakukan apa saja yang penting aku bisa menyelamatkan keluargaku. Mereka semua penting bagiku dan apapun yang terjadi kelak aku akan berusaha bertahan. Maafkan aku Ma, ini adalah pilihan yang terbaik. Aku hanya berharap Zava segera kembali dan aku akan segera kembali keposisiku semula. Ziva janji Ma, Ziva yakin Ziva bisa menghadapi ini semua.
***
Ziva menatap jalanan dengan sendu. Hari ini adalah hari dimana ia harus bertemu dengan keluarga Evans suami dari kakak kembarnya. Dua hari yang lalu Ziva telah berusaha mempelajari kebiasaan Zava agar keluarga besar Cristhoper tidak menyadari kalau ia bukan Zava. Zava dan Ziva adalah dua perempuan yang sangat berbeda. Ziva tidak suka memakai makeup ia berpenampilan sederhana dan kecantikannya masih bergitu terlihat memukau walaupun tanpa makeup. Sedangkan Zava dibesarkan dengan penuh kemewahan oleh sang Paman . Zava terbiasa berpenampilan glamor dan selalu memoles wajahnya dengan makeup tebal dan memakai lipstik bewarna merah. Zava adalah perayu ulung sedangkaan Ziva adalah perempuan santun dan pemalu. Ziva memiliki rambut hitam panjang yang lurus sedangkan Zava memiliki rambut coklat panjang yang bergelombang diunjung rambutnya.
"Paman harap kamu bisa membiasakan diri menjadi Zava!" ucap Edwar yang saat ini duduk disamping Ziva.
"Aku akan berusaha semampuku paman," ucap Ziva.
"Jangan sampai keluarga Cristopher mengetahui identitasmu yang sebenarnya!" jelas Edwar. "Para saudara Evans, ibu tiri Evans beserta tuan Brave Christopher dan Madam Catherin. Jika mereka curiga kamu bukan Zava kita semua bisa dibunuh oleh Evans dan keluarganya. Ingat semua kebiasaan Zava!"
"Iya Paman," ucap Ziva.
Mereka memasuki kawasan kediaman Christoper yang begitu megah. Kediaman Christopher berada di Kota Meksiko. Berada dikawasan elit yang jauh dari pusat keramaian. Ziva membuka mulutnya saat melihat kemegahan rumah kediaman Cristopher. Deretan pepohonan dan sebuah taman terdapat disekeliling kediaman ini. Terlihat dengan jelas sebuah air mancur berada ditengah lapangan rumput hijau yang begitu luas.
"Mereka mafia Ziva, mereka tidak segan-segan untuk membunuhmu. Evans tidak mencintai Zava, dia mempertahankan Zava menjadi nyonya dikeluarga ini karena Dimitri putra semata wayangnya" jelas Edwar dan Ziva bingung kenapa saudara kembarnya sepertinya adalah perempuan keras yang tidak punya hati hingga tega membuat keluarga besarnya mengalami masalah seperti ini. Apalagi Zava tega meninggalkan putranya sendiri, yang bahkan Ziva tidak akan pernah melakukannya. Ziva sosok penyayang yang akan menghadapi keluarga Christopher yang sangat membenci Zava. Entap apa yang akan Ziva lakukan, ia tidak mungkin bersikap kasar kepada orang lain seperti Zava.
Mobil berhenti tepat didepan rumah megah Cristopher. Seorang laki-laki berumur 37 tahun terlihat begitu tampan dengan tubuh tegapnya. Wajah bak dewa yunani dengan mata biru yang sangat tajam siap menghunus siapapun yang mengusik keinginanya. Seorang bocah kecil memegang tangan laki-laki itu dengan wajah sendunya. Seolah telah menunggu lama kedatangan mereka membuat sekujur tubuh Ziva terasa dingin.
Kenapa aku merasa sangat begitu takut...
"Papa sudah berjanji akan membawa Mamamu pulang, itu dia Mamamu Dimitri!" ucap laki-laki itu menunjuk Ziva membuat Ziva gugup saat Edwar tiba-tiba mendorong tubuhnya dengan pelan agar segera mendekati laki-laki itu dan Dimitri.
"Kamu tidak lupa dengan foto-foto yang Paman tunjukan. Itu suamimu sekarang. Dia Evans!" bisik Edwar.
Ziva melangkahkan kakinya tersenyum angkuh dan mendekati Evans dan juga Dimitri. Ia harus bersandiwara menjadi Zava yang menyebalkan dan terlihat angkuh. Ziva menjongkokkan tubuhnya dan menyamkan tingginya dengan Dimitri "Kangen Mama nak?"tanya Ziva membuat mata tajam Evans menatapnya dengan dingin.
"Pa..." panggil Dimitri ketakutaan.
"Bukanya Dimi mau ketemu Mama?" tanya Evans membuat Dimitri menganggukkan kepalanya.
Ziva menggendong Dimitri dan mencium Dimitri karena gemas. Ziva sangat menyukai anak kecil dan Dimitri bocah tampan yang lucu ini adalah keponakannya. "Saya sudah mengantarkan istri anda tuan Evans saya harap anda tetap membantu investasi di perusahaan saya!" ucap Edwar.
"Semua itu tergantung sikap putri anda kepada putranya, jika dia pergi lagi berbulan-bulan dan membuat putra saya menangis, saya akan membunuh anda dan keluarga anda!" ucap Evans membuat Edwar dan juga Ziva merasa ketakutan.
"Kalau begitu saya pamit Tuan Evans dan hmmm, Zava Papi harap jaga sikap kamu. Turuti semua perintah tuan Evans!" ucap Edwar. Ziva ingin sekali menganggukkan kepalanya tapi ia ingat jika sikap Zava adalah seorang perempuan berani dan pemberontak.
"Tergantung bagaimana suami tercintaku ini bersikap padaku Pi. Penuhi semua kebutuhanku maka aku akan menjadi kucing manis sesuai kehendaknya!" ucap Ziva membuatnya muak dengan sandiwara yang sedang ia lakoni.
Edwar segera meninggalkan kediaman Christopher dan saat ini tinggalah Evans, Ziva dan Dimitri yang memeluk Ziva dengan erat. "Kali ini jika kamu pergi tanpa kabar, aku akan membunuhmu!" bisik Evans . ia melangkahkan kakinya dengan cepat dan meninggalkan Ziva dan Dimitri.
Sebenarnya Ziva tidak tahu harus melangkahkan kakinya kearah mana karena baru kali ini ia masuk kedalam kediaman Cristhoper dan ia bukan cenayang yang bisa menebak dimana kamarnya atau kamar Dimitri keponakannya. "Dimi..dimana kamar kamu nak dan kamar Mama?" bisik Ziva. Mata bulat Dimtri menatap Ziva dengan bingung.
"Tante benaran Mama Dimi?" tanya Dimitri membuat Ziva terkejut.
"Tentu saja, kenapa?" ucap Ziva.
"Biasanya Mama akan malahin Dimi kalau nggak ada Papa," ucap Dimitri membuat Ziva terkejut. "Mata Tante beda sama Mata Mama," ucap Dimi membuat Ziva kembali terkejut. Mata Ziva bewarna coklat sedangkan Zava bewarna hitam pekat.
" Mama nggak akan gitu lagi sama Dimi, Mama janji. Mata Mama warnanya kan memang begini," ucap Ziva tersenyum manis
"Dimi sayang Mama, Mama jangan tinggalin Dimi lagi ya, Ma!" pinta Dimitri membuat Ziva tersenyum dan mencium kedua pipi Dimitri.
"Ayo Mama anterin ke Kamar!" ucap Ziva. Dimitri menujuk kamarnya yang berada dilantai dua. Ziva menggendong Dimitri sambil melangkahkan kakinya menuju lantai dua.
Ziva melewati koridor lantai dua membuat beberapa pasang mata menatapnya dengan tatapan angkuh. Ziva tidak mengenal siapapun disini. Tapi menurut Edwar hampir semua penghuni di Kediaman Cristopher membenci Zava. Ziva berhenti disebuah kamar yang bertuliskan nama Dimitri, ia segera masuk kedalam kamar dan melihat kamar mewah Dimitri yang penuh dengan mainan dan pernak-pernik lucu khas kamar anak laki-laki.
"Ma, hmmm".
"Kenapa? Dimi mau apa?" tanya Ziva lembut.
"Mama, Dimi belum pernah dibacakan dongeng sama Mama!" ucap Dimi dan lagi-lagi Ziva tersenyum dan menggukkan kepalanya membuat seseorang yaang mengintip dibalik pintu merasa penasaran dengan sikap Zava yang tiba-tiba berubah kepada Dimitri.
Ziva duduk diatas ranjang disamping Dimi yang sedang berbaring disebelahnya. Ziva tersenyum melihat kamar Dimi yang terilihat sangat lucu dengan motif kartun kesayangan Dimi disetiap walpaper dinding. Ada sebuah lemari besar yang berisi mainan yang sangat mahal tentunya karena miniom gedung, mobil, kereta bahkan pesawat yang tampak terlihat asli.
Ziva menceritakan sebuah cerita dongeng tanpa buku membuat Dimitri kagum. Biasanya Mamanya hanya akan mengantarkannya tidur dan menolak ketika Dimi memintanya untuk membacakan dongeng. Alih-alih menemani Dimi tidur, Zava lebih memilih menghubungi kekasihnya dan memarahi Dimitri yang tidak tidur tapi memperhatikan Zava.
"Ma besok bacain Dimi dongeng lagi ya Ma. Tapi Mama janji ya Ma, jangan marahin Dimi besok!" ucap Dimitri takut jika Ziva akan memarahinya dan menolak membacakan dongeng seperti biasanya. "Kalau Mama sayang kayak gini ke Dimi, Mama Dimi yang kemarin nggak usah pulang!" ucap Dimi membuat Ziva lagi-lagi terkejut. Penyamaranya diketahui dengan mudah oleh Dimitri dan itu akan membuat keluarganya terancam. Ia tidak tega bersikap kasar kepada Dimi. Demi apapun ia lebih baik mati dari pada melihat malaikat kecil ini sedih bahkan menangis karena sikap kasarnya.
"Dimi," panggil Ziva.
"Iya Ma," ucap Dimitri menatap Ziva dengan mata bulatnya. Ziva mengelus pipi Dimitri dengan lembut.
"Dimi mau, Mama nggak pergi lagi?" tanya Ziva. Dimi menganggukkan kepalanya.
"Dimi tahu Mama bukan Mamanya Dimi tapi Dimi suka Mama yang sekarang!" jujur Dimi, ia merasa Ziva lebih cocok menjadi ibunya dari pada Zava.
"Mama akan menemani Dimi dan nggak akan pergi asalkan Dimi berjanji tidak memberitahukan siapapun kalau Mama bukan Mama Dimi, janji!" ucap Ziva menatap Dimi dengan tatapan sayang.
"Janji, tapi besok Mama anterin Dimi ke sekolah!" ucap Dimi membuat Ziva tersenyum. Dimi sangat pintar diumurnya yang masih sangat kecil. Ada perasaan kesal mengingat sang Kakak yang bersikap kasar pada Dimitri yang sangat imut dan lucu. Jika saja Dimi adalah putra kandungnya, Ziva pasti adalah ibu yang paling bahagia di dunia ini.
Ziva membaringkan tubuhnya di sebelah Dimitri dan ikut terlelap disamping Dimitri. Sementara itu Evans masuk kedalam kamar putra bungsunya dan mendekati ranjang. Ia mengamati Ziva yang tertidur sambil memeluk putra mereka. Dimitri menarik keatas perut Ziva dan ia menghela napasnya saat melihat tak ada bekas operasi diperut rata Ziva.
Evans menggenggam tangannya. Ada kemarahan diwajahnya karena ternyata Edwar menipunya. Ia mengamati Ziva yang terlihat tersenyum saat tidur dan entah mengapa kemarahan yang ia miliki menguap begitu saja.
Evans keluar dari kamar Dimitri dan ia segera masuk kedalam ruang kerjanya yang berada dilantai dasar. Beberapa menit kemudian tiga orang lelaki tampan masuk ke dalam ruang kerja Evans. Mereka merupakan orang-orang kepercayaan Evans. Sejak remaja Evans berhasil mengumpulkan orang-orang kepercayaannya yang merupakan sahabatnya sendiri yaitu Darren, Samuel dan Xavier. Ketiganya merupakan orang yang juga terkenal dinegara ini.
Samuel merupakan wali kota termuda yang sangat disayangi masyarakat di kotanya. Ia merupakan duda kaya raya yang tampan dan juga sukses dengan bisnis serta pemerintahannya. Samuel memiliki satu orang putri bernama Adriana yang berumur sepuluh tahun Adriana merupakan anak Samuel dari kekasihnya saat remaja. Ia bertemmu dengan Evans disebuah panti asuhan
Darren merupakan sosok tampan yang memiliki tatapan tajam yang sama dengan Evans. Darren kecil merupakan saksi kunci pembantaian keluarganya dua puluh dua tahun yang lalu. Keluarga bangsawan yang dibantai dalam satu malam. Hanya Darren dan adiknya yang tersisa. Pertemuannya dengan Evans pertama kali disebuah rumah sakit saat Evans tertebak didada. Darren memberikan darahnya dan juga melindungi dari para pembunuh yang ingin melenyapkan Evans.
Xavier, mantan seorang interpol yang sangat ditakuti oleh para mafia. Ia merupakan penembak jitu yang sangat handal. Xavier terlihat tidak menyukai wanita dan tidak juga menyukai pria. Ia lebih suka menyendiri dan menghabiskan waktunya dengan berjalan ke puncak gunung yang belum ia daki.
"Meminta kita semua menemuimu pasti ada sesuatu yang kau inginkan?" ucap Samuel membuka pembicaraan diantara mereka berempat.
"Perdagangan obat-obatan membuat resah perdangan di Asia karena mengganggu perdagangan senjata kita dan itu semua hanya tipuan TR untuk memancing polisi datang ke pelabuhan kita dengan alasan mencari obat-obatan itu . Grup TR membuat kacau pasar asia dengan mencuri senjata dari kita dengan alasan kita menggagalkan perdagangan obat-obatan mereka" jelas Evans.
"Aku tahu kau bermaksud membuatku mengirim anak buahku untuk menyesaikan masalah disana dengan rapi?" tanya Xavier.
Evans menganggukkan kepalanya "Aku tahu kau punya rencana yang lebih hebat dari rencanaku" ucap Evans menatap Xavier dengan tatapan dingin.
"Hahaha... Kau tahu aku lebih mudah meledakkan mereka dan mengadu domba para gengster hingga mereka tidak berani menyinggu kita lagi" ucap Xavier.
"Darren, bunuh mereka yang telah menjual anak-anak dan juga menjual perempuan muda. Semua yang melanggar dari aturan Evans Cristopher harus dihabisi!" ucap Evans.
Menjadi mafia bukanlah kehendaknya namun ketika ia harus melakukannya untuk melindungi orang-orang yang menggantunhkan hidupnya pada dirinya dan percaya padanya membuat Evans memilih menduduki posisi teratas dalam mafia. Tentu saja bisnis yang dimiliki Evans sebenarnya bukanlah bisnis ilegal seperti pemikiran orang-orang selama ini. Namun sikap tegasnya dan yang tidak tersentuh hukum membuatnya menjadi terkenal dan memiliki banyak pengikut.
"Istrimu yang baru saja pulang, dia bukan istrimu Evans" ucap Darren membuat Samuel tersenyum sinis.
"Ternyata kau juga mencari tahu dimana istri Evans yang berani-beraninya lari bersama laki-laki lain. Evans apa kau mengizinkanku membunuh Zava yang asli atau kau lebih memilih memberikan Zava palsu padaku?" tanya Darren.
"Biarkan dia hidup, itu hadia dariku karena telah melahirkan putraku! Zava palsu adalah urusanku!" ucap Evans membuat Samuel tersenyum.
"Ternyata kau memiliki sifat dermawan Evans, membiarkan dunia menertawakanmu karena istrimu lari dengan pria lain atau...apa karena perempuan itu sebenarnya pengganggu bagimu hingga kau mebiarkanya berkeliaran diluar sana? Hmmm... apa penggantinya lebih baik dari Zava?" tanya Samuel membuat Darren tertawa.
"Hahaha... Evans dijebak oleh Zava apakah kembarannya ini akan mampu juga menjerat Evans dan bukan hanya dijebak" tawa Darren.
"Jika kau bosan pada tiruan istrimu berikan dia pada kami!" ucap Samuel.
Darren terseyum sinis "Aku ingin lihat seberapa jalang dia dan apa dia lebih mengerikan dari Zava. Jika Dimitri tidak lagi membutuhkan ibunya, aku akan segera membunuhnya!" ucap Evans.
Itu lah Evans dengan kekejamannya, namun di sukai semua anggota kelompoknya. Nama besar Evans Crishtopher sangat ditakuti oleh para mafia lain. Apalagi Evans bukan hanya kaya tapi memiliki kekuasaan, ia bisa dengan mudah menghancurkan sebuah perusahaan dengan mudah dengan hitungan detik. Evans memiliki jaringan yang sangat kuat. Orang-orang yang menjadi pengikut tersebar diberbagai negara. Semua pengikutnya memiliki keahlian yang berbeda-beda. Apa lagi masalalu mereka ada kaitan dengan Evans. Evans malaikat penolong bagi mereka tapi jika mereka berkhianat maka kematian siap saja datang menjemput mereka.
"Aku akan istirahat dari perjalanku selama beberapa hari. Aku hanya ingin laporan dari kalian mengenai masalah dibeberapa daerah dan juga beberapa negara" ucap Evans.
"Kau butuh hiburan wanita cantik Evans dan jika kau mau, aku bisa menyiapkanya!" ucap Darren.
Evans menatap tajam Darren tapi Darren tidak terlihat takut dengan tatapam Evans. Ia tersenyum melihat kekesalan Evans. "Kalian pergi sekarang juga!" perintah Evans dan ketiga sahabatnya itu saling melempar senyum karena Darren berhasil membuat mereka cepat pulang.
"Aku ingin pergi mendaki puncak dan aku harap kau tidak memintaku datang terburu-buru saat aku menikmati pemandangan alam," ucap Xavier menepuk bahu Evans.
"Jika aku membutuhkan algojo yang tanpa pikir ingin membunuh, aku akan segera menghubungimu!" jelas Evans.
"Aku juga harap kau tidak menghubungiku karena kau tertembak oleh musuh-musuhmu!" ucap Darren.
"Jangan membuat kacau di Kotaku dan ini berlaku untuk kalian bertiga!" ucap Samuel membuat ketiganya tersenyum.
Persahabatan mereka memang sangatlah erat. Berawal dari seorang Evans yang membuat ketiganya saling mengenal. Evans merupakan pemimpin yang sangat berpengaruh, ucapannya pun membuat para pengikutnya rela berkorban nyawa demi mengikuti rencana Evans. Evans pun membuat keluarga pengikutnya hidup sejatrah. Sikap Evans inilah yang ditakuti para pemerintah dan juga mafia negara lain. tapi Evan tetaplah seorang Ayah yang sangat menyayangi ketiga anaknya. baginya ketiga anaknya adalah hidupnya dan merupakan kelemahannya. Evans pun menjaga ketiga anaknya dengan para bodyguard yang akan menemani kemanapun ketiga anaknya pegi. evans sangat dingin dan tak tersentuh kedua istrinya pun sebenarnya tidak mampu membuatnya jatuh cinta dengan mereka. cintanya hanya untuk ketiga anaknya.