Rumah Mertua

1108 Words
“Kenapa bulu-bulu ini berdiri? Perasaanku nggak enak.” Menatap sekitar area rumah tapi tidak menemukan hal yang aneh, perasaan tidak enak selalu hadir setiap memasuki rumah orang tua Fierly atau mertuanya. Gina sudah dibawa Fierly kedalam, berada di ruang tengah sambil menonton acara televisi. “Kalau hamil nggak boleh aneh-aneh.” Gina mengangkat alisnya mendengar kalimat yang keluar dari ibunya Fierly “Aneh-aneh gimana, ma?” “Aneh-aneh, banyak pantangan buat orang hamil. Nanti kalau tinggal sini mama kasih tahu apa aja, memang umi kamu nggak kasih tahu?” Gina menggelengkan kepalanya. Gina sebenarnya tahu apa yang dimaksud, tapi selama ini tidak terlalu percaya. Selama sekolah diajarkan agar tidak mempercayai hal-hal yang tidak ada dasarnya, semua harus berdasarkan pada Al-Qur’an dan hadits. Menghargai usaha dari mamanya Fierly membuat Gina akan mengikuti keinginannya, walaupun tidak tahu maksud dari kata-katanya. “Memang tidak diajarkan di sekolah, tapi apa salahnya kita mengikutinya? Orang tua jaman dulu pasti lebih paham dibandingkan kita, buktinya mereka bisa baik-baik saja hamil banyak anak.” Gina hanya memilih menganggukkan kepalanya. “Mau istirahat sekarang?” tanya Fierly yang diangguki Gina. Masuk kedalam kamar yang dulu Fierly pakai sebelum menikah, kamarnya sedikit banyak dirubah agar Gina bisa nyaman. Sebenarnya tidak masalah dengan kondisi kamar sebelumnya, tapi Fierly yang ingin membuat Gina nyaman. “Kamu istirahat aja.” “Mas mau kemana?” tanya Gina melihat Fierly akan membuka pintu. “Mau ngobrol sama bapak,” jawab Fierly yang kembali melangkah ke Gina dengan mencium keningnya lembut. “Jangan lama-lama.” Fierly menganggukkan kepalanya. Menatap langit kamar Fierly yang ditempatinya, kamar ini memang cukup besar tapi tidak membuatnya nyaman. Hembusan napas dikeluarkan berkali-kali untuk menenangkan dirinya sejak masuk kedalam rumah ini, perasaannya tidak tenang sama sekali dimana hawa aneh selalu dirasakannya. Gina tidak tahu apa, walaupun dulu pada masa sekolah pernah berhubungan dengan mistis. “Nggak mungkin mereka melakukan itu,” ucap Gina dengan suara pelan sambil menggelengkan kepalanya. Tidak tenang berada didalam kamar, beranjak perlahan dengan membuka pintunya pelan. Kamar Fierly yang berada di lantai atas dan tidak ada siapapun, suara dari bawah yang tidak terlalu jelas membuat Gina melangkah sedikit dekat agar bisa mendengarkan pembicaraan mereka. Rasa penasaran seketika semakin menjadi, suara mulai terdengar jelas walaupun tidak keras. “Ibu bilang apa, dia itu bisa buat keluarga kita sehat. Kamu itu kalau dibilang nggak percaya, aura dia itu yang bagus dibandingkan mantanmu itu.” “Aku nggak cinta sama dia, bu.” “Nggak bisa! Kamu harus bertahan. Mbakmu itu belum hamil sampai sekarang, kalau dia kesini ibu jamin mbakmu bakalan hamil. Pak dhe nanti kesini buat temuin mereka berdua, biar mbakmu hamil. Kamu kalau tinggalin dia yang ada keluarga kita akan hancur, kamu sudah lihat buktinya kan? Ibu sehat sekarang, bapak kamu juga nanti kita lihat mbakmu.” Gina terdiam membeku mendengar suara mereka, melangkah pelan masuk kedalam kamar dan langsung membaringkan tubuhnya dengan masih menatap langit kamar. Menggelengkan kepalanya tanda jika tidak percaya atas apa yang di dengar, suara pintu akan dibuka dengan cepat memejamkan matanya dan merasakan gerakan pada samping ranjangnya. “Umi kamu udah tidur, padahal abi pengen ketemu kamu.” Fierly membelai pelan perut Gina. “Mas?” Gina membuka matanya karena tidak bisa berpura-pura lebih jauh “Lama banget.” “Maaf, bapak tadi ngajak bicaranya lama. Kamu nggak tidur lagi? Kalau nggak layani aku, aku lagi pengen.” Fierly memberikan tatapan memohon. “Maaf, aku lelah banget. Anak kita buat aku sering lelah dan ngantuk sekarang.” Gina memberikan jawaban aman. Jawaban yang sangat aman, mendengar fakta tadi seketika membuat Gina tidak ingin berhubungan intim dengan sang suami. Perasaan jijik hadir, Gina tidak ingin tubuhnya disentuh Fierly. Tampaknya setelah ini akan mencari alasan agar tidak melakukan hubungan ranjang, ciuman yang Fierly berikan mengejutkan Gina dan secara otomatis mendorongnya, Fierly tampak terkejut atas apa yang dilakukan Gina. “Maaf, jangan sekarang.” Gina menatap penuh harap. “Baiklah, kamu istirahat.” Membaringkan tubuhnya dengan membawa Gina kedalam pelukan, tapi sekali lagi Gina menghentikan tarikan yang akan dilakukan Fierly. “Kamu juga nggak mau dipeluk?” Gina menganggukkan kepalanya “Astaga! Apalagi setelah ini? Nggak mau selamat?” “Apa aku jahat, mas?” Gina menatap tidak enak. “Nggak, sayang. Ibu hamil wajar sih, banyak hal yang berbeda saat hamil dan tampaknya aku harus mengalami hal yang dialami suami-suami diluar.” Gina memberikan tatapan penuh penyesalan “Maaf, mas.” Fierly menganggukkan kepalanya “Kalau gitu sekarang tidur sendiri?” Gina menganggukkan kepala sedikit ragu “Jangan maksa kalau nggak bisa, kamu tidur aja sekarang.” Fierly mengambil jarak aman, melihat itu seketika perasaan tidak enak menghampiri Gina. Istri yang kurang ajar, tidak berbakti sama suami dan menyakiti hatinya dengan tidak mau berdekatan ditambah menolak ajakan hubungan intim. “Mas, aku berdosa nggak nolak kamu tadi?” Gina membuka suaranya yang membuat Fierly membuka matanya. “Nggak, sayang. Aku yang egois disini. Kamu lagi hamil malah aku nggak tahu kondisi kamu, lebih mementingkan diri sendiri. Sekarang kamu mau tidur atau bagaimana?” Fierly menatap Gina tanpa menyentuhnya. “Aku nggak papa ini cuman di kamar?” “Memang kenapa? Kamu takut ibu marah? Tenang, ibu nggak akan marah. Kamu itu menantu dan artinya kamu juga anak disini, ibu sudah anggap kamu anaknya. Mana bisa ibu nyuruh anaknya kerja pekerjaan rumah, selama ini mbak-mbakku juga nggak pernah dipaksa buat kerjain pekerjaan rumah lagipula sudah ada bibi yang bantuin.” “Tapi aku nggak enak...” “Nggak enak ya di muntahin aja.” Fierly memotong langsung yang mendapatkan cubitan di perut “Aku tanya lagi mau tidur atau bagaimana?” “Aku disini aja, aku bingung bicara sama mama.” Gina memutuskan berada didalam kamar “Nanti kalau aku sudah enakan pasti keluar buat bicara sama orang tuanya mas.” “Orang tua kamu juga, sayang.” Fierly mengoreksinya yang tidak ditanggapi Gina. Sisa hari dihabiskan dengan berada didalam kamar, Fierly bisa saja bergabung bersama kedua orang tuanya tapi lebih memilih menemani Gina. Mereka berdua membicarakan banyak hal, sampai akhirnya Fierly tidur terlebih dahulu, melihat suaminya tidur perlahan membelai wajahnya dan tersenyum tipis. Gina benar-benar mendapati pria yang sabar, paham agama, tidak memaksakan kehendaknya dan paling penting adalah menyayangi dirinya dan juga keluarganya. Wajahnya juga tidak buruk, dibandingkan dengan mantannya mungkin Fierly yang paling berbeda, meskipun begitu bagi Gina dimana Fierly adalah paling tampan dan itu juga alasan menerima lamarannya. “Lagi istirahat?” Gina menganggukkan kepalanya “Kalau lapar nanti langsung kebawah aja, Fierly bilang kamu pengen makan soto daging tadi mama masakin khusus buat kamu.” “Mama nggak perlu repot-repot.” Gina menatap tidak enak. “Nggak masalah asal kamu senang itu sudah lebih dari cukup.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD