Capek Aja

1030 Words
Hari minggu memang waktunya bersantai. Tidak ada acara pergi ke kantor, tidak ada wajah bahkan suara William membuat Sella sangat bahagia. Adaptasi di kantor sangat melelahkan, tapi Sella harus bisa bertahan demi memperpanjang masa hidupnya. "Ibu kamu ke mana, Sel?" Hening. "Sella? Kamu dengar Ayah?" Satu tepukan di lengan membuat Sella menoleh. Sejak tadi dia asik melamun sampai tidak memperhatikan pria paruh baya di sampingnya. Ingin rasanya Sella mengeluh, tapi melihat kondisi Ayahnya sangat tidak memungkinkan. Sella tersenyum seraya berkata, "apa Ayah mau sesuatu? Mau minum? Atau mau makan? Aku baru selesai masak, jadi kalau Ayah mau makan aku ambilkan." "Ibu kamu di mana, Sel?" tanya Wira lagi. Niat hati mau mengalihkan pembicaraan, tapi sepertinya sang Ayah tidak mau. Perlahan Sella menghembuskan napasnya. Ibu? Di mana Ibunya? Bahkan Sella sendiri tidak tahu di mana wanita menyebalkan itu. Sampai detik ini Sella masih menyayangkan Ayahnya menikah dengan Daniar, wanita tidak tahu diuntung. Dahulu dia sangat menggebu merebut sang Ayah dari Bundanya, sekarang saat Ayahnya sudah jatuh seperti ini, dibuang layaknya sampah. "Sel?" "Aku sebenarnya capek, Yah. Ngga tau capek kenapa, ya capek aja. Belum lagi urusin Ibu. Ibu tuh kelewatan, dia hura-hura pakai uang gajianku. Padahal semua uang gajianku buat pengobatan Ayah," guman Sella. Sella memang sangat gemas dengan Daniar, tapi untuk mengutarakannya seperti ini dia selalu takut pada Ayahnya. Ada satu waktu, Ayahnya lebih membela Daniar daripada anak kandung sendiri. Itu yang membuat Sella sungkan mengutarakan. "Pekerjaan kamu gimana? Katanya udah pindah? Kamu kerja di kantoran?" Tanpa ragu Sella mengangguk. "Sebetulnya semua aman, tapi ngga tau kenapa hati aku ngga tenang. Teman-teman di sana baik padahal. Ah, mungkin aku kurang beradaptasi aja, Yah" Wira meraih tangan Sella, menggenggamnya dengan sangat erat. Wira tahu dia sangat menyusahkan putrinya bahkan membuat Sella harus berhenti kuliah. Padahal dahulu, hidup Sella sangat mewah ingin ini itu selalu mudah dia dapatkan. Pelukan sang Ayah yang tiba-tiba membuat Sella tersenyum. Tanpa mengatakan apapun Sella sudah tahu isi hati Ayahnya. "Its okay, Yah, aku gapapa." "Kalau kamu lelah, kamu boleh istirahat, Sel. Manjakan diri kamu, jangan hanya kerja yang ada di dalam otak. Atau kamu mau pergi liburan? Gunakan uang kamu, habis itu pergi jalan-jalan." Sella tersenyum masam mendengarnya. Jalan-jalan? Pakai uang tabungan? Sella memang butuh healing, tapi pengobatan Ayahnya jauh lebih penting. Bukan hanya itu, Sella sedang menabung uang untuk membayar semua hutang-hutangnya pada William. Sella juga sudah memberanikan diri untuk menentang William yang terus memberikan dana segar. Sella hanya tidak mau kalau pada akhirnya ini semua menjadi boomerang. *** Kondisi Wira sudah membaik, segala makanan bahkan cemilan sudah Sella siapkan. Awalnya Sella tidak mendapat izin pergi, tapi siang ini Sella berbohong dengan dalih ada pekerjaan kantor, padahal dia ingin bertemu Kenzo. Sejak kemarin kekasihnya sangat rewel mengajak bertemu, bahkan dia sempat ingin nekat datang ke rumah. Sekitar sepuluh menit menunggu, belum ada tanda-tanda pemilik rumah di depannya akan ke luar. Berkali-kali Sella memencet bel, berkali-kali itu juga Sella menghentakkan kakinya karena kesal. "Iya, tunggu sebentar!" Sella mundur beberapa langkah, mengamati gerbang yang sebentar lagi akan terbuka. Saat gerbang terbuka, seorang pria berdiri dengan senyum khasnya. Iya, pria itu adalah Kenzo, kekasih Sella. Mereka sudah menjalin kasih selama lima tahun. Sejak awal hubungannya baik, tetapi semakin lama Sella merasakan sedikit perubahan. "Kita jalan sekarang aja ya, Sel? Aku mau bicara sama kamu di luar, ga di rumah," kata Kenzo tanpa memperdulikan diamnya Sella. Pria itu kembali masuk, menyalahkan mesin mobil lalu berhenti tepat di depan Sella. "Ayo, Sel," sambungnya. Sella yang sudah percaya penuh pada Kenzo hanya bisa manut. Entah akan pergi ke mana, Sella juga tidak tahu. Sekilas Sella melirik pria di sampingnya melalui ekor mata. Tidak ada yang berubah, tetapi kenapa hati Sella merasa aneh? "Ken, kita mau ke mana?" Lolos sudah kegatalan Sella sejak tadi. Dia hanya ingin tahu ke mana kekasihnya mengajak pergi. Selain itu Sella tidak bisa lama-lama di luar karena Ayahnya sendirian di rumah. "Restoran favorite kita, Sel. Sekalian kita makan siang aja." Hampir setengah jam, kini mobil Kenzo sudah terparkir rapih di parkiran. Tanpa menunggu kekasihnya membukakan pintu, Sella sudah lebih dulu turun. Keduanya berjalan beriringan memasuki restoran. Banyak pasang mata menatap, tapi hal itu tidak membuat Kenzo mengendurkan rangkulannya. Sella sejak tadi masih mengaktifkan mode bisu, dia juga hanya jadi pendengar saat Kenzo memesan banyak makanan untuk mereka berdua. "Sebenarnya apa yang mau kamu omongin, Ken? Aku ga bisa lama, kasihan Ayah di rumah sendirian," ujar Sella sambil terus menatap lekat Kenzo. "Akhir-akhir ini kamu sibuk banget, Sel, bahkan sekedar balas chat aja lama. Sepadat itu pekerjaan kamu?" Mulut Sella kembali mengatup. Kenzo memang mengetahui kalau Sella sudah bekerja di perusahaan baru, Sella juga menjelaskan detail pekerjaannya. Awalnya Kenzo mengerti, tapi hari ini Sella bisa melihat raut wajah Kenzo seperti gelisah. "Sebetulnya aku malu mau bilang ini, tapi lagi-lagi aku cuma punya kamu Sel. Aku butuh uang buat minggu ini, kalau kamu ada niatnya aku mau pinjam. Kamu tenang aja, ga akan lama. Jumat depannya aku kembalikan." Kedua tangan kekarKenzo terulur, menggenggam erat tangan Sella di atas meja. Pandangan keduanya beradu. Beberapa saat mereka terjebak keheningan dengan isi otak yang berkecamuk. Posisi Sella saat ini benar-benar tidak menguntungkan, dia sendiri bingung harua menjawab apa. "Bisa, Sel?" "Berapa, Ken?" tanya Sella dengan hati-hati. Sungguh, dari semua pembahasan, pembahasan uang yang selalu mengketar-ketirkan hati Sella. "Engga banyak, Sel, aku cuma butuh empat juta. Apa kamu ada? Kalau bisa transfer aja, kamu tahu nomer rekeningku 'kan?" Empat juta? Cuma? Mana ada nominal empat juga bersanding dengan kata cuma? Memangnya ada hujan uang di kota mana? Ting! Belum sempat Sella menjawab, ponselnya sudah lebih dulu terdengar. Sella membaca pesan terbaru yang Ayahnya kirimkan. Secepat kilat Sella membalas, lalu memasukan kembali ponselnya. Hanya ada satu yang terlintas di dalam otak Sella, dia harus pulang. "Ken, maaf, aku harus pulang. Ayah kirim chat, pokoknya aku ngga bisa jelasin ke kamu, nanti kita sambung lagi." Tanpa menunggu jawaban Kenzo, Sella berlari kecil meninggalkan restoran. Gerakan Sella yang cepat membuat Kenzo mengumpat kasar. Jangankan untuk menjawab menahan saja tidak sempat. Apa Sella sengaja menghindar karena tidak mau meminjamkan uang? Berbeda dengan kekesalan Kenzo, sedangkan Sella masih harap-harap cemas. Beberapa kali dia menyuruh tukang ojek untuk menambah kecepatan saking paniknya. Sebetulnya siapa sih yang meneror rumahnya? ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD