Ya Allah semoga kopi ini yang terakhir, saya sedang banyak pekerjaan ya Allah please.." Delisa meracau dalam batinnya sambil.meremas kemejanya menunggu respon bosnya tentang rasa kopi yang dibuatnya.
" Bagaimana pak." Delisa mengernyitkan keningnya.
" heumm, cukup ,lumayan. " Darren mengangkat kedua alisnya.
" Baiklah kalau begitu aku mau ke ruang kerja dulu, "ujar Delisa.
" Saya belum memberi perintah kamu untuk pergi Delisa" ujar Darren.
"Saya mau tanya, mengapa kamu masih menyimpan kalung itu," ujar Darren.
" Deg." Delisa tercengang mendengar hal itu .
"Hhh, karena ini pemberian tulus dari seseorang, aku tidak bisa membuangnya bagaimanapun dia memberikannya dengan tulus," ucap Delisa.
"Hohhh, jadi kau sadar jika orang itu tulus, namun kau menghianati ketulusan orang itu benar bukan?" ketus Darren diiringi tatapan tajamnya.
"Jika tidak ada pekerjaan lain, saya pergi ke ruangan saya permisi " Delisa dengan suara rendah .
" Kau tidak bisa hidup dengan tenang, kau harus merasakan sakit seperti yang kurasakan" Darren mengepalkan tangannya.
" Tok tok "
" Masuklah " ujar Darren m
" Kau sudah menemukan informasinya?" ujar Darren
" Sudah namun ini belum 100 persen valid " ujar Arnold.
"Maksudmu?" ujar Darren mengernyitkan keningnya.
"Mmmaksudku adalah data yang ku dapat baru setengahnya.
"Heumm." Darren mengambil file yang ada ditangan Arnold .
" Jadi belum diketahui suami dari Delisa?"
" Belum tuan karena sepertinya dia tidak menikah,"ujar Arnold.
" Apa?" Darren tercengang mendengarnya.
" Bagaimana bisa ?" ujar Darren ." Sedangkan dia memutuskan hubungan denganku karena dia mencintai laki-laki lain" batin Darren sambil mengernyitkan keningnya. Dia juga kembali menelisik file yang menunjukkan data kelahiran anak dari Delisa, namanya ternyata persisi seperti nama kakeknya, dan juga tanggal lahirnya .
" Deg" Dia menghitung itu sembilan bulan setelah mereka menghabiskan malam di penginapan saat itu" Darren merasa terkulai tak berdaya,tubuhnya luruh di sofa empuk miliknya.
"Jangan-jangan,anak itu..." Darren menggelengkan kepalanya. Bagaimana bisa dia menuduh Delisa menghianati dirinya, sedangkan anak itu adalah anaknya, batin Darren.
" Tapi aku perlu tes DNA untuk memastikannya," gumam Darren.
" Arnold aku harus melaksanakan tes DNA supaya mengetahui apakah dia anakku atau bukan " ujar Darren.
"Kau benar kau harus melakukan tes DNA," ujar Arnold.
" Tapi mengapa anda harus melakukan tes DNA, memangnya apa hubungan anda dengan ibu anak itu?" cetus Arnold. Sambil menggaruk kepalanya.
" Dia adalah ....
Bersambung .