Bab 3 Saat benci tapi cinta

1223 Words
Delisa masih mengingat saat dia yang mengandung sendirian, harus meninggalkan lelaki yang seharusnya menemaninya, dalam menjalani masa sulit selama mengandung hingga melahirkan. Delisa ke toilet dan menumpahkan airmatanya yang berdesakan ingin keluar. Kepingan - kepingan ingatannya tentang saat moment bahagia dan juga perih itu muncul. Setelah dia merasa lega, Lisa akhirnya keluar dari toilet menuju meja kerjanya. Dia mendapat pesan dari guru sekaligus pengasuh putranya di Daycare, kemudian menelponnya . " Halo, selamat pagi Mami Louis," sapa guru Louis di daycare. " Iya Miss, ada apa, ?" jawaban Delisa. " Begini louis tidak mau makan dia terlihat sangat emosional hari ini, karena suatu hal," " Tidak mau makan, tapi kenapa Miss?"ujar miss " Dia , terus mengatakan jika dia juga memiliki papi, dan akan datang menjemput nya."suara dari sambungan seluler. Perasaan Delisa semakin teriris mendengar hal itu.Mungkin sebagai ibu, apapun itu Delisa bisa mengabulkan keinginan sang anak, namun untuk hal ini Lisa sangat sedih karena tidak mungkin. " Miss, katakan padanya, makan dulu nanti mami ke sekolah saat istirahat kantor" ujar Delisa. " Baiklah mam, maaf kami harus menyampaikan hal ini, karena Louis juga tadi menyerang temannya yang mengatakan jika louis tidak punya Papi" " Menyerang temannya?" Delisa membulatkan matanya, " Astagfirullah, miss saya merasa sangat menyesal atas kejadian ini, kalau begitu terimakasih atas informasinya," ucap Delisa. " Sama-sama mom." mereka mengakhiri sambungan telponnya. " Delisa, kamu dipanggil sama Pak Darren kata pak manajer, " Ujar Bella. " Iya , tapi ada apa ?" gumam Delisa. " Mana aku tahu sudah sana cepat, nanti dia marah - marah lagi," ujar Bella. " Huhhh," Delisa menarik napasnya. " Pak Arya, saya dipanggil sama CEO baru kita ?" tanya Delisa sambil mengernyitkan keningnya. "Iya, kamu cepat sana, semoga kamu enggak kenapa-kenapa ya Lis," kata Pak Arya manajer, yang selalu membantu Delisa. " Hufft, baik pak, Bismillahirrohmanirohim, " ucap Delisa. Dia menarik napasnya kemudian berjalan menuju ruang kantor Darren Alexander. Delisa menatap lurus tajam ke arah pintu. Dia hanya bisa berpasrah pada apapun yang akan terjadi pada dirinya saat ini. Berbagai asumsi dalam pikirannya semakin melayang berterbangan entah seberapa banyak. " Hei, tunggu , udah aku bilang kan, siap -siap saja dipanggil sama CEO baru" ujar wanita seksi yang menghampiri Delisa. " iya nona , kalau nona sudah bisa menebak kira dia bakal ngomong apa ya ? " Delisa kembali mencoba menanyakan karena dia sebal dengan sikap sok tahu sekretaris itu . " Ehmm mana aku tahu, mungkin dia mau marahin kamu atau .... mecat kamu, bisa jadi," ujar Shindy. " Berani taruhan?"Ujar Delisa yang mengangkat kedua alisnya. " Oke siapa takut, saya yakin kamu bakal kena marah Pak Darren," ujar sekretaris itu. Delisa maju ke depan menuju ke arah ruang kantor seorang CEO yang baru. " Tok tok" suara pintu diketuk " Ya masuk" suara bariton yang sudah lama dan pernah begitu intens berdengung ditelinganya. " Assalamualaikum " ucapan salam dari Delisa. Namun tak ada jawaban dari Darren. Dengan tatapan tajamnya Darren menghunus ke arah wanita yang pernah mengisi hatinya sejak 5 tahun lalu dan wanita itulah yang menorehkan luka dihatinya selama 4 tahun ini. Dua orang yang pernah saling memuji, dan mencintai kini bak orang asing yang sama sekali tidak pernah bertemu. Gurat kebencian dan dendam terukir jelas di wajah Lelaki tampan dan memiliki rahang tegas tersebut. " Kamu yang mendekor ruangan saya, ?" ujar Darren. "Deg." Jantung Delisa berdegup kencang seakan suaranya dapat terdengar keluar . " Jawab saya !" Darren meninggikan suaranya. " euhhh, iya pak, saya yang mendekor ruangan bapak," Lirih Delisa. "Sejak kapan saya suka bunga hah, kamu tahu saya alergi dengan bunga, jadi mulai sekarang jangan ada bunga apapun di ruangan saya." dengan nada tinggi dan menekan Darren meluapkan kata-kata itu terhadap Delisa. Seolah dia sedang ingin meluapkan kata hatinya.Tatapan tajamnya seolah siap menghunus apa saja yang ada di hadapannya. " Maaf pak, saya tidak akan mengulanginya lagi," ucap Delisa, sambil menundukkan kepalanya. " Baiklah, kali ini saya maafkan ,mulai sekarang buatkan saya kopi, dan ingat gula dan kopi satu banding seper empat mengerti," perintah Darren. " Baik pak saya mengerti," ucap Delisa. " Sekarang pergilah," Ujar Darren sambil mengibaskan tangannya. " Baiklah pak" Delisa berlalu dari hadapan Darrren dia tak menatap wajah mantannya sekaligus bosnya itu. Padahal Darren dari tadi menatap lekat wajah mantannya. " Ya Allah kuatkanlah hati hamba dari cobaan ini, rasanya jika saja ada pekerjaan lain, aku lebih baik berhenti bekerja saja," batin Delisa menggerutu dalam batinnya," Tadi kopi dan gula satu banding seperempat, bagaimana ini pusing jadinya, kenapa aku dulu biasa pacaran sama dia yang ternyata aneh," batin Delisa mengumpat tak dalam hatinya. Setelah selesai dia mengantarkan kopi untuk bos barunya yang sangat dingin dan arogan itu. " Permisi pak ini kopinya." Delisa menaruh kopi tersebut dimeja Darren. " ya." Darren menjawab singkat . " Saya bisa kembali ke meja saya pak ?" tanya Delisa. " Siapa yang suruh kamu pergi." Darren kembali mengetatkan rahangnya, "Kamu rapikan bunga-bunga itu, baru kamu pergi. " Baik pak" ujar Delisa . " Dia sangat cantik, bahkan tidak berubah, tapi kenapa dia masih memakai kalung itu?" batin Darren. Tatapannya tertuju pada sebuah kalung yang berinisial D pemberian dirinya. Masih segar dalam ingatannya, saat dia memberikan kalung saat Delisa ulang tahun. Di sebuah rooftop hotel. "Bayangan itu kenapa muncul kembali ? " Darren menggerutu dalam batinnya, sontak tiba-tiba dirinya menyuruh Delisa pergi. "Sudah cukup, kamu pergi sekarang, " Darren mengibaskan tangannya. "Baik pak," ucap Delisa sambil membawa vas bunga ditangannya. "Argghhh,"Darren melemparkan beberapa file ke sembarang arah, meluapkan kemarahannya. Saat melihat wajah Delisa, Dia mengingat bagaimana saat -saat dia hendak pergi ke luar negeri, tiba-tiba dia melihat Delisa jalan bersama seorang pria.Dan tiba-tiba memutuskan hubungan dengannya. Padahal Delisa sepakat akan menunggu dirinya." Tok tok" " Masuklah" Darren mempersilahkan asistennya untuk masuk. " Tuan, jadwal siang ini makan siang di restoran jepang terkenal di kota ini, bersama tuan Hiro investor dari jepang," "Baiklah, aku ingin ada penerjemah bahasa jepang dan pastikan dia wanita, supaya tuan Hiro merasa nyaman, " ujar Darren dia berpikir nama Delisa karena waktu SMA Delisa pandai berbahasa Jepang. "Arnold suruh karyawan design untuk menemani kita makan siang dengan tuan Hiro" ujar Darren. " Baik tuan." Arnold mengernyitkan keningnya mendengar perintah bos dinginnya itu. " Haduh... ada-ada saja si boss," ucap Arnold, dalam batinnya, yang tidak faham apa yang sebenarnya diinginkan oleh bosnya. " Pak Arya suruh karyawannya yang fasih bahasa jepang untuk ikut makan siang menemui klien bersama pak Darren, " ucap Arnold melalui ponselnya. " Tapi pak.. baiklah akan saya usahakan," ujar pak Arya, dengan nada lemah semakin dibuat pusing saja, dengan keinginan bosnya itu. " Baiklah, saya tunggu ya jam 11:30," ujar Arnold, melalui sambungan teleponnya. " Baik pak Arnold," ujar pak Arya. " Kalian tahu tidak, siapa yang bisa bahasa jepang " ucap Arya kepada para anak buahnya. Kira-kira siapa ya, oh iya Fuji Pak, dia pandai bahasa jepang," ucap salah satu karyawannya. "Fuji, kamu bisa bahasa jepang kan?" tanya pak Arya. " Iya pak benar Pak," jawab Fuji. " Kalau begitu kamu sekarang bersiap ya, dandan yang cantik dan menarik biar klien pak Darren tidak kecewa, " ujar pak Arya. " Maksud bapak apa, saya kan hanya penerjemah." Fuji mengernyitkan keningnya. " Saya tahu, kamu harus mengantisipasi jika penampilan kamu nanti dikomplain sama pak Darren," ujar pak Arya. "baik pak, " ucap Fuji. " Siip kamu memang bisa diandalkan," ujar Arya. bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD