Yozico permana, yang saat ini berusia 18 tahun, seorang mahasiswa baru di salah satu universitas yang ada di kotanya. Dia tak terlalu pintar, tetapi dia aktif dalam setiap kegiatan.
Saat melihat satu temannya di dalam kampus, tiba-tiba dia teringat dengan teman sebayanya di sma sering memainkan ponsel dengan memiringkannya. Saat dia melihat, ternyata sedang memainkan game yang lagi popular saat ini.
"Zico, main game sini," ajak teman satu kelasnya yang bernama putra.
"Nggak, deh. Aku nggak suka game, soalnya dulu temanku satu kelas saat sekolah menengah atas juga sering main seperti itu," jelas Yozico.
"Halah, kamu nggak asik. Tahu nggak sih, game itu bisa menghilangkan kepenatan saat sibuk ngerjain tugas. Nggak percaya? Cobain, deh," bujuk temannya.
"Nggak deh, buat lupa segalanya," jawab Yozico sembari beranjak dari tempat duduknya.
Temannya tetap menatao ke arah ponselnya. "Kata siapa? Tergantung kamu, asal tahu waktu aja pasti nggak kebablasan. Cobain, deh."
Yozico hanya menyeringai, lalu meninggalkan temannta itu tetap di kelas sendirian. Dia berjalan menuju kantin universitas itu. Sepanjang koridor, terlihat anak-anak juga ngobrol, tetapi matanya terpaku dengan layar ponsel di genggamanya.
"Emang, seasik itukah?" gumam Yozico.
Tiba-tiba teman satu kelasnya yang lain, bernama Fernando datang dengan mengagetkannya. "Woi, ngomong sendiri. Kenapa, lo?"
"Sialan, lo. Eh, Nando, kamu main game juga nggak?" tanya Yozico tampak penasaran.
"Aku? Ya, mainlah. Kenapa, emangnya?" Nando selama ini tak tahu, jika Yozico tak pernah memainkan apa yang saat ini digandrungi anak seusianya.
"Enggak apa-apa, sih. Emang, seasik itukah?" twnya Yozico lagi.
Fernando sontak mengernyitkan dahinya.
"Jangan-jangan, ponselmu belum terjamah dengan yang namanya game?" Nando menduga-duga.
"Belumlah. Aku itu, nggak pernah punya keinginan untuk main game. Entah kenapa, ya. Bagiku, tetap asik naik gunung. Meski capek, tapi ada pencapaian yang membanggakan," jawab Yozico dengan angkuhnya.
Mereka berdua tetap berjalan beriringan hendak ke kantin.
"Halah, kamu belum tahu aja. Sekarang game, juga kala lomba dengan pemain luar negeri, hadiahnya gede banget. Ah, sayangnya kamu nggak seasik itu. Dahlah kita punya kesukaan masing-masing." Fernando meraih minuman dingin yang berada di kulkas kantin.
Karena perkataan Fernando, membuat rasa penasaran Yozico seakan-akan tergugah kembali. Dalam hatinya berkata, 'Kamu nggak akan tahu, kalau belum pernah mencobanya. Tapi buat apa juga, ya? Bertahun-tahun, temanku main game, nggak ada tuh yang sampai dapet uang. Mungkin, lain kai bolehlah kalau mencobanya sesekali.'
Hari itu berjalan biasa saja dalam kehidupan Yozico. Dia hanya mahasiswa baru, yang tak terlalu banyak tugas dalam kuliahnya. Masa santai bagi dia.
Yozico saat pulang sekolah, langsung masuk ke dalam rumah dengan melewati mamanya yang sedang menonton sinetron kesukaannya.
"Sore, Ma. Aku ke kamar dulu," sapanya.
"Iya, jangan lupa makan." Mamanya mengatakna itu, namun matanya terpaku dengan sinsetron yanh ada di hadapannya.
"Iya, masak apa, Ma?" tanya Yozico berbasa-basi.
Mamanya menoleh ke arahnya.
"Bisa nggak di lihat dulu. Kenapa selalu tanya terus saat makan? Sudah tahu, pagi masak itu, siang ya makan itulah." Mamanya menjawab dengan sengol.
Yozico hanya diam kala menatap mamanya. Dia tahu, emak-emak jika mereka keluar taring, jika diladeni akan berbuntut panjang. Yozico memilih masuk ke dalam kamar dan merebahkan tubuhnya di atas kasur sembari memainkan ponselnya.
Tak berselang lama setelah itu, terdengar suara teriakan dari mamanya memanggilnya.
"Zico! Di suruh makan, susah bener," ujar mamanya dari tempatnya nonton televisi.
"Duh, kenapa pakai lupa makan, sih? Dah tahu, Mamakku macam singa," gumam Yozico.
"Zico! Kamu dengar nggak?" teriak mamanya lagi.
"Iya, Ma," jawab Yozico sembari beranjak dari tempat duduknya.
Yozico dari dulu, sering lupa waktu untuk makan. Karena kebiasaan itu, membuat dia terkena penyakit magg. Mamanya hanya tak ingin penyakitnya kambuh, membuat beliau selalu keras untuk jam makan anaknya itu.
Yozico membuka pintu kamarnya, saat itu juga mamanya menatap dengan sorot mata yang tajam.
"Hape terus, lupa makan. Anak di suruh makan aja susah. Kau itu, suka kalau sakit apa, ya." Mamanya mengomel kala melihat Yozico.
"Masih istirahat dulu, Ma. Capek, tadi," jawabnya.
"Ya gitu, jawab terus kalau Mamamu ngomong itu. Apa susahnya ambil makan, terus duduk sambil main ponsel juga bisa. Kaya Mama ini nyuruh kamu makan, sambil lari-lari gitu, bilang istirahat," omel mamanya.
Hal seperti itu sudah terbiasa terjadi, kala anaknya susah dinasehatin.
"Iya, Ma," jawab Yozico dengan lembut.
"Iya-iya, doang. Tapi nggak berangkat." Mamany ayang nonton televisi, bisa-bisanya sambil mengomel.
Yozico menghela napas panjang. Dia rasa mama siapapun dan di mana pun juga punya sifat yang seperti itu. Nggak di jawab ngomel, di jawab tambah parah. Yozico memilih mengambil makanan di dapur, lalu memutuskan duduk di dekat mamanya.
"Nah, gitukan. Dari tadi sudah ambil makan, Mama nggak ngomel seperti ini," omelan mamanya Yozico kembali berlansung.
Yozico yang sudah kebal dengan karakter mamanya, hanya sanggup tersenyum.
"Ma," panggil Yozico kala mamanya terdiam sembari menonton televisi.
"Apa?" jawab mamanya dengan ketus.
"Bentar lagi Agustuskan, ya? Nah, bilang tuh sama Pak RT, suruh adain lomba antar emak-emak sekampung kita," ujar Yozico.
"Kau suruh lomba apa, Mamakmu ini?" tanya mamanya.
"Ehm, kalian lomba mengingat kesalahan anaknya, tuh. Beh, juara tuh pasti. Misal seperti aku, lupa makan, ya. Mama itu ngomel, nah nanti sampai sore pun Mama ngomel hal yang sama. Ingatan kalian itu, super," ejek Yozico.
Mamanya menoleh menatap Yozico. Kilatan cahaya putih melesat cepat dari sudut mata mamanya.
"Yuh, keluar kekuatan. Heheh, becanda, Ma." Yozico tersenyum, lalu menggaruk-garuk kepalanya.
"Cepat makan, atau kamu kumakan?" gertak mamanya.
"Hehehe, ampun, Ma." Yozico tersenyum, sembari mengakat sebelah alisnya dengan cepat ke mamanya.
Wajah sadis mamanya, membuat Yozico sama sekali tak merasa ketakuta.
"Zico," panggil mamanya.
"Hem, apaan?" jawabnya dengan mulut penuh makanan.
"Eh, ide kamu bagus juga, ya. Boleh, tuh. Ngomong sama Pak RT. Hadiahnya gedekan?" ujar mamanya ganti mengejek.
Yozico mengangkat wajahnya menatap mamanya kembali.
"Alamak, Mamaku ini kesambel setan apaan?" tanya Zico.
"Nah, kalau hadiahnya banyak, okelah. tolong daftarkan Mama, ya," pinta mamanya.
"Jangan ngada-ngada, Ma. Nyawaku kau pertaruhkan itu," jawab Yozico.
"Lah, bisa-bisanya jawabanmu," ujar mamanya.
"Nah, disuruh buat kesalahan dulu. Masalah satu sampek berhari-hari itu ngomelnya. Selesai kontes seperti itu, kurus kering aku tuh. Mama ngomel pagi ketemu malam lagi, begitu terus sampai sapi bilang embek-embek." Yozico kembali menghela napas.
Mama Yozico hanya tertawa terbahak-bahak. Keluarga Yozico orangnya asik saat diajak becanda. Hanya saja, nada bicara tiap hari rada kenceng saja.
"Ketawa terus, Ma." Yozico kembali melahap makanannya.
"Hahaha, tenang, Nak. Nggak peru berhari-hari, itu kartu keluarga tiba-tiba tak ada nama kamu aja giru. haha," ejeke mamanya lagi.
"Lahkan, benerkan. Calon gelandangan nanti aku, tuh," ujar Yozico.
"Sudahlah. Cepat makan," perintah mamanya.
Yozico segera melahap makanannya hingga habis. Setelah itu, dia kembali ke kamarnya tanpa takut mamanya mengomel lagi.
Dia kembali berbaring, tiba-tiba teringat perkataan Fernando saat di kampus tadi. Saat itu, dia mencoba menginstal salah satu game yang ada di saah satu aplikasi. Dia menunggu downloadannya selesai, sembari scroll sosial media yang ia miliki.
Ikan di sosial media pun, berkali-kali menampakan hebatnya permainan itu. Tetapi, Yozico yang tak pernah main, hnya selalu dianggap sepele.
"Apa iya, game itu asik. Coba aja dululah," gumamnya lagi, sembari membuka game yang selesai ia instal itu.
Awal dia membukanya, terlihat cara-cara yang benar untuk memainkannya. Yozico pun mencoba memainkannya dengan benar. Dia yang terlalu asik menekuni tutorial itu, hingga lupa apa yang ia tak sukai selama ini. Saat ini ia mainkan dengan serius.
"Zico, minta tolong. Angkat galonnya masuk ke dalam rumah!" pinta mamanya.
"Bentar, Ma," jawab Yozico.
"Iya, jangan lupa. Mama mau arisan dulu, ke rumah Ibu Evi," ujar mamanya.
"Iya," jawabnya.
Kedua jari jempol Yozico, saat ini menari-nari di atas layar ponselnya dengan cepat. Hal yang selama ini dianggap membosankan, ternyata asik daat dimainkan.
Permainan pertama selesai. "Main lagi, nggak, ya? Asik juga ternyata. Sekali lagi bisa kali, ya."
Sebelum kembali memencet untuk permainan kedua. Yozico keluar kamar hendak memindahkan air galon yang dipesan mamanya tadi. Dia tak ingin terjadi peperangan lagi, sehingga memilih untuk menuruti kemauan mamanya itu.
Setelah itu, dia kembali meraih ponselnya sembari duduk di kursi yang ada di kamarnya. Dia memainkan game untuk yang kedua kalinya. Entah kenapa, ada kepuasan tersendiri kala dapat melawan musuh-musuh yang menjadi penghalang heronya untuk memenangkan permainan itu.
Tak semudah yang dibayangkan. Saat dia asik, tiba-tiba terganggu signal yang membuat gamenya ngadat. Dalam dunia game biasa disebutnya "ngelag", hal itu yang selalu membuat pemain game marah dengan tiba-tiba.
Bruk!! Yozico tanpa sengaja memukul meja belajar yang ada di depannya. Gara-gara sinyal, membuat heronya mati untuk beberapa detik baru bisa bangun lagi.
"Hah!" Awal yang kurang mengenakkan memang, jika sedang asik game, terganggu dengan sinyal. Musuh pemain game yang sesungguhnya hanya sinyal yang sesekali ngadat.
Saat mendengar suara benturan, kebetulan mamanya pulang. Saat itu, beliau berlari menuju kamar Zico, sebab khawatir anaknya kenapa-napa. Dengan cepat mamanya membuka pintu kamar, terlihat Yozico mengangkat kakinya ke atas meja belajar, sembari tangannya memegang ponsel dengan miring. Matanya pun terpaku dengan layar ponsel itu.
"Zico, suara apa tadi?" tanya mamanya.
"Nggak tahu, Ma. Aku nggak dengar." Yozico memilih berbohong dengan mamanya.
"Awas aja, kalau sampai tahu kamu yang gebrak-gebrak meja. Lawanmu Mama, Nak." Mamanya mencoba memperingatkan, lalu pergi menuju kamarmya sendiri.
Yozico yang awalnya ingin memainkan game itu hanya dua kali, sampai tak terasa malam pun tiba. Ternyata, setelah pulang kuliah hingga malam tiba, dia memainkannya hingga berkali-kali.
Malam itu, jika bukan mamanya yang mengingatkan untuk makan kembali mungkin dia tak akan pwrnah menyadarinya.
"Zico, makan," pinta mamanya di balik pintu.
"Bentar lagi, Ma. Belum lapar," jawabnya.
"Iya, sudah. Jangan terlalu malam kalau makan, ingat itu perutmu." Mamanya kembali mengingatkan.
"Iya, Ma," jawabnya.
Walaupun beberapa kali Yozico mengusap matanya, dia tak ingat jika matanya lelah untuk menatap layar ponsel hingga seharian.
Dua jam berlalu, Papanya yang tak melihat anaknya keluar sedari tadi mencoba menghampirinya.
"Zico, ngapain, sih?" tanya papanya.
Yozico hanya menatap papanya dengan sekelebat, lalu kembali menatap ponselnya lagi.
"Main game, Pa," jawabnya.
"Berhenti dulu, makan aja sana. Kasihan itu mata, kalau sudah lama kamu memainkannya," tegur papanya dengan halus.
"Bentra lagi, Pa. Lagi asik, nih. Kurang selangkah lagi menang," jawabnya.
"Okelah, jangan sampai lupa waktu. Ingat, kamu mahasiswa harus banyak belajar. Jangan sampai kamu kecanduan game smapai lupa akan segalanya," tegur papanya lagi.
"Siap, Pa." Yozico menjawabnya dengan enteng.