Tak akan ada habisnya
Adel pov
"Kamu yang gak bisa mendidik anak dengan baik! Kenapa aku yang disalahkan?!"
"Kamu itu ayahnya! Anak kita juga butuh ayah bukan cuma ibu! Tapi kamu malah sibuk sama perempuan kamu!!"
"Aku gak butuh alasan gak bermutu kamu! Kamu harusnya mengerti kalo aku sibuk. Aku harus cari uang untuk makan!"
"Uang! Uang! Kamu selalu aja bilang cari uang! Tapi mana hasilnya?! Kamu itu cuma laki-laki gak punya pikiran selain wanita dan minuman. Makanya kita terus-terusan miskin dan minta-minta dengan saudara kita yang lain. Malu mas aku malu begini terus."
"Oh jadi kamu malu jadi istriku?! Kamu malu hidup denganku selama ini? Hah?!"
"Sudahlah yah bu, jangan ribut terus. Setiap malam selalu saja bertengkar. Angga bosan dengarnya."
"Tuh karena kamu gak becus didik anak, jadinya dia ngelunjak dengan orangtua."
Aku menghela nafas mendengar semua teriakan itu. Mau bagaimana lagi, Ibu ayah dan mas Angga memang selalu begitu setiap malam. Membuat aku tidak bisa fokus belajar. Walaupun dengan pintu kamar yang sudah aku kunci, suara mereka masih sangat jelas terdengar di telingaku.
Aku bangkit dari dudukku menuju ke kasur, mencoba untuk memejamkan mata diantara kebisingan rumah. Lebih baik aku tertidur daripada belajar tidak konsentrasi.
Aku mengambil handphone ku yang layarnya sudah retak tetapi masih berfungsi dengan baik itu, dan mulai mengatur alarm agar membangunkan aku ditengah malam supaya aku bisa belajar.
Setelah selesai, aku pun meletakkannya tak jauh dari posisi tidurku. Menatap langit kamar yang penuh dengan debu dan sarang laba-laba, aku mengalihkan pandanganku ke dinding rumah yang catnya sangat kusam lalu meja belajar serta lemari pakaian yang sudah keropos.
Kadang aku bertanya kenapa tuhan tidak melebihkan rezeki keluargaku walau sedikit? Tanpa disadari kegelapan mulai menghinggapiku.
'Kring kring kring'
Itu benar-benar menganggu. Aku merasa bahwa aku baru saja tertidur, tetapi sekarang waktu belajar sudah menungguku. Dengan pelan aku terbangun dan terduduk di kursi yang berada dimeja belajar. Mengambil segelas air yang memang sengaja disediakan disana untukku, dan meminumnya.
Setelah rasa haus dirasa hilang. Aku menuangkan sedikit air ketelapak tanganku kemudian mengusapkannya ke kedua mataku.
"Ayo semangat Adel!!"
Aku pun membuka buku paket persiapan UN yang aku fotocopy dan mulai mengerjakannya. Sebentar lagi aku akan menghadapi segala macam ujian supaya bisa lulus dari sekolah menengah atas. Hanya dengan semangatku lah aku dapat hidup seperti ini, tidak memiliki uang banyak memang sangat menyulitkan karena uang adalah segalanya. Tetapi dengan ketekunan aku yakin bisa mengganti segalanya dengan uang itu dengan prestasi yang bisa ku raih. Bukan begitu?
***
"Kita habis ini mau makan mie ayam mas Kamto gak?" Tanya Vika. Aku menatap kedua temanku yang lain mencari tanggapan mereka.
"Hayok."
"Boleh boleh."
"Gue sih ikut aja."
Setelah mendengar persetujuan dari yang lain, Vika langsung menarikku untuk membawa motornya seperti biasa. Sedangkan Eka dan Zoya pun sudah menaiki motor matic hitam milik Eka.
Untungnya uang jajanku cukup untuk membayar mie ayam ini. Aku masih sangat bersyukur akan hal itu.
"Kalian nanti bakal lanjut kemana kuliah atau kerja?" Tanya Eka memulai obrolan seraya menunggu pesanan kami tiba.
"Gue pengen kuliah di Bandung kayaknya, ngikutin kakak gue jadi anak statistika." Ujar Vika sebelum meminum air pelan.
"Lo berdua gimana Del? Zoy?"
"Gue ke Padang, balik kampung gitu. Lagian disana katanya lebih deket lebih enak juga." Jelas Zoya.
"Enak ketemu gebetan?" Godaku yang membuat Zoya malu.
"Ya enggaklah."
"Alah Zoya, gak usah bohong gitulah. Kita tau kok niat lo sebenarnya apa kuliah disana." Lanjut Vika dengan tawanya.
"Dasar Zoya, lo gimana Del?"
"Kalo gue gak tau deh, antara kerja atau kuliah. Kalo pendaftaran beasiswa gue keterima ya kuliah. Makanya lo bertiga doakan gue."
"Pasti."
"Selalu."
"Amin."
"Ya ampun sumpah ya gak kerasa banget masa SMA ini. Baru juga kita ketemu udah mau pisah aja." Celetuk Vika.
"Bener gak kerasa."
"Pokoknya kalo bener-bener udah pada pisah, jangan pernah lost contact minimal kita saling tau kabar gimana. Jangan saling melupakan." Ujar Zoya yang disetujui oleh aku dan yang yang lain.
"Iya siapa tau, Zoya beneran jadi sama sahabat kecilnya yang merangkap jadi gebetan itu. Terus menikah, jangan lupa undang-undang." Tukas Eka membuat ini menjadi lucu. Aku tertawa senang, memang benar hal yang paling menyenangkan adalah menggoda Zoya.
"Kalo kalo Adel beneran nikah muda dan punya anak banyak seperti yang di cita-citakan. Nikahnya sama orang ganteng yang serba -able tipe adel itu, undang-undang lah ya."
"Amin. Doakan ya kawan-kawan." Ujarku yang disambut tawa oleh mereka.
Memang benar apa yang dikatakan temanku yang satu itu. Aku memang sangat ingin menikah muda dan memiliki anak banyak. Karena ku pikir waktu muda sangatlah menyenangkan jika dilewati berdua. Tapi tentu hal tersebut akan aku lalui jika pria itu memenuhi kriteria pria idamanku.
● Tampan, tentu hal ini adalah yang pertama karena aku sangat menyukai pria berwajah tampan. Tidak akan lucu jika nanti suamiku berwajah biasa saja sedangkan para mantanku berwajah tampan. Bisa dihujat aku nanti.
● Berkulit putih, ini adalah pilihan tepat untuk memperbaiki keturunan dengan kulitku yang gelap khas gadis jawa ini. Ya seperti para mantan.
● Setia, tentu ia harus setia ini modal awal agar hubungan selalu langgeng.
● Jujur, agar kita tahu dia setia atau tidak bisa dilihat dari kejujurannya bukan?
● Perhatian, aku butuh lelaki perhatian agar aku tidak merasa kesepian dan kosong karena tidak pernah diperhatikan.
● Pengertian, ini penting karena aku gadis yang childish, sedikit plin-plan, Egois dan keras kepala.
● Kaya, diantara sekian banyak kriteria lelaki idamanku yang belum disebutkan, kaya harus masuk kedaftar terdepan. Hidup bahagia jika punya banyak uang, jika nanti kami memiliki anak, anak kami tidak akan pernah merasa kekurangan.
● Tubuh Atletis. d**a Bidang. sixpack, Eightpack or fourpack Supaya enak dipeluk dan diraba. intinya jangan onepack karena jika calonku gendut dan aku juga gendut anak-anakku akan menjadi seperti karung beras.
● Kalem, Hal ini termasuk point penting untuk perbaikan keturunan. Aku yang seperti cacing kepanasan dan suka berbicara tanpa henti ini tentu saja harus mempunyai suami yang kalem, penyabar supaya anakku setidaknya mengikuti alur ayahnya.
Itu adalah sebagian kecil pria idamanku, jika ku jelaskan semua tidak akan ada habisnya.
PrinceMate❤