BAB 1 :: PERTEMUAN (QUEENA VANYA PUTRI)

2398 Words
            “VANYAAA!!!” gadis berkuncir kuda dengan dandanan biasa namun tetap terlihat cantik tanpa polesan make up sedikitpun, langsung menolehkan kepalanya ketika melihat seorang gadis yang berlari menyusul dirinya. Itu Jessica. Orang yang pertama Vanya kenal ketika Vanya baru saja pindah ke sekolah ini dua minggu yang lalu.             “Bareng ke kelasnya ya.” Vanya hanya menganggukkan kepalanya. Dan melanjutkan perjalanannya dengan Jessica yang kini berjalan di samping Vanya.             Sepanjang perjalanan, banyak bisikkan yang hilir mudik di telinga mereka. Dan satu nama terus menerus keluar dari mulut-mulut itu. Ardan.             “Ardan? Siapa?” gumam Vanya penasaran. Gumaman itu ternyata terdengar oleh Jessica.             “Ardan atau lebih tepatnya Kavin Ardana Abiputra itu siswa berprestasi disini. Dia kelas IPA XI-1. Bukan cuma itu, yang buat Ardan dapat nilai plus lagi adalah Ardan itu ganteng banget. Lo kalau lihat dia pasti langsung klepek-klepek deh! Tapi sayang…” Jessica menggantungkan penjelasannya itu.             Vanya yang penasaran pun kembali bertanya. “Kenapa?”             “Dia udah punya pacar. Pacarnya itu sebelas dua belas sama Ardan. Cantik, pintar pula. Dan… katanya sih mereka udah Tunangan. Itu gossip yang gue denger dari anak-anak.” Ucap Jessica.             Vanya menatap Jessica. “Tunangan? Masa? Mereka kan masih sekolah. Nggak mungkinlah. Hoaks kali.” Jessica mengedikkan bahunya acuh. “Kan gue bilang itu cuma gossip. Faktanya juga gue nggak tahu. Mereka berdua nggak pernah buka suara soal itu.”   “Btw, emang si Ardan-Ardan itu seganteng apa sih? Sampai semua murid cewek di sini ngomongin dia?”             “Ya.. gitu deh! Nanti kalau kita pas-pasan sama dia gue langsung kasih tahu lo. Sekalian deh, gue bakal kasih tahu pacarnya kayak gimana.”             Ketika mereka berdua memasuki kelas, terlihat teman-teman mereka yang sedang sibuk menyontek berjamaah dengan membentuk beberapa kubu atau kelompok. Vanya menatap Jessica yang kini terburu-buru mengeluarkan buku serta pulpennya.             “Jangan bilang lo belum ngerjain juga?” Tanya Vanya. Jessica hanya menjawab dengan cengirannya. Selama beberapa hari duduk sebangku dengan Jessica, Vanya perlahan mulai memahami bagaimana sifat Jessica sedikit demi sedikit.             “Nih, lo lihat yang gue aja.” Sebagai teman yang baik, Vanya menyerahkan buku tugasnya kepada Jessica yang langsung diambil oleh Jessica dengan senang hati.             Selagi menunggu bel masuk, Vanya mengambil novelnya yang belum selesai dibaca oleh gadis itu. Membuka halaman demi halaman n****+ tersebut dengan mimik wajah yang berbeda-beda.             “GOOD MORNING EVERY BADEH!!” teriakkan itu membuat semua murid yang berada di kelas ini berdecak sebal. Menatap tajam kearah laki-laki dengan pakaian yang jauh dari kata rapih  itu. Seluruh kancing baju yang di biarkan terbuka semua sehingga menampilkan kaos polos berwarna putih serta tatanan rambut yang sengaja dibuat berantakan dan tidak lupa dengan dasi yang dibiarkan longgar itu.             Vanya yang juga merasa terganggu pun menatap Aldi tajam. Aldi yang mendapat tatapan itu menatap Vanya balik dengan tatapan menggoda. “Pagi sayang. Tumben berangkat duluan, biasanya minta bareng terus.” sapa Aldi ketika dirinya sudah mendudukkan pantatnya di kursi yang berada di depan Vanya. Vanya mencebikkan bibirnya ketika laki-laki itu lagi-lagi mengganggunya.             “Sayang-sayang, mata lo peyang. Gue bukan pacar lo."             “Lah, emang gue bilang ya kalau gue itu pacar lo? Ciee… jangan-jangan lo ngarep ditembak sama gue ya?” goda Aldi.             “Hah? Dih mimpi!” Ucap Vanya sambil mendelikkan matanya. Lalu langsung mengalihkan kembali fokusnya pada n****+ yang ada di atas mejanya itu. Tidak mau meladeni Aldi lebih banyak lagi.             Aldi hanya terkekeh sambil menatap wajah Vanya yang sedang fokus membaca novelnya itu. “Nggak bengkok apa itu leher. Nunduk terus kek kuda.” Ucap Aldi ngawur. Vanya yang mendengarnya hanya mengabaikan ucapan Aldi.             Tak lama bel masuk pun berbunyi. Membuat aktivitas Aldi yang tengah asyik mengganggu Vanya itu terhenti. Begitupun dengan Vanya yang langsung memasukkan novelnya ke dalam tas.             “Sana lo. Gue mau duduk.” ucap Denira mengusir Aldi yang duduk di bangkunya. Dengan malas, Aldi pun pergi menuju bangkunya yang berada di bagian belakang. ***             Bel istirahat sudah berbunyi beberapa menit yang lalu. Vanya yang tadi berniat untuk langsung pergi ke kantin pun gagal karena kini dirinya diminta untuk membawakan buku yang bertumpuk-tumpuk di tangannya ini ke ruang guru. Vanya menggerutu karena tumpukan buku-buku ini membuatnya kewalahan. Bagaimana tidak? Buku itu sedikit menghalangi penglihatan Vanya sehingga membuat Vanya merasa kesulitan ketika berjalan.             “Kenapa harus gue sih? Kaya nggak ada murid lain aja. Cowok kek seenggaknya.” Gerutu Vanya.             ‘Bruk’             Tubuh Vanya terjengkang ke belakang dengan buku-buku yang langsung berjatuhan menimpa tubuhnya yang mungil itu. Membuat rasa nyeri di tubuhnya semakin bertambah. “Anjir! Sakit b**o!” Gumam Vanya kasar.             Semua murid yang berada di koridor menatap Vanya dengan menahan tawanya. Hal itu tentu saja membuat Vanya malu. Sudah jatuh tertimpa tangga  pula. Mungkin itu peribahasa yang cocok untuk Vanya saat ini.             Sedangkan orang yang menabrak Vanya barusan menatapnya aneh. Laki-laki itu mengambil buku-buku yang berjatuhan tadi lalu menumpukannya di samping Vanya dengan rapih.             Vanya dengan cepat membantu laki-laki itu untuk mengalihkan rasa malunya. Ketika laki-laki itu mendongakkan kepalanya, Vanya dapat melihat dengan jelas bagaimana tampang laki-laki itu. Gilaa.. ganteng banget sihh! Batin Vanya.             “Nih!” ucap laki-laki itu dengan nada yang ketus ditambah wajahnya yang datar. Membuat pujian Vanya terhadap laki-laki itu langsung runtuh seketika.             Tanpa mengucapkan apa-apapun lagi, laki-laki itu justru pergi begitu saja. Melihat itu entah kenapa membuat Vanya menjadi kesal. Vanya menatap punggung laki-laki itu tajam. Tanpa ba-bi-bu-be-bo Vanya langsung menarik lengan laki-laki itu kasar.             “Apa?” Tanya laki-laki itu dengan wajah yang super duper menyebalkan bagi Vanya yang melihatnya.             “Lo nggak ada perasaan bersalah gitu sama gue? Setelah lo buat gue jatuh?” ucap Vanya kesal.             Laki-laki itu menatap Vanya aneh. “Hah? Nggak ada. Lo jatuh kan karena lo nya aja yang nggak lihat jalan. Udah tahu badan lo kecil, pendek lagi. Tapi sok-sok an bawa buku tumpukan gitu.”  Ucap laki-laki itu dengan nada yang meremehkan.             Mendengar ejekan itu membuat Vanya semakin kesal. Gadis itu menatap laki-laki di depannya berang. Vanya tidak terima. “LO!” teriak Vanya. Tangannya terkepal kuat. Ingin rasanya Vanya menonjok laki-laki di depannya ini. Namun, ketika mengingat predikat dirinya sebagai murid baru, Vanya menahan itu. Kalau bukan karena gue murid baru, udah gue tonjok muka lo. Batin Vanya.             “Kenapa? Udah ya, gue nggak mau habisin waktu gue buat ngurusin cewek pendek kaya lo. Bye..” dengan wajah menyebalkannya laki-laki itu pergi begitu saja meninggalkan Vanya sambil melambaikan tangannya.             Vanya yang emosinya masih memuncak ditambah pandangan dari beberapa murid yang masih menatap ke arahnya membuat Vanya memilih untuk segera pergi dari tempat ini. lihat aja lo! Gue bakal balas dendam!             Sesampainya di depan ruang guru Vanya segera melangkahkan kakinya masuk. Tak lupa Vanya pun mengucapkan salam ketika memasuki ruang guru yang tidak terlalu ramai ini. Mungkin sebagian masih mengajar di kelas dan sebagian lagi sedang menikmati sarapannya yang terlambat.              Vanya segera berjalan menghampiri meja Pak Tono, guru Matematika. “Makasih ya Queen.” ucap pria paruh baya itu.             “Sama-sama Pak. Kalau gitu saya pamit ya Pak. Assalamualaikum.” Ucap Vanya. Lalu pergi menuju kantin. Menyusul Jessica yang sudah terlebih dahulu pergi ke kantin bersama Aldi.             Sesampainya di kantin, Vanya mengedarkan pandangannya mencari tempat di mana Jessica dan Aldi duduk. Tak lama, gadis ini tersenyum ketika melihat Jessica tengah melambaikan tangannya. Vanya pun segera menghampiri Jessica.             “Lo kok lama banget sih! Tuh lihat. Bakso lo udah dingin.” Ucap Jessica setelah Vanya duduk.             “Tadi pas gue anterin buku, ada insiden kecil. Ada cowok yang nabrak gue terus gue jatuh dan sialnya lagi buku yang gue bawa itu jatuhnya ke badan gue. Dan yang paling gue keselin, tuh cowok jalan gitu aja tanpa ngerasa bersalah sama sekali. ” Curhat Vanya setelah melahap baksonya.             Aldi yang berada di samping gadis itu langsung menghadapkan tubuh Vanya kearahnya. Meneliti setiap inci pada tubuh di depannya.“Tapi lo nggak kenapa-napa kan? Nggak ada yang luka? Bilang sama gue, siapa yang udah nabrak lo tadi? Biar gue hajar sampai mampus.” Ucap Aldi sambil menggerakkan tubuh Vanya ke kanan dan ke kiri.             Vanya memutar matanya jengah. Lalu menjauhkan tangan Aldi dari tubuhnya. “Nggak ada. Yang ada lo yang buat badan gue makin sakit b**o!” ucap Vanya sambil menoyor kening Aldi membuat laki-laki itu sedikit meringis.             Vanya pun kembali fokus untuk melahap semangkuk bakso di depannya. Mengabaikan ocehan Aldi dan Jessica yang menggosipkan hal-hal yang tidak berguna menurutnya.             “Ehh Jes! Lo lihat deh! Gila anjir, Fany cantik banget dah. Bidadari surga emang ya. Kalau dia masih jomblo udah gue deketin dah.” ucap Aldi heboh.             Kantin yang semula ramai semakin ramai. Tentu saja hal itu membuat Vanya merasa terusik. Vanya pun mengalihkan pandangannya ke arah yang menjadi fokus Aldi dan Jessica  di kantin ini. Namun, pandangannya seketika teralihkan kepada laki-laki yang berdiri di samping gadis itu.             Dia kan yang nabrak gue tadi? Batin Vanya. Vanya pun semakin menatap tajam laki-laki yang kini menatapnya balik. Dalam tatapannya itu Vanya menyiratkan bahwa dirinya sedang mengibarkan bendera perang. Vanya ingin menuntaskan rasa kesalnya perihal insiden yang telah membuatnya malu setengah mati dan membuat dirinya harus kehilangan sedikit harga dirinya di sekolah baru ini.             “Gila!! Ardan ganteng banget!” ucap Jessica.             “Ohh.. jadi itu yang namanya Ardan?” ucap Vanya pelan.             “Iya. Ganteng kan?”             “Ganteng sih, tapi sayang gue nggak tertarik. Dia yang udah nabrak gue tadi.” Ucap Vanya tanpa melepaskan tatapannya dari Ardan. Dan menatap laki-laki itu semakin inis.             Jessica yang mendengarnya menatap Vanya tak percaya. “Serius lo?”             “Iya. Gue serius! Dia yang udah nabrak gue tadi.” Vanya pun mengalihkan pandangannya dari Ardan. Memutuskan kontak matanya lebh dulu dengan laki-laki itu.             “Waahh lo serius? dia yang nabrak lo?” Tanya Aldi.             “Iya gue serius Revaldi! Oh iya, tadi lo bilang, lo mau hajar dia kan? Dengan senang hati, gue izinin lo buat hajar tuh cowok. Cepat! Gue gemes banget sumpah!”             “Sorry nih Van, bukannya gue nggak berani. Gue Cuma males aja berurusan sama dia.” Ucap Aldi dengan cengiran tanpa dosanya itu. Mengingat ilmu beladiri yang dikuasainya tak sebanding dengan Ardan yang pasti bisa dengan mudah mengalahkannya.             “Elaah.. bilang aja lo takut. Iya kan? Cowok tapi mental toge.” Ucap Jessica.             “Udah ahh.. cabut aja yuk! Gue udah nggak mood makan.” Vanya bingkas dari duduknya. Diikuti Aldi dan Jessica yang berjalan di belakang gadis itu.             ***             “Lo ikut ekskul apa Jes?” Tanya Vanya yang kini sedang merapihkan bukunya karena bel pulang sekolah beberapa menit yang lalu sudah berbunyi.             “Taekwondo. Kenapa?”             “Serius lo?” Tanya Vanya sedikit tidak percaya. Karena melihat bagaimana feminimnya seorang Jessica yang terlihat mustahil jika gadis di depannya ini mengikuti ekskul taekwondo.             “Ya serius lah! Kenapa emang?”             “Gue nggak nyangka aja. Cewek feminim kaya lo ikut ekskul taekwondo. Lo sekarang sabuk apa?”             “Merah, 2 strip hitam. Hebatkan gue?” ucap Jessica sombong.             Vanya berdecih. Gadis di depannya ini tidak tahu bahwa sebenarnya dirinya adalah Atlet Taekwondo juga. Bahkan tingkatannya berada di atas gadis itu. “Alah! Baru segitu aja lo bangga! Gue dong udah sabuk hitam, 1 strip  putih.” Ucap Vanya tak kalah bangga.             Jessica menatap Vanya tidak percaya. “Lo nggak usah bohong. Badan lo kecil gini, mana bisa dapat sabuk itu.”             “Lo nggak percaya? Oke. Gue bakal buktiin. Ekskul taekwondo kapan?”             “Besok.”             “Oke, besok gue mau ikut lo. Dan gabung sama ekskul taekwondo. Siapa ketuanya?”             Jessica terdiam. Mengingat Vanya sangat membenci orang yang kini merangkap sebagai ketua Taekwondo itu.“Mm… Ardan.” Jawab Jessica.             Vanya menatap Jessica tak percaya. “Laki-laki sialan itu? Serius lo?”             “Ya.. seriuslah! Dia itu jago Taekwondo. Dan selalu jadi juara disetiap pertandingan Taekwondo. Tingkatan dia itu sabuk hitam, 2 strip putih. Itu artinya satu tingkat di atas lo.”             Vanya tiba-tiba menyeringai. Ini saatnya untuk Vanya membuat laki-laki itu malu. “Oke. Gue akan buktiin ke lo kalau gue itu atlet taekwondo. Gue bakal tanding sama Ardan. Gue yakin, gue pasti menang.” Ucap Vanya dengan percaya diri. Walaupun tingkatnya satu tingkat di bawah Ardan, dirinya sangat yakin bahwa dirinya akan menang. Lihat aja gue bakal ngalahin lo Ardan, dan gue akan buat lo malu.             “Terserah lo. Udah ah, balik yuk! Takut supir gue udah nunggu didepan.” Ucap Jessica.             Vanya pun mengangguk. Dan kedua gadis ini pun berjalan menuju parkiran sekolah. Jessica melihat disana supirnya sudah menunggu. “Mau bareng nggak lo?” tawar Jessica.             “Nggak deh. Kasian supir lo harus bulak-balik.” Ucap Vanya mengingat rumah Jessica dengan dirinya berbeda arah.             “Yakin? Terus lo pulang naik apa?” tanya Jessica.             “Iya. Pulang? Gue bisa naik angkot, taksi atau nebeng sama si Aldi kalau itu bocah belum pulang. Hehehe..” Jawab Vanya dengan cengirannya. Kebetulan, Aldi itu tetangganya.             “Oh yaudah, kalau gitu gue duluan. Bye!” ucap Jessica sambil melambaikan tangannya. Lalu memasuki mobilnya. Vanya pun ikut melambaikan tangannya.  Kemudian berjalan menuju ke depan gerbang sekolah dan menunggu angkot atau taksi yang lewat.             Setelah menunggu beberapa menit, angkot menuju rumahnya yang biasanya selalu lewat, hari ini justru belum ada yang lewat satu pun. Begitu juga dengan taksi. Membuat Vanya sedikit gelisah.             ‘Tin..tin..tiiinnnnn..’             “Eh cebol minggir lo!” teriak seorang laki-laki. Namun, Vanya berpikir teriakan itu bukan untuk dirinya. Jadi Vanya cuek saja.             “Woy cebol!” sekali lagi Vanya mendengar suara teriakkan itu namun mengabaikannya kembali. Lagipula, namanya Queena Vanya Putri, darimana ada unsur nama cebol didalamnya coba?  Jadi mungkin teriakkan itu untuk orang lain.             “Lo! Gue bilang minggir! Mobil gue mau lewat! Badan lo itu ngehalangin gue tahu nggak!” tiba-tiba seorang laki-laki menarik lengannya kasar sehingga membuatnya menghadap langsung kearah laki-laki itu.             Vanya langsung membelalakkan matanya ketika matanya melihat dengan jelas siapa laki-laki di depannya ini. “LO?!”             “Kenapa? Mending sana lo minggir. Mobil gue mau lewat.” Ucap Ardan lalu mendorong Vanya kasar.             “Heh! Biasa aja dong! Nggak usah kasar-kasar! Lagian lo b**o, bodoh apa oon. Ini jalan masih lebar! Lo bisa kan belokkin mobil rengsek lo itu dikit. Dan satu lagi, nama gue Queena. Vanya. Putri. Bukan Cebol atau apapun itu. Inget itu baik-baik! supaya lo nggak lupa.” Ucap Vanya kasar sambil menunjuk Ardan menggunakan jari telunjuknya.             “Heh? Gue kasih tahu nih! Lo tuh cewek yang nggak pantes dilembutin. Dan satu lagi, ingetin nama lo? Emang lo siapa? Penting buat gue? nggak! Jadi ngapain gue pusing-pusing ingetin nama lo yang aneh itu?” Ucap Ardan sinis dengan wajah yang super duper nyebelin.             Vanya mengepalkan tangannya kuat karena kesal dengan laki-laki yang berada di depannya ini. Mengingat rencananya tadi saat bersama Jessica, Vanya pun menatap Ardan dengan tatapan menantang. “Oke, kalau lo emang mau ngajak ribut sama gue. Besok gue tunggu lo di ekskul Taekwondo. Lo tanding sama gue. Kita lihat siapa yang menang nanti.” Tantang Vanya.             Ardan yang mendengarnya langsung tertawa. “Hahahahah…. Serius lo mau ngajak gue tanding? Lo nggak tahu gue siapa? Bukannya gue sombong, tapi gue takut lo nangis karena lo kalah nanti.”             “Gue serius. Pokoknya besok gue tunggu lo! Dan satu lagi, lo jangan percaya diri dulu. Karena lo lebih nggak tahu siapa gue!” setelah mengatakan itu Vanya langsung pergi karena melihat sebuah taksi berhenti tak jauh dari posisinya saat ini.   Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD