Malea berlari sambil menenteng sepatu heel-nya. Dengan kaki telanjang, ia meringis menahan sakit di kakinya karena kerikil yang diinjaknya. Ia menangis sepanjang perjalanan, rambutnya kusut berantakan sama seperti hatinya yang hancur lebur setelah mendapati perlakuan ayah kandungnya.
Malea tak menyangka ayahnya akan tega melakukan perbuatan b***t itu. Ia merasa jijik pada dirinya, apalagi jika mengingat bagaimana ayahnya menciumnya dengan kasar. Rasanya ia merasa kotor, mengingat sentuhan ayahnya di beberapa area terlarang di tubuhnya.
Beruntung ia bisa melarikan diri dari cengkeraman pria tua itu. Kalau tidak, Malea tidak tahu apa yang akan terjadi dengannya.
Malea terus berlari sampai ke ujung jalan, sambil terus menengok ke belakang. Takut, ayahnya akan mengejarnya dan melakukan perbuatan b***t itu lagi, demi memuaskan nafsunya. Semenjak kematian ibunya, hidup Malea semakin berantakan. Kelakuan ayahnya makin tak terkontrol, hampir setiap hari pria tua itu menenggak minuman keras hingga mabuk, atau berjudi hingga semua kekayaan mereka habis tak tersisa lagi selain utang yang semakin menggunung.
Malea terpaksa berhenti kuliah dan memutuskan bekerja pagi, sore, siang, dan malam demi menutupi kebutuhan hidup mereka serta membayar utang ayahnya. Hampir setiap hari mereka dikejar oleh para penagih utang yang membawa semua barang-barang di rumah mereka hingga tak tersisa lagi selain pakaian dan peralatan dapur.
Hujan turun secara tiba-tiba, membuat pandangan Malea terbatas. Napasnya tersengal karena harus berlari di tengah deras hujan. Hal yang ada di pikirannya saat ini adalah menyelamatkan diri dari cengkeraman ayah kandungnya yang dipengaruhi alkohol sehingga ia gelap mata ingin memperkosa putrinya sendiri.
Malea terus berlari, tak peduli dengan jalanan di sekelilingnya. Hingga bunyi klakson mengejutkannya. Ia menoleh dan sebuah mobil sport melaju tepat ke arahnya.
Beruntung pengendara mobil itu mengerem tepat pada waktunya, sehingga tidak menimbulkan kecelakaan yang fatal pada dirinya. Namun Malea yang syok, merasa tubuhnya mendadak kehilangan tenaga, pikirannya kosong, hingga ia pun jatuh tergeletak di jalan tak sadarkan diri.
***
Sang pengendara mobil yang merasa telah menabrak seseorang keluar dari dalam mobil, dan berjalan menghampiri perempuan mungil yang menjadi korbannya. Di tengah deras hujan, ia membopong perempuan itu ke dalam mobil dan memacu kendaraannya menuju rumah sakit terdekat.
“Bagaimana kondisinya, dok?” Pria bernama Darren itu bertanya pada petugas medis yang memeriksa kondisi perempuan yang menjadi korban kecelakaan mobilnya semalam.
“Kondisinya cukup baik, tidak ada luka di tubuhnya. Sebentar lagi dia akan sadarkan diri. Sepertinya dia hanya syok, Anda tak perlu khawatir." Mendengar penjelasan dokter, Darren menghela napas lega sambil menjabat tangan dokter sebagai tanda terimakasih.
Darren menunggu beberapa jam hingga perempuan kecil ini tersadar.
Akhirnya perempuan itu membuka matanya, namun kondisinya masih belum stabil. Darren memutuskan membawa perempuan mungil ini pulang ke apartemennya.
Keesokan harinya Darren terkejut menemukan dapur di rumahnya berantakan, seolah-olah ada kucing masuk dan mengobrak-abrik isi lemari makanannya. Ia penasaran, siapa yang berani mengacak-acak dapurnya, ia bergerak perlahan mencari asal suara dari balik meja makan. Disana-lah ia menemukan gadis yang ditabraknya bersembunyi di kolong meja, tampak asyik menyantap makanan yang ditemukannya di lemari.
Perempuan itu tampak seperti kucing yang baru saja dipungutnya dari jalanan semalam, tampak lusuh dan kotor. Tapi, anehnya bukan merasa jijik, Darren justru merasa iba melihatnya.
"Apa yang kau lakukan disini?” tanya Darren sedikit terkejut melihat perempuan itu makan di bawah meja, bukannya duduk di meja makan.
“Aku lapar,” sahut perempuan itu sambil terus mengunyah makanannya dengan rakus, seolah-olah dia belum menyantap makanan selama berhari-hari.
Darren menggiringnya duduk di meja makan, lalu ia menyiapkan sepiring roti dan segelas s**u coklat hangat makanan untuknya, yang langsung dilahap habis tanpa sisa.
“Bagaimana kondisimu?” Tanya Darren sambil mengunyah sarapan mereka.
“Aku baik-baik saja, kalau itu yang kau khawatirkan. Tapi aku butuh bantuanmu untuk saat ini.”
“Apa itu?” Tanya Darren tertarik dengan permintaan perempuan ini.
“Izinkan aku tinggal di sini untuk sementara.”
sahut perempuan itu tanpa basa-basi.
“Apa?” mata Darren mendelik tak percaya, berani-beraninya perempuan itu minta tinggal seatap dengannya. Lagipula urusan mereka sudah selesai setelah Darren memastikan kondisinya baik-baik saja. Darren tidak harus bertanggung jawab lebih atas kecelakaan yang tidak ia lakukan. “Jangan macam-macam!” bentak Darren dengan wajah mengeras. Ia merasa dipermainkan.
“Aku tahu ini konyol, tapi aku tidak punya pilihan.” Kata perempuan itu mencoba membuat semua permintaannya masuk akal bagi Darren. “Kumohon, tolong aku, biarkan aku tinggal disini untuk sementara waktu, please...” tatapan perempuan itu tampak sendu, dari sorot matanya perempuan ini benar-benar memohon pertolongan Darren, tapi ia bukan tipe pria yang mudah ditipu oleh penampilan lugu dan polos perempuan ini. Darren yakin, pasti ada maksud tersendiri yang direncanakan perempuan ini. Biar saja, Darren ingin tahu rencana apa yang dimainkan perempuan licik ini.
Darren menatap tajam ke arahnya. Seharusnya ia tidak membawa perempuan yang tampak seperti kucing liar ini ke apartemennya, karena firasatnya mengatakan perempuan ini pasti membawa masalah untuknya.
Benar saja dugaan Darren. Setelah mendengar permohonan perempuan itu, Darren mengambil kesimpulan kalau perempuan bertubuh mungil ini pasti sengaja menabrakkan diri ke mobil Darren agar Darren bertanggung jawab atas dirinya. Benar-benar licik, tukas Darren dalam hati. Ia tak menyangka ia akan dijebak oleh kucing liar licik ini.
“Siapa namamu?” tanya Darren dengan sorot mata sedingin es.
Terpaku melihat sorot mata Darren yang dingin, membuat keberaniannya menguap, tubuh Malea gemetar di bawah tatapan mata biru itu. "Ma...Malea.” Dengan terbata-bata ia menyebutkan namanya.
Darren hanya tersenyum singkat lalu beranjak dari tempatnya.
“Kau mau kemana?” Malea buru- buru bertanya. Ia harus memastikan, bahwa laki-laki ini menerimanya tinggal di apartemen ini untuk sementara waktu, sampai Malea menemukan tempat berlindung yang aman dari ayahnya, juga dari para penagih utang.
“Ke kantor!” Jawab Darren sambil merapikan pakaiannya.
Malea mengikuti Darren hingga ke pintu apartemen, “terus aku bagaimana?” Keberaniannya muncul lagi karena didesak oleh keputus-asaan.
“Baiklah, kau boleh tinggal disini sampai kondisimu membaik.” sahut Darren, singkat.
Senyum lebar Malea merekah disudut pipinya, membuat wajah oval gadis itu tampak cemerlang seperti sinar matahari pagi ini. Darren agak terkejut melihat perubahan gadis ini, yang mendadak tampak sedikit mempesona dengan lesung pipit di kedua pipinya yang halus dan mulus. Darren menahan diri dari keinginan untuk mengelus pipi perempuan itu.
Malea berjingkrakan mendengar jawab Darren yang membuatnya senang bukan main.
“Terimakasih.” Kata Malea sambil melambaikan tangan, mengiringi kepergian Darren. “Bye... bye... sampai ketemu nanti.”
Raut wajah Darren yang kaku, seolah tak menampilkan ekspresi apapun, namun jauh di sudut hatinya ada seulas senyum muncul disana. Darren hanya terpaku melihat keceriaan yang dipancarkan perempuan yang terlihat seperti bocah kecil yang gembira karena mendapat mainan baru. Begitulah ekspresi wajah Malea saat ini.
Dasar kucing liar! pekik Darren dalam hati.
***