Plak, tamparan keras mendarat di pipi Darren. Tidak hanya laki-laki itu yang terkejut, Malea pun tak mempercayai apa yang baru saja terjadi. Ia tampak shock dengan kejadian tersebut.
Tawaran Darren membuat harga dirinya terluka. Bagaimana bisa pria itu menawarkan dirinya sebagai peliharaannya? Serendah itukah dirinya di mata pria angkuh dan sombong ini.
Darren mengusap pipinya yang kebas. Tamparan gadis itu membuat harga dirinya terluka. Untuk pertama kalinya, Darren pendapat perlakuan kasar dari seorang gadis. Di 32 tahun usianya, Darren tidak pernah kehabisan wanita. Semua kaum hawa akan mengelilinginya seperti kupu-kupu di tengah bunga. Tapi gadis kecil ini memprovokasi sisi liar dalam dirinya.
Malea menyadari kesalahannya, menampar pria itu hanya membuat posisinya semakin sulit. “Maafkan aku.” Ia segera minta maaf sebelum semuanya semakin kacau.
Geraman Darren membuat Malea bergidik ketakutan. Apalagi sorot matanya menyala oleh api kemarahan. Darren perlahan mendekat, seperti seekor macan mengendap-endap untuk menerkam mangsanya. Malea mundur perlahan, tapi ia terjebak diantara kedua tangan kekar Darren yang memerangkapnya hingga ia tak bisa melarikan diri darinya.
“Maaf... aku benar-benar minta maaf!” Malea memohon sambil ketakutan. Wajah Darren berubah semakin beringas dan garang.
“Kau sedang bermain api, kucing kecil!” Darren menyeringai sekilas, memamerkan sisi liar dalam dirinya.
“Kumohon, lepaskan aku?” Malea benar-benar terjebak. Ia terbaring di sofa dengan tubuh Darren tepat berada di atasnya.
Darren yang murka tak mampu mengontrol hasratnya. Melihat ketidak-berdayaan Malea justru membuat naluri lelakinya hidup. Ia mengecup gadis itu dengan kasar, bermaksud memberinya pelajaran pada gadis kecil ini agar tidak bermain dengannya. Tapi hal yang tidak ia duga adalah, respon Malea yang polos justru menyalakan api hasrat itu semakin membara.
Ciuman Darren tidak terduga, mendarat mulus di bibirnya dan mengklaimnya dengan leluasa yang entah kenapa Malea justru menikmati sensasi yang menjalar hingga bagian inti dari dirinya yang memanas. Tapi kemudian ciuman itu terasa semakin panas dan intens lalu ingatannya memutar kenangan tentang peristiwa bersama ayahnya semalam yang secara impulsif membuat Malea mendorong Darren sekuat tenaga sehingga membuat pria itu terlempar mundur ke belakang.
“Maafkan aku...” Ujar Malea dengan tubuh gemetar oleh rasa takut ketika melihat ekspresi Darren yang semakin dingin.
“Memaafkan katamu?” Jika sebelumnya Darren lupa akan tamparan itu justru hasratnya yang tertahan membuat emosinya menggolak liar. “Kau pikir siapa dirimu, dasar kucing liar!” Ia berusaha keras menahan diri. Dikepalkan buku-buku tangannya hingga memutih.
Malea panik karena ia tak bisa menebak kapan kendali diri laki-laki itu lepas. Tak butuh waktu lama, ia melarikan diri ketika kesempatan itu datang. Ia melirik ke arah pintu apartemen yang sialnya terkunci rapat.
Malea berusaha membuka kenop pintu yang tak juga terbuka. Di belakangnya, Darren menghampirinya dengan langkah cepat, Malea tak berhenti menyerah. Ia terus berjuang membuka pintu itu berkali-kali dengan airmata yang mengalir perlahan membasahi kedua pipinya.
Ia memalingkan badan dan melihat Darren berada tepat di belakangnya, “tolong biarkan aku pergi.” Pinta Malea setengah menghiba.
Senyum sinis Darren terbit di sudut bibirnya, “setelah sebelumnya kau memohon agar bisa tinggal bersamaku sekarang kau mau pergi, hah? Kau benar-benar kucing liar yang licik!” Kesabaran Darren telah menguap habis menghadapi gadis kecil ini.
Malea terjebak diantara diantara pintu dan tubuh kekar Darren. Ia berpaling cepat kemudian menggedor pintu berkali-kali sambil berteriak meminta tolong.
”Kau mau melarikan diri kemana, hah?” Darren menggeram kesal.
Ketakutan Malea dan sikap impulsifnya justru membuat hasrat Darren semakin membara, pria itu sekuat tenaga meredam gairahnya.
Darren menatap Malea yang gemetar ketakutan. Gadis ini benar-benar terlihat seperti kucing kecil yang tak berdaya, sedangkan ia seperti seekor singa buas yang hendak menerkamnya kapan saja. Napasnya memburu oleh gairah ketika melihat sorot mata ketidak-berdayaan Malea di pelukannya kini, sedangkan napas Malea mengembus cepat oleh rasa takut.
“Tolong, lepaskan aku...” Malea memohon sambil menitikkan airmata. Sorot mata Malea yang sendu, menyiratkan ketakutan. Seperti ada trauma yang menyelubungi gadis itu, airmata itu menyadarkan Darren. Ia pun membuka pintu—membiarkan gadis itu lari darinya.
Malea yang ketakutan tak mengira Darren akan melepaskannya. Ia pun tak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan pria itu, sebelum ia berubah pikiran.
Secepat kilat Malea berlari menuruni tangga darurat. Dengan napas terengah-engah ia kumpulkan tenaga agar ia berhasil melarikan diri sejauh mungkin sebelum pria itu datang mengejarnya.
***
Kucing liar itu membuat emosi Darren bergejolak. Bisa-bisanya, seorang gadis lugu itu membuatnya kehilangan kontrol. Terlebih ciuman itu menghancurkan pertahanan dirinya. Darren merasa tak berdaya dan ia membenci respon tubuhnya terhadap Malea.
Darren mengusap pipinya yang terasa panas bekas tamparan. Terus terang ia tak sepenuhnya menyalahkan gadis itu, justru ia mengutuki kebodohannya bertindak impulsif hanya karena gairah yang muncul tiba-tiba.
Ciuman itu membawa getar kenikmatan tersendiri untuk tubuhnya. Sudah lama ia tidak merasakan perasaan yang dinamakan hasrat, respon tubuh Malea atas ciumannya membuat Darren menginginkan sesuatu yang lebih dari sekedar menyatukan napasnya dalam ciuman singkat yang menggetarkan.
Sekarang ia merasa kendalinya lepas, kalau saja gadis itu tidak menitikkan airmata Darren pasti sudah melakukannya detik itu juga. Beruntung ia sadar tepat pada waktunya sebelum ia terlanjur menodai kesuciannya.
Masih mengernyitkan dahi, tak mengerti apa yang membuatnya hilang kendali Darren menghempaskan tubuhnya ke atas ranjang, lalu beranjak ke kamar mandi, menyalakan keran, kemudian mengguyur tubuhnya di bawah pancuran air dingin. Semoga dengan ini, hasrat yang terbakar ini akan luruh seketika seiring air yang mengalir di tubuhnya.
Kenapa respon Malea begitu ketakutan, padahal sebelumnya Darren yakin gadis itu menikmati ciuman mereka. Tapi ada apa dengan gadis itu? Darren bertanya-tanya, sial! Ia meninju dinding kamar mandi, melepaskan kekesalannya. Bukan penolakan gadis itu yang membuatnya marah, tapi ketakutan yang dipancarkan sorot matanya. Semenakutkan itukah dirinya di mata gadis itu...? Darren mencoba mencari tahu pemikiran gadis itu tentangnya.
Ia baru pertama kali diperlakukan kasar oleh seorang gadis. Sebelumnya, Darren tidak pernah kekurangan wanita, kapan pun ia inginkan Darren akan senang hati menjalin affair dengan wanita cantik mana pun, dari segala kalangan. Selebritis, wanita karier, foto model, dan pengusaha. Tak terhitung lagi jumlahnya, berapa kali Darren berkencan dengan para wanita yang akan dengan senang hati melemparkan diri mereka ke pelukan Darren. Tapi gadis ini? Kenapa ia tampak ketakutan melihat Darren? Seolah-olah ia seorang hewan pemangsa yang hendak memangsa buruannya.
Atau mungkin Malea tidak sepolos penampilannya? Pikir Darren dalam hati. Pemikiran itu berkecamuk dalam benaknya, karena ia yakin semua wanita pasti sama saja. Ia hanya memberikan semua yang dibutuhkan, dan mereka pasti akan bertekuk lutut padamu.
“Lihat saja nanti, aku pasti akan menemukanmu kucing liarku!” Sumpah Darren dalam hati sambil memutar keran air, mematikannya.
***
Tubuh Malea bergetar sambil terus memaksakan kakinya yang tak beralas untuk melangkah tanpa arah. Ia masih sedikit ketakutan atas apa yang baru saja menimpanya.
Ingatan tentang ciuman itu masih terbayang jelas di kepalanya, bagaimana pria yang bahkan namanya saja tidak ia kenal, secara tiba-tiba—tanpa peringatan, menciumnya dengan ganas, lalu bayangan tentang ayahnya terbersit dalam benaknya. Meski begitu, entah kenapa ia menikmatinya.
Ya Tuhan, tubuhnya masih bergetar ketakutan mengingat momen yang baru saja terjadi beberapa menit lalu. Beruntung Malea berhasil melepaskan diri, kalau tidak? Ia tak menjamin dirinya akan tetap suci dibawah pesonanya.
Anehnya, raut wajah tampannya terpatri dalam ingatannya? Merasuki pikirannya tanpa permisi.
***