"Pakai ini!" Seorang ibu mengambil satu gaun di lemari. "Atau pakai ini saja yang lebih bagus." Kemudian mengambil satu gaun yang lain. "Oh, tidak, tidak. Yang ini terlalu ketat. Pakai yang ini saja." Terakhir, ibu itu mengambil gaun berwarna merah muda.
Vhe memandang tempat tidur adiknya yang kini dipenuhi dengan banyak gaun dari berbagai bentuk. Lalu dia mengambil gaun terakhir yang ibunya berikan, dia menatap gaun berlengan seukuran lidi itu dengan tatapan yang menjijikkan. Bahkan, dia menyentuh dengan kukunya.
"Ayo cepat, Vhe. Mereka akan datang sebentar lagi!" Bu Hera - ibunya Vhe, mendesak putrinya.
"Tapi, Bu. Ini terlalu seksi," tolak Vhe merasa keberatan.
"Itulah sebabnya kamu harus memakainya, agar mereka suka dan tertarik sama kamu."
Vhe masih belum menerima alasan tersebut, dia bergeming.
Ibunya kesal, lalu menariknya untuk berdiri. "kalau kamu nggak mau pakai, biar Ibu yang pakaian!" ancam sang ibu melotot.
Vhe menghela nafas dan menyetujui dengan terpaksa. Dia bergegas ke kamar mandi untuk berganti pakaian.
Usai memakainya, Vhe melihat pantulan wajahnya di cermin. Entah mengapa, hatinya merasa sedih saat lekuk tubuhnya terlihat dalam balutan kain ketat dan tipis tersebut.
Baru saja hendak melepaskannya kembali, tiba-tiba adik dan ibunya masuk.
"Kamu sudah siap, kenapa belum keluar dari tadi?" tanya Bu Hera.
"Kayanya Kakak harus diet deh, kasihan bajunya kekecilan," komentar sang adik yang menyindir ukuran tubuh Vhe yang tidak selangsing dirinya.
"Udah, dietnya nanti aja. Ayo sekarang kita keluar, tamunya udah datang." Bu Hera segera menarik anaknya keluar.
"Bu, aku ganti pakaian aja, ya. Malu," rengek Vhe memelas.
"Udah, kamu nurut aja sama Ibu!" tegas Bu Hera, membuat mulut Vhe bungkam seketika.
Saat ini, Vhe dibawa ke ruang tamu. Dimana disana sudah ada tiga orang, lebih tepatnya satu keluarga. Mereka datang untuk melamar dirinya.
Ya, Vhe - atau yang bernama lengkap Vheola, hari ini dia dilamar oleh seorang pria untuk kesekian kalinya sejak beberapa bulan yang lalu. Meskipun dia masih belum ingin menikah karena masih ingin menikmati masa muda, terpaksa ia lakukan lantaran sang adik terus mendesaknya.
Namira - adik Vhe yang masih berumur 22 tahun, dia sudah ingin menikah. Namun, keluarga melarang dengan alasan tidak boleh mendahului anak tertua. Yaitu Vhe. Dengan kata lain, Mira baru bisa menikah setelah kakaknya itu menikah.
Percayalah, mencari jodoh untuk Vhe adalah hal tersulit yang pernah mereka hadapi. Pasalnya, selama ini Vhe tidak pernah sekalipun memiliki pacar dan tidak mengerti apa itu pacaran. Setiap hari, dia hanya fokus mengejar karirnya yang saat ini sedang berprofesi sebagai seorang Dosen.
Setiap hari, Vhe hanya memikirkan bagaimana cara mengajari mahasiswa/i di Universitas. Tidak ada kata menyerah dalam kamusnya, meskipun rata-rata anak didiknya selalu tidak mendapatkan nilai tertinggi. Bahkan, banyak dari mereka yang tidak lulus dari mata kuliahnya.
Sempat jadi pertanyaan, apakah anak didiknya yang bodoh, atau dosennya yang tidak bisa mengajar.
Hari ini, disaat seharusnya dia berada di dalam kelas untuk mengajar, malah harus bertemu dengan satu keluarga yang ia sendiri tidak yakin jika mereka akan menerimanya.
"Selamat pagi, Bu. Maaf, membuat kalian menunggu," kata Bu Hera tidak enak hati pada tamunya.
"Tidak apa-apa, Bu Hera. Kami maklum," sahut sang ibu dari pria itu.
"Ini anak kami, Vheola. Panggil saja nama singkatnya, Vhe." Bu Hera memperkenalkan anaknya. "Vhe, ayo salam sama mereka, Nak."
Vhe dengan patuh maju menemui mereka, dia menyalami satu persatu. Hingga sampai pada pria muda berkemeja putih di depannya, tiba-tiba dia gemetar. Selama ini dia belum pernah bersentuhan dengan pria manapun. Bahkan, mahasiswanya saja enggan bersalaman dengannya.
Pria itu terlihat mengerti dengan kegugupan Vhe. Karena itu, dia tersenyum padanya.
"Senang bertemu denganmu."
Saat itu, mendadak perasaan Vhe menjadi berbeda. Dia seperti baru saja mendapatkan sesuatu yang sangat membahagiakan. Tanpa sadar, dia berdiri jadi patung di sana dalam waktu yang cukup lama. Matanya tidak berkedip memandang pria di depannya itu.
"Vhe!" Panggilan Bu Hera membuyarkan lamunannya. "Ayo duduk kemari."
Vhe terkejut dan mundur ke belakang. Sesuai perintah ibu yang tidak pernah dibantahnya hingga sedewasa ini.
Baru saja dia mendaratkan bokongnya di sofa. Tiba-tiba, bret. Gaun tersebut langsung robek di bagian resleting belakang.
Semua orang terkejut. Termasuk Mira yang sejak tadi mengintip dari jauh.
"Oh My God!" Mira menepuk jidatnya sendiri.
Suasana tiba-tiba sunyi. Mereka saling melempar tatapan antara satu sama lain. Vhe merasa sangat canggung. Hilang sudah kesan pertamanya di depan calon mertua.
Untuk mencairkan suasana, ibu pria itu mulai berbicara. "Bu Hera, panggil saja calonnya kemari. Kami buru-buru."
Deg. Vhe terkejut. Itu artinya mereka tidak tahu bahwa gadis yang dimaksud itu adalah dirinya.
Bu Hera menatap Vhe sekilas, lalu menatap keluarga itu. "Inilah dia, Bu, calon mempelai wanitanya."
"Apa? Dia!?" Kali ini pria itu menjerit dan berdiri mendadak. Dia menatap Vhe seolah tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan.
Semua orang ikut berdiri. Termasuk Vhe, perasaannya tiba-tiba tidak enak.
"Yang benar saja, Bu. Aku nggak mau nikah sama nenek-nenek." Pria itu menghina Vhe secara blak-blakan.
Jika dilihat, penampilan Vhe memang tidak seperti seorang gadis. Dia terlihat lebih tua dari usianya. Rambut disanggul, kacamata besar yang membingkai matanya, badan gemuk, dan wajahnya yang kusam tidak terawat. Bahkan mulai terlihat tanda penuaan sejak dini.
"Ayo, Bu. Kita pulang saja." Pria itu langsung keluar. Kemudian diikuti oleh ayah dan ibunya.
"Maaf, kami tidak bisa melanjutkan hubungan ini. Permisi!"
Vhe memandang kepergian mereka dengan perasaan yang sakit. Seperti ditusuk puluhan jarum suntik yang selama ini dia takuti. Bukan penolakan yang membuatnya merasakan hal itu, tapi karena dihina.
Mira keluar dari persembunyian. Bukannya merasa iba dan menghibur sang kakak, dia malah menambahkan kata-kata yang kian menyakitkan hati kakaknya.
"Kakak lihat, kan? Gagal lagi, kan? Sampai kapan, Kak, sampai kapan? Apa aku harus nunggu tua dulu sampai jadi nenek-nenek baru bisa menikah. Iya?"
"Dek, itu artinya pria tadi bukan jodoh, Kakak." Dengan lembut Vhe menjelaskan.
"Bagaimana bisa berjodoh jika Kakak tidak berusaha. Dengan penampilan kolot seperti ini, apa Kakak pikir ada pria yang bakal mau jadi suami, Kakak? Mikir dong, mikir. Ini jaman modern." Mira menunjuk-nunjuk wajah Yana dengan telunjuknya.
"Sudah, Mira, sudah." Bu Hera melerai.
"Pokoknya, jika sampai dalam waktu seminggu Kakak belum dapat calon, aku bakal keluarin nama Kakak dari daftar keluarga ini. Biar tidak ada lagi penghalang untuk aku menikah," ancam Mira, lalu pergi ke kamarnya.