Bab 9 His Call

1412 Words
Seseorang selalu berada disisiku Selalu menatapku dengan senyuman Caramu berbicara terdengar sangat familiar  Seseorang yang aku cari Mungkin aku  Tidak tau bagaimana caranya mencintai Aku tidak bisa mengatakan apapun Aku sudah bersamamu cukup lama Aku telah menunggumu Tapi kamu tidak mengetahuinya Akankah kamu akan menyadari jika aku melangkah lebih dekat? Atau haruskah aku menunggu sedikit lama? Aku menyukaimu tanpa kamu ketahui Tapi aku ingin berbagi rasa itu sekarang Mungkin aku Tidak tau apapun tentang kamu Tapi kamu selalu menebakku dengan tepat Hatiku terasa aneh Aku selalu menunggumu Tapi kamu masih tidak mengetahui perasaanku Aku tidak bisa mengatakannya Karena kamu miliknya Aku ingin memberitahumu setiap saat Bahwa kamu sangat berarti untukku Aku tidak tau apapun tentangmu Tapi aku tidak bisa menahan rasa suka ini Suaramu memanggil namaku Matamu menatapku Kupikir kamu juga menyukaiku Aku tidak tau apapun tapi aku merasakannya Aluna tersenyum sendu menatap tulisannya, entah ini lagu keberapa yang ia tulis karena Dhimas. Pria yang memiliki kekasih itu telah memporak - porandakan keadaan hati Aluna yang sebelumnya baik - baik saja. Aluna tau, sejak awal ia tidak boleh memiliki harapan lebih untuk Dhimas, teteapi cara Dhimas memperlakukannya dengan begitu istimewa sehingga Aluna sulit untuk mengatur ketenangan hatinya. Dhimas, laki - laki itu selalu berhasil membuat Aluna terpesona dengan segala kejutannya. Apakah Aku harus berhenti berteman dengannya? Pikir Aluna. Aluna menghela nafasnya, ia tidak suka dengan keadaannya sekarang. Ia ingin berteman saja dengan Dhimas, tetapi hatinya berkhianat dan semakin hari hatinya semakin membuat ulah untuknya. Tidak.  Tidak. Tidak. Dhimas adalah temannya yang paling berharga, ia tidak mau kehilangan teman satu - satunya hanya karena sebuah perasaan konyol yang mendadak muncul karena perasaan nyaman ketika seseorang memperlakukanmu dengan baik disaat semua orang membencinya. Aluna mengangguk yakin, ia tidak boleh memanjakan hatinya. Ia sangat awam dan belum bisa membedakan mana yang perasaan menyukai sebagai teman dan mana perasaan menyukai lawan jenis. Aluna menyimpulkan bahwa yang ia rasakan sekarang ini adalah perasaan menyukai Dhimas sebagai teman baik. Rasa Terlarang. Aluna menulis judul dari lirik yang baru saja dibuatnya. Ia mengernyit lalu menoret judul tersebut dan kembali berpikir judul mana yang tepat untuk liriknya kali ini. Akhirnya ia tersenyum ketika mendapatkan judul yang tepat. Tangannya mulai menulis, 'Perasaan yang Salah'. Aluna terperanjat kaget ketika dering ponselnya menginterupsi pikirannya. Dhimas memanggil. "Hallo, Dhim", jawab Alun. "Hai, Lun.Sedang apa?", tanya Dhimas. Aluna mengernyit, "Kenapa dengan suara kamu?", tanya Aluna penasaran. Dhimas terkekeh pelan. "Aku lagi di rumah sakit, penyakitku kumat", ucap Dhimas. Aaluna membelalak kaget. "Kamu di rumah sakit mana? Kamar nomor berapa?", tanya Aluna. "Tidak perlu, aku cuma ingin mengabari kamu karena terakhir kali aku menghilang, aku membuat kamu khawatir", ucap Dhimas. "Dhim, please kasih tau aku kamu dimana", pinta Aluna. "Tapi, Lun..." "Dhimas, please", pinta Aluna. "Baiklah, aku kirimkan alamat dan nomor kamarku lewat chat ya", ujar Dhimas. "Iya, aku tunggu ya", balas Aluna. Panggilan mereka berakhir dan Dhimas mengirimkan detail alamat dan nomor kamar rumah sakit yang sedang ia tempati. Aluna bergegas pergi begitu Dhimas mengirimkan informasi tentangnya. ***** "Hai, Lun", sapa Dhimas. Aluna terdiam menatap Dhimas yang mengenakan pakaian rumah sakit dan tangannya terpasang infus. Pria tersebut terlihat sangat pucat. "Dhim", lirih Aluna berjalan mendekati Dhimas. Dhimas menepuk ranjangnya pertanda meminta Aluna untuk duduk di ranjangnya. Aluna menuruti dan sekarang ia duduk berhadapan dengan Dhimas. "Dhim", lirihnya lagi. Dhimas terkekeh pelan, tangannya yang terbebas dari infus mengacak rambut Aluna pelan. "Jangan khawatir, aku nggak apa-apa kok", ujar Dhimas. "Tapi kamu pucat begini, gimana mau bilang kamu nggak apa - apa sih, Dhimas?", kesal Aluna. "Aku sudah biasa keluar masuk rumah sakit ini, ini hanya bagian dari rutinitasku", ucap Dhimas. "Kenapa kamu memforsir tenaga untuk jalan - jalan kemarin? Pasti itu yang menyebabkan kamu sakit", kesal Aluna. "Nggak kok, memang pada dasarnya saja lemah, tapi aku hanya membutuhkan waktu dua hari, kok", ucap Dhimas. Tok Tok Tok Pintu terbuka dan memunculkan suster dengan nampan berisi makan siang. "Permisi, selamat siang. Makan siang hari ini sudah atang, dihabiskan ya, mas. Setelah itu silakan diminum obat yang sudah disediakan", ucap suster tersebut. "Terima kasih, Suster", jawab Dhimas dan Aluna bersamaan. Suster tersebut membalas mereka dengan senyuman dan berpamitan untuk kembali bertugas. "Ayo makan", ujar Aluna seraya membuka pembungkus plastik piring tersebut. "Nggak nafsu, Lun. Keliatannya aja itu enak, ada steaknya, padahal itu nggak ada rasanya", rajuk Dhimas. "Namanya juga sakit, ayo Dhim dimakan ya", ujar Aluna. "Aku pengen nasi kuning komplit yang kemaarin", rajuk Dhimas. Aluna berdecak. "Dhim, jangan aneh - aneh, itu jauh dan kamu masih sakit", tegas Aluna. Dhimas memasang raut wajah sebal sebelum melirik ke Aluna. "Kalau gitu, suapi aku", pinta Dhimas. "Suapi?", ulang ALuna. Dhimas mengangguk yakin, "Suapi aku, biar aku semangat makan", ujar Dhimas. Aluna mendesis gemas sambil memotong bagian steak untuk Dhumas. "Buka mulutnya Aaaum", ucap Aluna. "Aaaaaahmm", gumam Dhimas ketika makanan masuk ke dalam mulutnya. "Hambar, nggak ada rasanya, aku rindu micin, aku rindu kaldu ayam bubuk buat dimakan", gumamnya kesal. Aluna tersenyum sambil menyuapkan sesendok lagi untuk Dhimas. "Pelan - pelam, Luna", ucap Dhimsa. "Iya iya", balas Aluna lembut. "Senang deh, disuapi begini, aku jadi semangat buat cepet pulang ke rumah", ungkap Dhimas. Aluna mendengus geli sambil menyuap Dhimas kembali. "Sama aja kali, bedanya kamu gak capek motongin steak ini", balas Aluna. Dhimas tertawa pelan dan mengangguk. "Kamu nggak pernah kambuh pas lagi di kampus kan?", tanya Aluna. "Pernah, tapi aku langsung masuk ke mobil untuk mengatasinya. "Mulai sekarang, kasih tau aku ya, aku akan datang membantumu sebisaku", pinta Aluna. Dhimas tersenyum senang dan mengangguk. "Baiklah, akan aku beri tau", ucap Dhimas. Aluna tersenyum sebelum menyuap pria tersebut lagi. "Udah, Lun. Aku kenyang", ucap Dhimas. Aluna menatap potongan yang masih tersisa seperempat dengan sayang. "Sayang steaknya, Dhim", ujar Aluna. "Yaudah, aku habiskan aja deh", ucap Dhimas menuruti Aluna. Aluna tersenyum dan kembali menyuapi Dhimas sampai makan siang hari itu habis. Aluna tersenyum puas sambil menyeka mulut Dhimas yang terdapat saus steak dipinggirinya. Menyingkirkan nampan dan mengambilkan air beserta obat yang harus diminum. Dhimas menerima perawatan tersebut dengan senang hati. "Makasih, Luna. Aku senang sekali", ungkapnya. Aluna tersenyum sambil mengembalikan gelas dan piring obat ke atas meja makan pasien. Dhimas menepuk ranjang disisinya. "Sini, Lun. Duduk disebelahku", pinta Dhimas. Aluna menuruti Dhimas dan kaget katika Dhimas langsung bersandar dibahunya. "Dhim?", saut Aluna. "Sebentar aja, Lun. Aku ingin bersandar sebentar saja", ucap Dhimas. Aluna tersenyum kecil, ia merasa sedih melihat Dhimas seperti ini. "Ya, silakan bersandar", ucap Aluna. Dhimas melingkarkan tangannya yang bebas infus di pinggang Aluna. "Temani aku", bisik Dhimas. "Ya, akan kutemani", balas Aluna. Dhimas menarik Aluna untuk berbaring bersamanya. "Dhim, tapi jangan gini, nggak enak kalau keliatan orang, malu", sergah Aluna. "Tidak ada yang tau aku disini, tenang saja", ucap Dhimas. Aluna mengernyit. "Mama dan Papa kamu?", tanya Aluna bingung. Dhimas menggeleng, "Mereka semua di luar negeri karena urusan pekerjaan, di rumah cuma ada aku dan beberapa asisten rumah, mereka juga tidak tau aku kesisni, mereka tahunya aku main ke rumah temenku", ungkap Dhimas. Karena itu..", lanjut Dhimas seraya menarik Aluna mendekat. "Kamu disini saja ya, aku senang kamu disini", imbuhnya. Hati Aluna mencelos, jika ia tidak memaksa maka Dhimas ajan sendiri sampai keluar dari rumah sakit. "Mulai sekarang, hubungi aku. Kamu punya teman, jadi jangan melupakannya ketika kamu sulit seperti ini", ucap Aluna. Dhimas mengangguk ditengah kesadaran yang mulai menipis akibat pengaruh obat. "Baiklah", lirihnya. Dan Dhimas pun tertidur pulas, Aluna memperhatikan wajah Dhimas dalam diam. Ada kata kesepian di wajahnyam tapi semua tertutupi oleh tingkah laku Dhimas yang ceria dan menyenangkan. Aluna menghela nafasnya pelan. Ia ingin merawat temannya dengna baik, ia berjanji setelah ini akan menjaga kesehatan Dhimas agar tidak sering kambuhan seperti ini, pikir Aluna. Tanpa terasa, Aluna pun terseret ke alam bawah sadarnya dan tertidur pulas dengan Dhimas bersandar dibahunya hari itu. Keduanya tampak lelah dalam berbeda versi, Dhimas yang lelah dengan sakitnya dan Aluna yang lelah karena menahan tangis sejak datang tadi. ***** Selangkah Lebih Dekat Aku akan mengambil satu langkah lebih dekat ke arahmu Aku akan melihatmu seperti ini Aku tidak akan menyesal Bahkan Jika aku kehilangan segalanya Aku hanya ingin mengatakan aku menyukaimu Mengapa kamu masih tidak tau diriku? Aku pun begitu, banyak yang aku tidak tau Tapi rasanya aku berani melawan dunia Tidak ada yang mengatakan padaku Melihatmu dari kejauhan Memelukmu dari satu langkah dibelakangmu Menunggu tanpa alasan apapun Aku pikir aku menyukaimu Aku akan mengambil satu langkah lebih dekat ke arahmu Aku hanya akan memandangmu seperti ini Aku tidak akan menyesalinya Aku hanya ingin memberitahumu  Aku akan menunggu Meskipun aku sedikit terlambat Itu saja yang aku mau -Aluna-
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD