Beautiful Pain

1029 Words
"Apa kau hanya menggunakan tubuhku saja ketika Aunty Carol pergi?" Tanya gadis itu dengan polosnya. *** Chris beranjak dari ranjang, membuat Valery terkejut melihat reaksi pria itu. Chris lalu buru-buru memakai pakaiannya kembali, Valery mengernyit heran. "Chris?!" Panggil Valery, namun pria itu masih sibuk dengan pakaiannya tanpa menghiraukan Valery, wajah pria itu berubah sangat tajam. "Mengapa kau tak menjawab pertanyaanku?" Tanya gadis itu masih duduk diatas ranjang seraya menarik selimut guna menutupi tubuh polosnya. Chris menghembuskan nafas kasar, ia beralih kepinggir ranjang dan menarik dagu gadis itu dengan kasar, membuat Valery terpekik. "Jangan membuat amarahku membuncah Val... kau tahu jawabannya dan aku sudah muak menjawabnya setiap kali kau bertanya" bentak pria itu tepat diwajah Valery, membuat hati gadis itu seperti teriris. "Lalu mengapa kau tak menjawabnya?" Rintih Valery, matanya memerah menahan air mata, dan Chris sangat membenci ketika melihat gadis itu menangis. "Aku mencintaimu, Val...." ujar Chris dengan yakin, Valery masih mendongak melihat Chris berdiri menjulang dihadapannya. Seakan mengerti raut wajah Valery, Chris tahu bahwa gadis itu tidak percaya dengan ucapannya barusan. Mungkin ucapannya bagai angin lalu, mungkin setiap pria dengan mudahnya menyatakan kalimat tersebut kepada gadis manapun guna mendapatkan kepuasan. Well, Chris sendiri masih tak yakin dengan hatinya yang bercabang. "Kau tidak percaya? Kalau begitu mari kita menikah" tukas pria itu begitu enteng. "Kau gila!" Umpat Valery. "Ya, aku memang sudah gila, apa aku salah jika masih mencintaimu?" Hati Valery menjerit perih, sesuatu yang dulu ia anggap hanya sebuah affair mengapa kini menjadi bumerang untuknya dan berbalik menjadi posesif kepada pria itu. Apa ia juga mencintai Chris? Dulu dengan mati-matian ia menolak cinta pria itu karena Chris adalah suami dari bibinya, dan hanya melakukan sebuah affair karena Chris terus mendesak Valery agar tidur dengannya. Hingga pada suatu malam, pertahanan gadis itu hancur. Dengan mudahnya Chris mengambil kesucian dirinya, seperti suatu adegan perkosaan namun Valery tak dapat menyatakan itu sebuah perkosaan karena dirinyapun begitu luluh dengan segala titah pria itu. Hingga saat ini, hubungan gila itu terus berlanjut dengan alasan Chris begitu mencintai dirinya. Tapi semakin lama berhubungan dengan Chris, semakin Valery menginginkan bercinta dengan pria itu lagi dan lagi. "Pergilah" titah Valery seraya melepaskan tangan Chris yang berada didagu dan wajahnya. Gadis itu berbaring membelakangi Chris, seolah tertidur ia menutup kedua matanya sambil memeluk gulingnya dengan erat. Chris menghembuskan nafas, gadis itu pasti berlaku seperti ini. Entah belakangan ini Valery selalu menunjukan sikap seperti itu. Chris selalu mencoba mengajak gadis itu kawin lari, namun Valery sendiri yang selalu menolak dengan alasan kasihan dengan Aunty Carol. Lalu apa lagi yang dapat ia perbuat demi meyakinkan gadis itu? Lagipula, ia tidak bisa begitu saja meninggalkan Carol dan anak-anaknya. Carol masih mempunyai pengaruh yang kuat untuk dirinya. Chris meninggalkan Valery, menenteng kaos oblongnya dibahu dan keluar dari kamar Valery dengan bertelanjang d**a. Ketika pintu kamarnya tertutup, Valery menitikan air mata dalam diamnya. Dalam hati ia meracau, pria itu hanya menginginkan tubuhnya. Berbagai pertanyaan gila terlintas dibenaknya. Mengapa? Apakah Aunty Carol tidak dapat memberikan pria itu kepuasan? Atau ia memang tidak mencintai Aunty Carol lagi? Jika ia, mengapa Chris tidak bisa meninggalkan wanita itu demi dirinya? Valery membasuh dirinya, dibawah pancuran air shower, kepalanya mengadah keatas merasakan sensasi air yang membasahi seluruh kulitnya. Rambut hitam legamnya ia biarkan terurai basah, air melewati bibir ranum berwarna peach tersebut. Turun keleher jenjang dan berakhir didada hingga turun keseluruh tubuhnya. Kedua telapak tangannya ia tempelkan kedinding, sesekali gadis itu mengembuskan nafas kasar. Ingin sekali menangis namun ia menyadari kesedihannya seakan tak berguna, seharusnya ia menyadarinya dari dulu. Hidupnya sungguh tidak ada artinya, tubuhnya telah hancur dan yang paling menyakitkan ia telah menghianati bibinya kandungnya sendiri, semua itu karena pria itu. Jika saja semua itu tak terjadi... Jika saja ia tidak candu pada tubuh kekar itu... Jika saja ia tidak pernah memasuki rumah ini dan memporak-porandakan rumah tangga bibinya... Jika saja.. Jika saja.. Jika saja.. Bagai kaset rusak, kata itu selalu terbayang diotak Valery. Dan bodohnya ia baru menyadarinya setelah semuanya sangat terlanjur. Tubuh Valery berguncang hebat, air matanya tak terlihat karena bercampur dengan air shower. Namun kedua matanya memerah menandakan ia menangis dalam diamnya. Cukup lama ia berada didalam kamar mandi dengan posisi seperti itu. *** Beberapa menit kemudian, Valery keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan tubuh dan rambutnya. Tubuhnya sedikit rileks sekarang setelah diguyur air hangat. Valery memakai pakaiannya, kaos polos dan celana jeans panjang. Ia langsung menyambar tas selempang miliknya dan keluar dari kamar, tak perduli dengan tampilannya yang acak-acakan, Valery hanya ingin menenangkan diri. Ia turun dari tangga menuju pintu keluar, hari sudah sangat malam. Namun lampu diruang tamu tengah redup, Valery tak perduli dan terus melangkah dalam kegelapan. Ia membuka kenop pintu, "Terkunci?" Ujarnya pada dirinya sendiri, Valery meraba kunci pintu namun tak ada ditempatnya. Ia kemudian meraba-raba dinding mencari saklar lampu, berharap dapat menerangi pandangannya yang gelap diruangan ini. Valery mulai tergesa-gesa, tak lama ia menemukan tombol lampu dan menyalakannya, lalu.... Lampu menyala dengan terang, ia mencari kunci namun tak urung menemukannya disekitaran kenop pintu. Namun kesibukannya terhenti ketika ia menyadari sesuatu. Gadis itu berbalik badan, diujung ruangan pria itu duduk disofa seraya menyilangkan kaki dan mendekap kedua tangan didepan d**a. Pandangannya begitu tajam dan raut wajahnya terlihat menyeramkan dari biasanya. "Chris?" Ucap Valery pelan karena terkejut. Pria berumur 40 tahunan tersebut beranjak dari duduknya, Valery hanya bisa beringsut mundur karena takut ketika pria itu dengan langkah besarnya menuju Valery. "Aku hanya ingin pergi, please Chris" Valery memohon, wajahnya tetap tenang namun jantungnya saat ini berdegub tak karuan. "Kau tidak boleh pergi dari rumah ini selangkahpun, ingat itu Valery!" ancam Chris, ia lalu menarik lengan gadis itu dengan kasar. "No Chris... please!" Valery terus memohon tanpa pria itu menghiraukannya. Chris terus menggeret Valery kembali kekamarnya, membuat gadis itu menjerit histeris. Valery meronta, ketika mereka berdua tiba dikamar milik Valery. Ia menjerit dan terus mengumpati Chris tidak jelas, sementara Chris memeluk tubuh Valery dari belakang yang terus ingin pergi darinya. "Let me go! F*ck you!" Umpat gadis itu. "Shh!!! Easy baby... Easy....!" Chris mencoba menenangkan Valery, mengecup kepala gadis itu. Hati Valery yang labil akhirnya hanya bisa terdiam dengan rambut acak-acakannya dan masih berada dalam pelukan pria itu, meski kini air matanya jatuh membasahi wajah mulus itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD