BOM WAKTU AKAN MELEDAK!

1047 Words
Fajar kaget mendengar dugaan sang mamah. Ya, dia dan Dhani belum mencetak foto pernikahan untuk dipasang di dinding. Dari mana Menik mendapatkan semua itu? Dan mengapa Menik sengaja memperlihatkan semua langsung pada Naffa, bukan pamer pada teman lain atau gurunya? Dan Fajar membenarkan, foto yang dibawa Menik yang langsung pada sasaran. Anak kecil bisa saja hanya asal ambil misal foto yang dari jauh atau foto lain yang bukan seperti kemarin Menik bawa. Itu memang settingan. Siapa sutradaranya? Fajar akan menyelidikinya, dia akan membalas sakit yang Naffa rasakan. Fajar teringat begitu hari pertama bertemu dia kasihan pada Dhani dan langsung memberi uang satu juta rupiah untuk jajan anak-anaknya. Dia rasa uang segitu takut ditolak atau takut dianggap mengejek. Tapi saat itu Dhani menerimanya dengan senang hati, lalu Dhani langsung mengajaknya makan siang. Satu minggu kemudian Fajar kembali memberi uang ketika Dhani bilang dia butuh modal untuk belanja, tapi uang masuknya seret sebab banyak orang yang mengutang di tokonya, sehingga dia nggak bisa belanja. Saat itu Fajar langsung memberinya 5 juta rupiah free bukan pinjaman, sebagai mantan kekasih. Baru satu minggu bertemu dia sudah mengeluarkan uang 6 juta. Berikutnya terjadi transaksi es krim saat itu tentu Fajar puas atas pelayanan Dhani dan memberi uang 5 juta lagi. Lalu setiap minggu minimal 5 juta Fajar gelontorkan untuk peluh yang Dhani lakukan untuknya. Lima hingga tujuh juta setiap minggu tapi dia dapat kepuasan karena setiap hari dia bertukar peluh dengan aneka gaya baru. Dhani sangat aktiv, kalau Fajar lelah maka dia yang akan memompa, bukan hal yang tabu buat Dhani memompa Fajar. Yang penting uang mingguan mengalir lancar. Semua Fajar lakukan dengan senang hati karena dia baru merasakan sensasi baru saat itu. Dengan Nisha dia hanya melakukan yang konvensional tak pernah ada sensasi lain, karena mereka sama-sama tidak mengerti soal seperti itu. Walaupun mereka sering lihat secara tak sengaja di media online tapi tetap saja itu bukan lahan mereka. Sehingga mereka tak pernah mencoba melakukannya. Beda dengan Dhani yang memang profesional dalam hal itu. Bagaimana mungkin penjaja memberikan pelayanan konvensional saja, pasti dia harus mahir dalam hal yang dijajakan. “Kamu sekarang datangi saja rumah mertuamu dan Mamah tidak mau ikut campur. Mamah juga tidak akan mengantarmu karena kemarin Mamah sudah katakan Mamah tidak akan lagi membantu kamu,” kata Widya. Widya langsung masuk ke kamarnya dan Fajar mendengar pintu kamar dikunci dari dalam. Artinya Widya sudah tak mau lagi bicara dengan Fajar. Dengan langkah gontai Fajar pun kembali masuk mobilnya. Dia melajukan mobil menuju ke rumah mertuanya. Fajar melihat putra keduanya sedang bermain sepeda dengan anak sebaya. Mungkin tetangga di sekitar, dia juga melihat Naffa, tapi begitu Naffa melihat dirinya, gadis kecil itu langsung masuk ke dalam tak ingin menemuinya sama sekali. Biasanya kalau dia pulang kantor Naffa akan berlari ke arahnya dan memeluk dirinya, sekarang jangankan memeluk, memandangnya saja Naffa sudah tak mau. Gadis kecil itu sudah sangat membenci dirinya karena dengan jelas Naffa melihat foto-foto pernikahannya dengan mamanya Menik. Tak ada yang bisa mengobati luka itu, tak akan ada! Tak akan bisa terhapus dan dia yang telah menorehkan luka di batin putri sulungnya. Fajar benar-benar tak menyangka dia telah menikam anaknya sendiri. “Adik,” sapa Fajar pada Zahran. “Ayah,” jawab Zahran, tapi dia terus bermain sepeda dengan rekan sebayanya, tidak menghampirinya seperti biasa. “Apa Nisha mengajari anak-anak supaya benci aku ya?” ucap Fajar lirih. “Tapi nggak ah. Nisha tak mungkin melakukan hal seperti itu. Pasti karena kebetulan saja Zahran sedang asyik bermain. Biasanya kan di rumah dia tak punya teman sebaya. Kalau Naffa memang tak perlu diajarin juga dia sudah benci aku. Pasti waktu dia melihat Menik pamer-pamer foto pengantinku dia pulang dengan menangis,” perih Fajar bila membayangkan hal itu. Tak bisa perkirakan bagaimana luka hati Naffa saat itu. Fajar pun beranjak dari halaman, dia menuju pintu ruang tamu. “Assalamu'alaykum ,” sapa Fajar di pintu depan rumah mertuanya. Dia tak berani langsung masuk seperti biasa. “Wa'alaykum salam,” jawab Bu Raihana dari dalam. “Masuk,” kata Raihana ramah seakan tak ada apa pun. Fajar memberi salim pada Ibu mertunya. “Nisha ada Ambu?” tanya Fajar. Tak dia tanya bagaimana kesehatan mertuanya atau basa basi lainnya. Dia sudah blank. Yang dia ingin temui hanya istrinya saja. “Nisha pergi sama bapak. Sebentar lagi juga kembali. Tadi bapak habis menjual 2 ekor sapi buat idul Adha,” kata ambunya Nisha atau Raihana. “Kok tumben sama Nisha? Nggak sama para pegawai,” ucap Fajar. “Nisha bilang daripada dia sedih dan kepikiran, lebih baik dia yang bawa mobil,” jawab Raihana. “Astaga, Nisha bawa mobil bak?” ucap Fajar kaget. “Buat kami orang desa itu biasa saja. Sejak SMP Nisha sudah bisa bawa mobil, bahkan dia bisa bawa truk kok. Kami hanya orang desa. Maklumlah, nggak seperti istri barumu yang orang kota itu,” kata Raihana langsung menembak Fajar. Fajar hanya diam tak bisa berkata apa-apa lagi. “Sebentar ya Ibu minta bikinkan teh,” ucap Raihana. “Nggak perlu repot-repot Bu. Nggak perlu repot-repot,” ucap Fajar. “Enggak repot kok. Kamu kan tamu di sini bukan menantu Ibu lagi, jadi wajar Ibu siapkan minum,” jawab Raihana. Fajar benar-benar sudah tak berkutik ketika ibu mertuanya yang super lembut bicara seperti itu. Fajar sudah yakin bahwa Nisha tak akan bergeming. Sudah pasti talak harus jatuh hari ini juga. Dan Fajar yakin, untuk urusan surat tak perlu ditanya pasti Nisha sudah membuatnya. Jadi Fajar tak perlu repot dan memang tak akan mungkin Nisha menunggu Fajar bergerak. Fajar yakin Nisha pasti telah membuat gugatan sejak dia tahu Fajar sudah menikah. Fajar tak tahu kapan Nisha mengetahui kebusukannya. ‘Apa sejak Naffa diam setiap di dalam mobil ya? Aku hanya tidak memperhatikan karena aku selalu berpikir sehabis ngantar Naffa sampai sekolah aku langsung bergelut dengan Dhani. Sehingga aku tak pernah memperhatikan atau bercerita panjang lebar lagi dengan Naffa seperti saat aku belum bertemu Dhani.’ ‘Sesudah aku bertemu Dhani memang aku jarang ngobrol dengan Naffa. Fokusku hanya Dhani, Dhani, dan Dhani. Bahkan aku juga nggak akrab dengan Menik atau anaknya yang lain. Aku cuma tahu Dhani, Dhani, dan Dhani,’ pikir Fajar. ‘Ke mana akal sehatku? Mengapa aku jadi tak peduli pada Naffa?’ Fajar melihat mobil yang dikemudikan Nisha masuk ke halaman rumah Lastyanto. Bom waktu akan meledak!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD