Chapter 27

1665 Words
"Kenapa kau mengikutiku?" Melios memasang wajah kesal, dia tidak suka dibuntuti oleh orang lain, karena itu membuatnya tidak nyaman, apalagi sekarang, orang yang membuntutinya adalah seorang lelaki populer di sekolahnya, yaitu Norman Bravery, dan semua orang tahu namanya. "Memangnya siapa yang mengikutimu? Aku hanya kebetulan berjalan ke arah yang sama denganmu saja, bukankah itu wajar?" Norman menyunggingkan senyuman ramahnya pada Melios, berharap lelaki pirang itu percaya pada ucapannya. "Kau pikir aku tidak tahu? Asal kau tahu saja, aku bukan orang bodoh yang bisa dibohongi oleh tipuan payah begitu!" Tidak peduli bahwa lawan bicaranya itu merupakan orang yang sangat populer, Melios membentak Norman dengan nada yang menggeram, membuat lelaki tampan berambut cokelat itu menaikan kedua alisnya, terkejut. Bahkan beberapa siswa yang lewat pun mendadak menolehkan perhatiannya pada Melios yang sedang membentak Norman, membuat suasana jadi semakin canggung. "Raiga," Tiba-tiba Norman menyebut sebuah nama yang membuat Melios dan beberapa siswa yang mendengarnya terbelalak. "Apakah dia yang katanya seorang Malaikat Pendendam? Apakah aku benar?" Menyebut nama orang yang sudah tidak ada di Surga adalah sesuatu yang tidak sopan, Melios membara. "Untuk apa... kau menyebut nama orang itu di depanku?" Norman Bravery tersenyum. "Jadi benar, ya? Namanya Raiga?" Lalu, Norman mendekatkan mulutnya ke kuping Melios, membisikkan sesuatu. "Aku pikir sebaiknya kita membicarakkan ini di ruang yang sepi, kau lihat? Di sini banyak orang yang akan mendengar kita, jadi bagaimana kalau--" "Aku tidak mau menghabiskan waktuku dengan orang aneh sepertimu." Melios langsung buru-buru masuk ke dalam ruang perpustakaan untuk menghindari Norman yang bertingkah menyebalkan di hadapannya. Setelah masuk ke ruang perpustakaan, Melios lega dan dia pun langsung menyimpan buku-buku yang dibawanya ke rak-rak yang sesuai, lalu dia pun duduk di sebuah kursi khusus membaca, walau saat ini, dia sedang tidak membawa satu pun buku untuk dibaca, karena saat ini, dia hanya ingin istirahat dari segala hal yang membuatnya kesal, termasuk kejadian bersama Norman tadi. Itu benar-benar menjengkelkan. "Mengapa dia tiba-tiba menanyakan soal Raiga? Aku jadi agak penasaran, apakah dia--Ah mengapa aku membuang waktuku memikirkan hal bodoh seperti itu!? Sebaiknya aku--" Tiba-tiba, sebuah tangan menyentuh pundak Melios dengan halus. "Oh, kita bertemu lagi rupanya." Spontan, Melios memutar kepalanya ke belakang, untuk memandangi orang yang barusan bersuara di dekatnya, ternyata bukan Norman Bravery yang menyentuh pundaknya, melainkan Rey, orang yang kemarin menghajarnya sampai babak belur. "Ah--" Baru saja Melios akan berbicara, Rey langsung membekap mulut si pirang dengan telapak tangan kasarnya. "Sebaiknya kau jangan bersuara, b*****t. Aku tidak mau mendengar suara bodohmu, aku datang kemari cuma ingin mengatakan sesuatu padamu, jadi diam dan dengarkan aku," Rey pun duduk di kursi yang bersebelahan dengan Melios, lalu dia pun menampilkan muka sangarnya yang menyeramkan. "Sepulang sekolah, aku ingin kau ikut denganku." Mendengar hal itu, Melios meringis ketakutan, firasatnya mengatakan akan terjadi sesuatu yang buruk menimpanya. *** Di dunia Rebula. "Badai saljunya sudah pergi, kawan!" Zapar berseru setelah dirinya keluar dari gua untuk mengecek situasi. "Kita bisa melanjutkan perjalanan! Ayo! Yun! Dan... Siapa namamu?" Yuna menepuk jidatnya. "Bagus, kau lupa pada namanya padahal kurasa diriku ini sudah memberitahukannya padamu beberapa jam yang lalu. Kau benar-benar bodoh, Zapar." Yuna pun bangun dari posisi duduknya dan berjalan mendatangi Zapar. "Ah, kau benar, badainya sudah tidak ada." ucap Yuna saat dirinya memandangi langit yang cerah setelah keluar dari gua. Hill Yustard pun ikut keluar dari gua dan bergabung bersama mereka, berdiri menikmati pemandangan yang tersajikan di matanya. "Jahat sekali kau, sampai melupakan namaku, Zapar! Hehehe!" Lalu, dia menarik udara dingin ke hidungnya dan menghembuskannya secara perlahan. Dan mendadak, dia melakukan sesuatu yang mengejutkan. "HILL YUSTARD! ITULAH NAMAKUUUU! PASTIKAN KAU MENGINGATNYA KALI INI! ZAPAAAAAAAAR!" Lelaki elf itu sengaja berteriak kencang, agar suaranya menggema, memantul-mantul di alam. Yuna dan Zapar tertawa terbahak-bahak mendengar teriakan tersebut. "Jadi, kau yakin ingin ikut bergabung bersama kami untuk mencari Raiga, Hill?" tanya Yuna pada Hill setelah dia puas tertawa. "Apakah aku perlu berteriak lagi?" Paham maksud dari ucapan Hill Yustard, Yuna pun terkikik. Dan setelah itu, Yuna dan Zapar mengaktifkan sayapnya masing-masing. "Baiklah! Pertama-tama kita akan mencarinya kemana, Yun!?" Zapar mendadak bertanya pada Yuna, membuat gadis itu jadi bingung. "Zapar, kalau kau bertanya begitu, aku jadi tidak tahu harus menjawab apa." "Bagaimana kalau kita ke Desa Kronic dulu?" Hill angkat suara, membuat Yuna dan Zapar memperhatikannya. "Sekalian kalian juga makan dan beristirahat di rumahku, aku tahu kalian pasti sudah lapar dan lelah, jadi, kita bisa melanjutkan pencarian lagi dalam keadaan tubuh yang sempurna? Bagaimana?" Mendengar tawaran yang dikemukakan oleh Hill Yustard, Yuna dan Zapar saling menatap satu sama lain sampai akhirnya mereka pun sepakat untuk menerima tawaran tersebut. Dan mereka pun langsung mengepakkan sayapnya untuk pergi ke Desa Kronic, kampung halamannya Hill Yustard. Hanya memakan waktu sepuluh menit untuk sampai ke desa Kronic, dan ternyata, letak desa tersebut berada di dalam pohon raksasa, membuat Yuna dan Zapar tersentak. Jadi, setiap rumah dari penduduk di sana, posisinya di antara batang yang menjulang, di sana akan terlihat ribuan pintu yang merupakan rumah dari penduduk desa Kronic. "Wow, keren sekali! Aku baru pertama kalinya melihat sebuah pohon dijadikan sebagai sebuah desa! Benar-benar keren! Kawan!" Zapar terperangah saat sampai di depan pintu rumah Hill, pandangannya masih takjub pada ribuan pintu yang tercetak di sekitar batang pohon. Yuna pun ikut terkagum-kagum, matanya bahkan sampai melotot. "Hey Hill, aku jadi penasaran, siapa yang mencetuskan ide gila seperti ini? Maksudku, tidak ada orang di bangsa kami yang kepikiran menjadikan sebuah pohon menjadi sebuah tempat tinggal ribuan orang, ini sangat gila!" "Sudah-sudah, jangan terlalu dipikirkan, mari kita masuk!" Hill terkekeh-kekeh melihat Yuna dan Zapar heboh pada kondisi desa Kronic. "Bahkan makanannya pun lezat! Kawan!" Zapar berseru saat dirinya menyantap makanan yang disiapkan oleh Hill Yustard, Yuna yang ada di sampingnya hanya menganggukkan kepala, setuju pada ucapan sahabatnya. "Kalian terlalu berlebihan, ehehe!" jawab Hill Yustard dengan menggaruk-garukkan belakang kepalanya yang tidak gatal di depan Zapar dan Yuna yang sedang makan. "Tolong dihabiskan ya, aku bakal marah jika makanannya tersisa, hehe!" "Mengapa kau tidak ikut makan bersama kami, Hill?" Yuna terheran-heran melihat Hill yang hanya berdiri memandangi mereka yang sedang makan. "Hanya karena kau yang membuatnya, bukan berarti kau tidak memakannya, kan?" "Ayo makan bersama kami, kawan!" Zapar dengan cepat mengambilkan piring kosong dan memberikannya pada Hill agar lelaki elf itu mau makan bersama mereka. "Kalian ini rupanya suka memaksa orang lain, ya? Hehehe!" Dan akhirnya, Hill Yustard pun ikut duduk di kursi untuk makan di meja yang sama dengan mereka. TOK! TOK! TOK! "HILL! HILL! APAKAH KAU ADA DI DALAM!?" Baru saja Hill akan mengambil beberapa lauk untuk ditaruh ke piringnya, sebuah gedoran pintu dan suara seseorang yang berseru-seru dari luar membuat lelaki elf itu meninggalkan makanannya dan berlari untuk membuka pintu. "Syukurlah kau ada di dalam! Begini, ada berita gawat! Hill! Pasukan Iblis! Pasukan Iblis datang ke Desa Kronic untuk mencarimu!" Seketika, Hill Yustard mematung mendengarnya. *** Sementara itu, di dunia Iblis. "Apa jangan-jangan," tebak Raiga dengan jijik. "Kau jatuh cinta padaku?" Mendengar tebakan itu, orang misterius yang menggendong Raiga tertawa dengan mengerikan. "Hahahaha! Kau memang jenius! Kuruga Raiga Bolton! Tidak salah aku mengincar orang sepertimu! Kau sangat menarik! Hehehehe!" "Hah?" Raiga mendelikkan matanya. "Jadi kau memang jatuh cinta padaku?" Orang misterius itu menyeringai, "Menurutmu bagaimana?" Dia menunjukkan seringaian yang dipenuhi aroma jahat yang busuk. "Menurutku," jawab Raiga dengan wajah lesu. "Kau tidak jatuh cinta padaku, melainkan, kau ingin memanfaatkanku untuk sesuatu yang tidak bisa kubayangkan." "Oho? Seperti yang diharapkan dari  Sang Malaikat Pendendam, tebakanmu sangat tepat!" Orang misterius itu terlihat senang mendengar jawaban Raiga. "Sepertinya kita sudah sampai, obrolan ini akan kita lanjutkan lagi, Raiga. Untuk sekarang, kau harus bersiap-siap. Hehehehe!" Kemudian, orang itu mendaratkan diri ke depan sebuah gerbang besar yang di dalamnya terdapat sebuah bangunan mirip kastil berhantu. Raiga pun dilepaskan dari gendongan orang itu dengan lembut, dan malaikat pemalas itu terheran-heran mengapa dia diturunkan di tempat seperti ini. "Hey?" tanya Raiga pada orang berjubah hitam yang ada di sebelahnya. "Mengapa kau membawaku kesini? Dan mengapa kau tahu kalau aku ini adalah malaikat pendendam?" "Aku akan jelaskan semuanya padamu di dalam, untuk sekarang, kau siapkan dirimu, karena akan ada sesuatu yang mengejutkan untukmu, Kuruga Raiga Bolton. Hehehehe!" Malas untuk bertanya lagi, Raiga pun pasrah untuk mengikuti kemauan orang tinggi berjubah hitam yang ada di sampingnya, dia pun bersama orang itu masuk ke dalam gerbang dan berjalan menuju kastil tersebut. "WIIIIIII! Lihat? Jasper membawa seorang tamu untuk kita! Aku suka! Aku suka! Hihihihihi!" Saat Raiga masuk ke dalam kastil, dia disambut oleh beberapa orang yang sedang berkumpul di sebuah sofa panjang, yang tadi bersuara adalah sosok gadis mungil berambut merah muda yang mukanya sangat pucat, ia mengenakan gaun putih yang dipenuhi bercak darah. "Oh, kebetulan sekali, syukurlah kalian semua sedang berkumpul, seperti yang kalian lihat, aku, Jasper Dragoniz, Sang Iblis Naga, membawa tamu yang menarik untuk kalian," Ternyata nama orang misterius yang menculik Raiga adalah Jasper, dan orang itu mengusap-usap rambut malaikat pemalas yang ada di sebelahnya. "Dia adalah Kuruga Raiga Bolton, Sang Malaikat Pendendam yang sering kubicarakan, dia datang ke dunia iblis untuk bergabung bersama kita, sebagai iblis baru, hehehe!" Mendengar itu, Raiga terkejut. "Oi? Aku tidak pernah ingat ingin menjadi iblis dan bergabung bersama kelompok aneh seperti kalian, antar aku pulang, namamu Jasper, kan?" "Oho?" Jasper menyeringai. "Kau harus bergabung bersama kami, lagi pula, tidak ada tempat yang akan menerima malaikat pendendam sepertimu selain di sini, lho? Hehehe!" Dan orang-orang yang duduk di sofa ikut tertawa mendengar perkataan Jasper, mereka semua menertawakan Raiga yang terlihat sedang kesal. Padahal, Raiga sama sekali tidak sedang kesal, malah sebaliknya, dia juga sedang menyeringai jahat memandangi iblis-iblis tersebut dengan tatapan menghina. "Kalian pikir aku akan diam saja melihat iblis-iblis payah seperti kalian menertawakanku?" Tiba-tiba, Raiga melesat ke arah kumpulan iblis yang sedang duduk santai di sofa dan dia kembali lagi ke tempat berdirinya dengan membawa seorang gadis mungil yang tadi menyambutnya. "Tahu tidak? Aku bisa saja membunuhnya dalam hitungan detik, tapi jika salah satu dari kalian mau mengantarkanku pulang, aku akan mempertimbangkannya." "Hiiiii! Toloooong aku!!" Gadis mungil berambut merah muda yang kini sedang dijadikan taruhan menjerit-jerit. Namun, "Ups, bercanda," Gadis itu tersenyum pada Raiga, kemudian, DUAR! Meledakkan dirinya di dekat Raiga. BERSAMBUNG...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD