Chapter 15

1811 Words
"Hmm? Benarkah itu?" Kuruga Fuuma Bolton, ayah kandung Raiga saat ini sedang berada di kediaman Claudio Geriz, malaikat elit tingkat sepuluh. Sepertinya mereka sedang membahas sesuatu yang berhubungan dengan aksi Raiga ketika bocah itu berada di Bumi. "Benar, awalnya, aku menilai Putramu sebagai malaikat gagal karena dari turunnya dia ke Bumi, sikap dan perilakunya sungguh tidak baik untuk dilakukan seorang malaikat. Tapi, setelah dia bersama teman-temannya menghadapi berbagai masalah, akhirnya aku menemukan sesuatu yang masih tergolong sebagai sifat asli dari seorang malaikat di dalam diri Putra Anda, Tuan Fuuma," ucap Claudio dengan tersenyum hangat, mereka berdua duduk di kursi emas yang saling berhadapan di ruang tamu yang megah. "Itu merupakan keberuntungan karena berkat hal itu, aku langsung mengubah penilaianku terhadap Putra Anda, begitu juga teman-temannya, yang hasilnya, mereka bertiga telah resmi kululuskan dari misi di Bumi tersebut, yah, walau terlihat agak memaksa, tapi kuharap, setelah semua itu, Putra Anda menjadi seorang malaikat yang bisa menegakkan kebenaran." Fuuma tersenyum mendengarnya, dia bangga putra kesayangannya dipuji-puji oleh Claudio yang salah satu dari malaikat elit, itu merupakan prestasi yang bagus untuk bocah seperti Raiga. Terakhir kali Fuuma bertemu dengan anaknya ketika Raiga masih bayi, setelah itu dia pergi untuk melaksanakan misi di Bumi, tapi, karena banyaknya masalah, dia pun tidak kembali lagi ke rumah hingga bertahun-tahun sampai lelaki itu lupa kalau anaknya sudah tumbuh dengan cepat. Setelah kepulangannya, dia terkejut melihat putranya sudah besar dan sangat tampan, itu merupakan kebanggaan tersendiri bagi seorang ayah. "Terima kasih atas pujiannya, Claudio," kata Fuuma dengan tersenyum hangat. "Selain menanyakan tentang Putraku, aku juga ingin bertanya sesuatu mengenai teman-temannya juga. Kudengar, saat berada di Bumi, Raiga berteman dengan seorang pemuda bernama Zapar? Apa itu benar?" Claudio mengangguk. "Ya, itu benar," Claudio pun kembali menjelaskan. "Berdasarkan pengamatanku, nama lengkap dari anak itu adalah Kuruga Zapar Bolton, tapi setelah kuselidiki kebenarannya, ternyata bukan itu nama aslinya. Nama asli dari pemuda itu ternyata adalah Turga Zapar Serro." Fuuma mengernyitkan alisnya, karena wajahnya mirip seperti Raiga, akhirnya, dia malah kelihatan seperti bocah itu dikala sedang penasaran begitu, tapi yang membedakan hanyalah jenggot dan kumis tipisnya saja. "Turga Zapar Serro?" ulang Fuuma dengan sedikit terkejut. "Bukankah itu adalah nama keluarga dari Garelio, malaikat yang pangkatnya ada selangkah di atasmu?" "Betul," balas Claudio. "Aku sendiri terkejut saat pertama kali menyadarinya, soalnya, Tuan Garelio tidak pernah menceritakan apa pun mengenai kondisi keluarganya, termasuk nama dari putranya sendiri, banyak sumber mengatakan kalau dia itu hidup sendirian, tapi rupanya itu hanya rumor belaka, kenyataannya, dia memiliki seorang istri dan juga anak lelaki." Fuuma semakin tidak mengerti mengapa Garelio menyembunyikan identitas keluarganya sendiri. Bukankah seorang malaikat elit harus mengatakan segalanya dengan jujur walau itu adalah aibnya sendiri. Semakin lama memikirkannya, semakin membuat kepalanya serasa pusing. "Bagaimana dengan yang satunya?" Claudio paham maksud dari pertanyaan Fuuma barusan. "Maksud Anda, Zelila Yuna Birikawa? Teman satunya dari Putra Anda?" Fuuma mengangguk sebagai respon, kemudian Claudio menjelaskan lagi mengenai Yuna. "Dari hasil pengamatanku, tidak ada yang spesial dari gadis itu, dia hanya seorang malaikat biasa yang hidupnya pun penuh dengan kebiasaan dari orang-orang biasa." Fuuma ingin sekali tertawa, tapi dia harus menahannya karena saat ini dia sedang berhadapan dengan salah satu malaikat elit yang disegani oleh masyarakat. "Jadi begitu, ya," ucap Fuuma sambil berdiri dari kursi. "Kalau begitu, sepertinya saya akan pulang saja, sepertinya malam ini Felis akan memasakan makanan kesukaanku, jadi aku ingin segera merasakannya, hahah!" Claudio pun ikut beranjak dari kursinya. "Aku mengerti. Kapan-kapan, Anda boleh datang ke rumahku lagi, Tuan Fuuma, itu pun jika Anda sedang ingin menanyakan sesuatu padaku." Setelah itu, Fuuma pun pulang, meninggalkan kediaman Claudio Geriz dengan terhormat. Di tengah perjalanan, Fuuma masih memikirkan tentang bocah bernama Zapar, entah perasaannya saja, atau dia memang penasaran pada hidup anak itu. ☆☆☆ Raiga kembali masuk ke dalam rumah Tuan Garelio, tapi kali ini, Yuna juga ikut bersamanya. Mereka sudah membuat keputusan bulat untuk menyelesaikan masalah yang ada di dalam keluarga ini, karena bagaimana pun, Tuan Garelio adalah salah satu anggota keluarga Zapar. Dan Zapar sendiri adalah teman mereka, karena itulah, satu-satunya jalan untuk membuat bocah itu kembali adalah menyelesaikan permasalahan yang dibuat oleh Tuan Garelio sendiri. "Kembali lagi bersama seorang gadis, sangat mengagumkan, rumahku jadi seperti tempat p*****r saja, ya?" sindir Tuan Garelio dengan nada bercanda. Yuna hampir meledak mendengar sindiran tajam itu, tapi untungnya, Raiga sudah bilang padanya bahwa dia harus bisa menahan emosinya karena perkataan dari Tuan Garelio selalu terdengar menyakitkan. "Aku kembali untuk menyelesaikan urusanku di sini," kata Raiga tanpa basa-basi. "Dan aku ingin bertanya sesuatu padamu, Tuan Garelio." Mengangkat sebelah alisnya, Tuan Garelio merasa penasaran. "Kuis lagi? Baiklah, aku akan menjawab pertanyaanmu dengan baik, Nak Raiga." Raiga menghela napas, dia tidak duduk di kursi, masih berdiri bersama Yuna di hadapan Tuan Garelio. "Mengapa seorang Malaikat Elit tingkat sembilan seperti Anda melakukan hal keji pada keluarganya sendiri, atas dasar apa kau memperbudak Istrimu dan mengusir Putramu sendiri, Tuan Garelio?" Yuna sedikit kaget mendengar Raiga bertanya begitu, baru kali ini dia mendengar pertanyaan dari pemuda berambut perak dengan serius. Sepertinya, walau terlihat suka malas-malasan dan tidak punya gairah hidup, mungkin Raiga adalah orang yang jenius. Tapi itu hanya kemungkinan saja. "Tembakan yang sangat hebat," ucap Tuan Garelio dengan terkekeh. "Pertanyaanmu itu seperti suara tembakan dari pistol, mendengarnya saja sudah membuatku seolah-olah telah tewas tertembak peluru-peluru mematikan itu. Lupakan pengandaian konyol itu, baiklah, akan aku jawab pertanyaanmu, Nak Raiga. Pertama, mengapa aku, sebagai seorang Malaikat Elit melakukan hal keji pada keluargaku sendiri, jawabannya adalah 'mengapa aku harus menjawab pertanyaan dari bocah ingusan sepertimu?' Itulah jawabanku, bagaimana?" Raiga jadi kesal sekarang. "Tolong, jawab pertanyaanku dengan baik, Tuan Garelio," balas Raiga dengan nada yang malas. "Anggap saja ini termasuk ke dalam pelayanan masyarakat yang wajib dilakukan oleh malaikat elit sepertimu." "Pelayanan?" Tuan Garelio tertawa. "Apa-apaan itu? Kau membuatku sakit perut, Nak Raiga." "Sikap dan tingkahmu, aku membencinya!" Karena sudah tidak tahan, akhirnya Yuna bersuara dengan lantang, membuat Tuan Garelio dan Raiga memalingkan pandangannya pada gadis berambut biru itu. "Aku tidak pernah menduga kalau malaikat elit sepertimu memiliki sifat yang sangat buruk! Apa kau tidak sadar kalau saat ini kau adalah contoh bagi kami! Jika perilakumu buruk begitu, bagaimana aku mengambil sisi baiknya darimu! Wahai malaikat ke sembilan! Apakah kau sudah lupa mengenai upacara saat kau akan dilantik menjadi malaikat elit? Bukankah kau sudah berjanji di hadapan seluruh malaikat untuk melindungi, melayani, mengayomi, mempertahankan keadilan! Kebenaran! Dan kesejahteraan! Tapi mengapa! Mengapa kau bersikap buruk seperti ini! TUAN GARELIO!" Raiga dan Tuan Garelio tersentak mendengar pekikan Yuna yang meledak-ledak, emosi dari gadis itu sudah membakar tubuhnya, dia tidak dapat menahannya lebih lama lagi. Yuna agak menyesal karena telah berani meneriaki seorang malaikat terhormat, tapi, untuk apa dia menghormati malaikat buruk seperti Tuan Garelio? Mungkin, ini baik untuk memperjuangkan haknya sebagai warga negara malaikat. Siapa pun pasti akan melakukan itu jika melihat seseorang yang seharusnya dihormati malah bersikap busuk begitu. Setidaknya, Yuna sedikit lega setelah melakukan itu. "Oho? Teriakan yang begitu indah, mendengarnya saja membuatku terenyuh, kau memang sangat cocok jika mengucapkan hal-hal yang berbau kebenaran," ucap Tuan Garelio dengan bangkit dari kursinya, sepertinya dia mulai serius sekarang. "Namun, aku tidak suka itu." Tiba-tiba, sebuah cahaya mengumpul di jari telunjuk Tuan Garelio, dan cahaya itu langsung melesat ke mulut Yuna sampai masuk ke dalam kerongkongannya. Semakin lama, cahaya itu menyinari tenggorokan Yuna hingga Raiga dapat melihat aliran darah yang ada di tubuh temannya itu, sampai akhirnya, cahaya itu meredup seketika. Tuan Garelio tersenyum. "Aku telah memberikannya cahaya hukuman pada mulutnya, cahaya itu akan membuatnya tidak bisa berbicara selamanya, satu-satunya cara untuk melepaskan cahaya itu dari mulutnya adalah bersujud padaku, memohon padaku, dan menjilati sepatuku. Jika dia mau melakukan itu semua, maka dengan senang hati aku akan membebaskan mulutnya itu dari hukuman, tapi, itu terserah padanya. Jujur saja, aku kurang suka memaksa orang." Raiga terkejut mendengarnya, lantas, dia langsung menepuk bahu Yuna dan bertanya dengan tergesa-gesa. "Apa itu benar? Yuna, cepatkah bicara! Aku harap itu bohong." Baru saja Yuna akan membalasnya, tapi ternyata tidak bisa, mulutnya tidak bisa terbuka, rapat seperti ditutupi selotip. Kalau begini terus, bagaimana Yuna melakukan kegiatan makan dan minum untuk mengisi energinya jika mulutnya saja tidak bisa dibuka? Yuna hanya menggeleng dengan wajah yang putus asa, seolah-olah, dia berkata 'ini sudah berakhir, aku tidak bisa berbicara' yang membuat muka Raiga semakin tidak percaya. "Tolong, buat dia bisa membuka mulutnya, Tuan Garelio!" "Oho? Permintaan macam apa itu?" Tuan Garelio berjalan mendekati Raiga, kemudian dia menatapnya. "Kau mau aku mengabulkan permintaanmu? Kalau begitu, kau saja yang bersujud padaku, memohon padaku, dan menjilati sepatuku, bagaimana?" Raiga mendecih mendengarnya. ☆☆☆ "Musuhnya Raiga?" Saat ini, Zapar dan Melios sedang bertatap muka di trotoar jalan, mereka melakukan itu di tengah banyaknya orang berlalu-lalang disekitarnya. "Ya, aku adalah musuhnya Raiga! Dan aku tidak suka padamu! Karena kau telah membantu Raiga dalam menjalani misi di Bumi! Karena itulah, kau sekarang jadi musuhku juga! Zapar!" "Wow, padahal kita belum minum kopi bersama, bergurau bersama, tapi kau langsung menganggapku musuh? Kau sangat lucu, kawan." ucap Zapar dengan tertawa renyah. "Sebaiknya, kau jangan memusuhi orang secepat itu, kawan. Kau kan masih belum tahu aku itu orangnya bagaimana? Mungkin kalau kita dekat, kita bisa jadi teman yang baik. Bukankah itu bagus, kawan?" "Berhentilah mengoceh! Aku jijik mendengar kau mengatakan hal-hal yang memuakkan itu! Zapar bodoh!" Melios malah semakin jengkel. "Dan apa itu? Kau membeli satu keripik kentang ke supermarket? Menyedihkan sekali! Kenapa kau tidak sekalian membeli sepuluh biji saja? Dasar memalukan! Kau pikir, supermarket itu warung pinggir jalan?" Zapar jadi berkedut kesal. "Haha! Aku setuju! Kau memang benar, seharusnya aku tidak membeli satu saja, ya? Tapi, apa boleh buat, lagi pula aku ke sana hanya ingin merasakan AC saja, kawan! Soalnya di luar sangat panas, kawan!" "Menyedihkan," Melios terlihat jijik. "Dasar gelandangan." BELEDAG! Sebuah pukulan berhasil mengenai pipi Melios hingga bocah pendek itu terlempar menabrak punggung orang lain, semua orang riuh melihatnya. "Ada apa ini?" "Pemuda itu memukul pemuda lain!" "Sepertinya akan ada pertarungan! Aku suka ini!" "Ayo kita lihat!" Karena aksi tersebut, banyak orang yang mengerubungi mereka sampai Zapar dan Melios berada di tengah-tengah penonton. "Kekerasan," Melios bangkit kembali dengan tubuh yang terluka karena tergores tanah. "Aku benci kekerasan!" Melios mengaktifkan sayapnya, kemudian dua buah sayap keluar dari punggungnya, membuat lelaki pendek itu terlihat mulia seperti seorang malaikat elit. Tidak mau kalah, Zapar pun memunculkan sebuah sayap yang besar, namun, warna sayapnya merah seperti rambutnya. Konon, banyak yang mengatakan kalau seorang malaikat memiliki sayap berwarna merah, maka dia adalah malaikat yang mencintai peperangan. Sedangkan malaikat yang memilik sayap berwarna putih adalah malaikat yang mencintai perdamaian. Tapi sayangnya, warna sayap Melios bukan putih atau pun merah, tapi berwarna abu-abu, yang menandakan kalau dia adalah seorang malaikat yang cengeng atau bisa dibilang, pengecut. "Kita mulai, kawan!" Dengan sayap merahnya, Zapar terbang melesat ke arah Melios dengan menyeringai, membuat semua orang menilai kalau orang jahatnya adalah Zapar. "Ak-aku siap!" Melios dengan gugup berusaha melindungi dirinya dengan melipat kedua sayap abu-abunya di seluruh tubuhnya. "Aku tidak akan kalah dari malaikat jahat sepertimu!" BERSAMBUNG ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD