Sepuluh tahun sudah Ratu Ethel menjabat dan duduk di posisinya sekarang. Belakangan semakin kuat keinginannya untuk turun dari tahta dan menyerahkan kursi kerajaan pada Pangeran Zeal sebagai Putra Mahkota. Namun sebelum melakukan itu, ada tugas berat keluarga kerajaan yang harus diselesaikan lebih dulu. Yaitu menikahkan Pangeran dengan seorang gadis yang ditakdirkan dan diramalkan sebagai cinta sejati. 18 tahun silam saat mendiang Raja masih hidup, hari ketika akhirnya seorang Pangeran sebagai pewaris kerajaan terlahir. Pendeta istana yang dipercaya oleh keluarga kerajaan meramalkan bahwa usia Putra Mahkota tidak akan berumur panjang melebihi 20 tahun. Ramalan ini menjadi rahasia terdalam keluarga kerajaan dan hanya segelintir orang mengetahui.
Pertemuan dihadiri oleh keluarga Raja, tetua kerajaan, kerabat dan penasehat kerjaan. Karena alasan kondisi kesehatan Ratu Agung yang tidak mampu meninggalkan pembaringannya, pertemuan ini tanpa dihadiri beliau. Namun pertemuan itu tanpa dihadiri oleh Pangeran sendiri. Selama ini Pangeran memang tidak pernah menghadiri pertemuan resmi kerajaan meski di dalam istana. Pangeran Zeal belum sepenuhnya terjun ke politik pemerintahan atau pun diangkat dengan jabatan spesifik di struktural sistem kerajaan. Berbeda dengan saudari-saudarinya para Putri yang pasti mengisi posisi tertentu di kerajaan Zerestria. Seperti Putri Sarah, meski telah menikah tetap tinggal di dalam istana karena menduduki posisi sebagai kepala rumah tangga kerajaan, bertanggung jawab pada urusan internal istana. Posisi itu semula dipegang oleh Ibunda, setelah kesehatan Ibu Suri semakin menurun Putri Sarah mengambil alih semua tugas dan pekerjaan Ibunda. Dan Putri Eleanor, menjabat sebagai kepala konstitusi kerajaan. Semua yang berkaitan dengan hukum dan peraturan istana ada di bawah wewenang tanggung jawabnya.
Ratu membuka pertemuan. “Seperti yang telah kalian ketahui, kita semua bertemu di sini berkaitan dengan hari kelahiran Putra Mahkota yang semakin dekat.”
Baru saja Ratu menyampaikan sepatah kata, hadirin sekalian yang berada di ruangan membuat kehebohan. Alasan itu disebabkan oleh kata-kata Ratu yang menyebutkan perihal hari kelahiran Putra Mahkota. Mereka semua yang berada di dalam ruang pertemuan adalah mereka yang memegang rahasia kelahiran Pangeran Zeal 18 tahun silam.
“Yang Mulia Ratu maksudkan, itu artinya...” Seorang abdi setia keluarga kerajaan tidak kuasa menyelesaikan kalimatnya karena terasa getir dan kelu.
“Benar.” Jawab Ratu, memberi kepastian bahwa apa pun yang ada dibenak setiap kepala adalah jawabannya. Sejenak keheningan hadir, kemudian Ratu melanjutkan ucapannya.
“Pernikahan Putra Mahkota, sudah saatnya kita membuat rencana dan mengambil keputusan.” Penggunaan kata kita yang Ratu maksudkan adalah termasuk di dalamnya keluarga Raja, kerabat, penasehat kerajaan dan tetua kerajaan ikut andil pada setiap proses dan pengambilan keputusan akhir.
“Apa kerajaan menginginkan kriteria khusus dalam mencari calon pasangan Putra Mahkota?” Tanya seorang anggota kerabat kerajaan.
“Kriteria? Cukup satu hal, cinta sejati.”
Semua mata terperanga bingung mendengar penjelasan Ratu yang cakupannya terlalu luas dan bias. Cinta adalah sesuatu yang abstrak, dan bagaimana mereka bisa mengetahui atau mengukur ketelusan hati seseorang yang tak nampak. Kalimat yang disampaikan Ratu juga bisa diartikan secara umum bahwa siapa pun dapat mengajukan diri menjadi kandidat tanpa memandang garis keturunan, status sosial, latar belakang pendidikan, kondisi ekonomi dan sebagainya.
“Bila kalian memiliki seseorang yang ingin diajukan, sekretaris kerajaan akan mendata dan memasukkannya sebagai kandidat mengikuti seleksi.” Sambung Ratu mengakhiri penjelasannya.
“Yang Mulia Ratu-ku, izinkan hamba mengemukakan saran perihal ini bila Anda berkenan.” Lagi suara datang dari seorang abdi istana.
Ratu memerintahkan singat,“Katakan.”
Abdi kerajaan yang menjabat sebagai penasehat menurunkan pandangan mata ketika menyampaikan masukannya. “Mengingat waktu yang semakin dekat, bagaimana jika kerajaan membuat sayembara mencari calon pasangan Putra Mahkota. Dengan mengabarkan berita ini ke seluruh pelosok negeri, maka akan semakin banyak kandidat yang bisa kita dapatkan untuk mengikuti seleksi.”
“Sayembara...” Hampir setiap mulut melafalkan kata itu dengan berbagai macam nada suara berbeda.
“Ada di antara kalian yang juga ingin menyampaikan hal lain?” Tanya Ratu menantikan keberanian lain yang muncul rapat itu.
Keheningan mengisi suasana pertemuan, Ratu menunggu peran aktif mereka yang hadir di sana. Apa gunanya pertemuan ini bila semua hal pada akhirnya tetap Ratu juga seorang yang mencari penyelesaian. Ratu Ethel ingin mendengar pendapat semua pihak karena ini menyangkut urusan negeri bukan hanya keluarga kerajaan.
Memecah jeda keheningan di ruang pertemuan, penjaga di depan pintu mengabarkan kedatangan Pangeran Zeal di sana. “Putra Mahkota telah tiba! Memohon bertemu dengan Yang Mulia Ratu.” Pangeran Zeal tahu saat ini Ratu tengah menghadiri rapat penting, karena tahu jelas akan hal itu ia sengaja meminta izin untuk dipersilahkan masuk ke dalam bertemu Ratu.
Belum terdengar jawaban dari dalam. Mengingat sifat tak sabar Pangeran biasanya ia akan tetap menerobos masuk, tetapi karena orang-orang yang hadir di dalam ruang pertemuan kali ini Pangeran Zeal menahan diri.
“Minta Pangeran kembali dan datang menemuiku di waktu lain.” Sumber suara dari dalam yang dikenali sebagai suara milik Ratu.
Pangeran Zeal memberi isyarat pada penjaga pintu agar masuk ke dalam menyampaikan pesannya pada mereka semua di dalam untuk mendengar maksud dari kedatangannya di sana. “Maaf atas kelancangan hamba Yang Mulia! Putra Mahkota meminta hamba untuk menyampaikan pesannya...”
“Pesan?”
“Ya benar, Yang Mulia... Kedatangan Putra Mahkota ingin bertemu dan bicara dengan Yang Mulia Ratu, berkaitan rencana pernikahannya.”
Semua mata hadirin di dalam ruangan yang semula menatap penjaga berbalik tertuju pada Ratu Ethel seolah menuntut penjelasan. Siapa dan dari mana Pangeran tahu perihal rencana pernihakannya yang baru saja menjadi pembahasaan di pertemuan ini. Bila Ratu sendiri yang telah memberi tahu Pangeran, lantas permasalahannya kemudian seberapa banyak yang Pangeran ketahui terkait hal ini.
Tidak ada waktu untuk menjelaskan, dan Bagi Ratu pun tidak ada kewajiban menerangkan pada hadirin rapat atas setiap tindakan yang diambilnya. “Biarkan Pangeran masuk.”
Sekali lagi anggota pertemuan yang hadir dibuat bingung dengan perkembangan situasi yang terjadi. Pangeran Zeal memberi hormat pada Ratu, juga semua hadirin yang berada di ruangan itu.
Wajah terangkat, pandangan mata menatap lurus percaya diri. Pangeran Zeal menjelaskan maksud kedatangannya. “Semoga permohonan saya bertemu dengan Yang Mulia Ratu ini tidak dianggap lancang, itu karena ketidaksabaran saya menunggu hingga Ratu selesai menghadiri pertemuan. Dan juga merasa mendesak harus menyampaikan maksud hati saya kepada Ratu secepatnya.”
“Apa itu?” Tanya Ratu.
“Dari sekian anggota yang hadir di pertemuan ini, saya merasa memiliki andil untuk terlibat dalam pengambilan keputusan kali ini melebihi siapa pun. Yang Mulia dan seluruh anggota dewan yang terhormat, izinkan saya untuk menyampaikan pendapat singkat saja.”
Semua orang beradu pandang bingung namun tetap diam, tenang menjaga sikap. Tidak ada seorang pun yang berani menyela dialog antara Putra Mahkota dan Ratu Ethel. Putri Irene dan Putri Racheal yang ketika itu, pada pembicaraan Ratu dan Pangeran sebelumnya ada bersama mereka. Entah mengapa sudah merasa hal ini akan terjadi bila Pangeran tahu lebih dulu sebelum keputusan resmi dikeluarkan kerajaan. Seharusnya rencana awal adalah kabar ini akan disampaikan pada Pangeran bila kandidat calon pasangan Putra Mahkota telah terpilih.
Pangeran Zeal menegakkan badan, memusatkan kepercayaan dirinya pada setiap kata yang terucap. “Saya sebagai Putra Mahkota ingin meminta hak untuk memilih sendiri calon pasangan saya, Yang Mulia.” Apa yang Pangeran katakan sama artinya dengan meminta kerajaan untuk melibatkan dirinya pada proses rencana pernikahan Putra Mahkota.
***chapter 10-Fin