5. Zeal G. Halstenson, Crown Prince of Zerestria Kingdom

1099 Words
Nafas Zeal sejujurnya sesak didekap oleh kedua saudarinya secara bersamaan, tapi Pangeran tidak kuasa menolak bentuk ekspresi luapan rasa rindu dan kecintaan para Putri pada dirinya itu. Ya Pangeran Zeal sejak kecil terbiasa dengan perlakuan semacam ini. Bahkan bisa dikatakan semua Putri Raja terlalu memanjakan dan overprotektif pada semua hal yang berkaitan dengan Pangeran. Putri Irene melepas lebih dulu pelukannya, menyadari satu perubahan. “Zeal, kau bertambah tinggi lagi?” “Juga bertambah tampan.” Puji Putri Racheal mengamati setiap detail wajah adiknya, menatap lekat senyuman yang selalu terbayang itu kala berada jauh. Ratu Ethel bicara mewakili kata hati Pangeran. “Irene, tentu saja Zeal bertambah tinggi karena masih dalam proses pertumbuhan. Dan akan semakin tinggi melebihi dirimu.” “Tidaaak, jangan lakukan itu Zeal... Tetaplah selalu kecil selamanya, jangan cepat tumbuh menjadi dewasa...” Rengek manja Putri Racheal kembali memeluk Pangeran Zeal. Tiba-tiba ia merasa kesepian menyadari waktu tak pernah berhenti atau pun bersedia menunggu, terus berlalu tanpa memperdulikan apa-pun. Juga ada alasan kuat lain mengapa para Putri dan keluarga kerajaan ingin mengingkari waktu bila mereka mampu, sayangnya hanya waktu yang tidak pernah berkhianat selalu memenuhi janjinya. “Kalian berdua biarkan Zeal duduk. Jangan membuat Zeal salah tingkah dengan perilaku kalian yang perlu segera dirubah itu.” Ucap Ratu menenangkan saudari-saudarinya. “Apa? Kenapa salah tingkah?” Protes Putri Racheal. “Karena Zeal bukan lagi bocah kecil yang selalu kalian simpan dalam memori, bukan begitu Zeal?” Meski Pangeran tidak mengatakannya Ratu dapat membaca bahwa di usianya sekarang, masih diperlakukan layaknya adik kecil umur 10 tahun seperti itu. Tentu saja Pangeran Zeal menyayangkan di dalam hati, karena ambisi terpendam Pangeran Zeal ingin membuktikan bahwa ia juga mampu dan kompeten sebagai pewaris tahta kerajaan Zerestria. Sekarang sudah saatnya para Putri merubah sikap dalam memperlakukan Pangeran dengan sisi pandang baru, pria muda yang tengah beranjak dewasa. “Selama Kakak semua merasa bahagia, itu menjadi kebahagiaanku juga. Akan tetapi bila Kakak sekalian bisa melihatku sebagai pribadi yang baru, itu berarti kerja kerasku menunjukkan pencapaian.” Dan hasilnya Pangeran Zeal masih gagal menunjukkan perubahannya sebagai pribadi baru yang dapat diandalkan. “Masih terlalu dini menilai dirimu Zeal, ada banyak kesempatan untuk menunjukkan pada kami.” Melihat ekspresi Pangeran berubah murung dan juga pemilihan kata yang digunakannya, Ratu tahu betapa bertekadnya Pangeran ingin membuktikan diri. Putri Racheal dan Putri Irene saling bertukar pandang mencoba memahami situasi. Di sisi lain merasa iri karena Ratu terlihat begitu memahami Pangeran. Apa karena alasan masa pertumbuhan juga, perasaan hati Pangeran Zeal mudah berubah suasana dan lebih sensitif. “Kalian duduklah di sini, jangan hanya berdiri di sana.” Suasana tiba-tiba menjadi suram. Ratu tidak ingin Pangeran terbebani dengan hal ini. “Ada yang ingin aku sampaikan juga padamu Zeal.” Pangeran dan Putri memenuhi panggilan Ratu, kembali duduk dan menunggu Ratu menyampaikan maksud dari ucapannya tadi. “Zeal, yang ingin aku bicarakan adalah tentang rencana pernikahanmu.” Lebih dari rasa terkejut Pangeran, Putri Racheal dan Putri Irene yang bereaksi sangat kentara. “Kakak―” Putri Racheal menghentikan Putri Irene yang bermaksud memotong ucapan Ratu. Genggaman erat Putri Racheal di tangannya terasa kuat juga sedikit bergetar menunjukkan Putri Racheal pun mengerahkan segenap kemampuan menahan kehendak dirinya sendiri. Sementara Pangeran Zeal tetap tenang menjaga sikap, ia juga merasa Ratu belum mengakhiri pembicaraan berkaitan dirinya. Saat ini seluruh perhatianya terfokus menunggu Ratu menyelesaikan penyampaiannya. Ratu tak ragu melanjutkan pembicaraan itu. “Pada pertemuan keluarga kerajaan besok malam, aku akan mengangkat topik ini dan kami akan memutuskan segera. Sekarang, aku ingin mendengar bagaimana pendapatmu.” “Sebelum itu aku sangat menyayangkan Anda memilih tempat dan waktu di saat ini. Putri Racheal dan Putri Irene baru saja kembali, aku melihat betapa terkejutnya Kakak sekalian saat Ratu bicara tentang ini.” Terang Pangeran Zeal cukup berani. “Aku juga berharap andai Ratu bicara denganku mengenai hal ini saat empat mata saja, aku pasti akan lebih menghargainya karena ini menyangkut diriku.” “Begitu...” Ratu tersenyum bangga merasa terkesan karena Pangeran tidak ragu mengkritiknya secara langsung. Itu menandakan peribadi Pangeran cukup berani mengungkapkan pandangan yang ia yakini benar. Dan menyatakan salah bila memang hal itu salah. Pangeran sudah bisa berprinsip dalam memandang dan memutuskan sesuatu. “Tapi sayangnya tidak ada yang perlu dirahasiakan Zeal, karena itu aku bicara padamu tanpa meminta Irene dan Racheal pergi.” Pangeran Zeal menatap kedua kakaknya yang sejak tadi diam. Pancaran mata Putri Racheal dan Putri Irene cukup membuat Pangeran mengerti bahwa ia tidak bisa menghindari situasi ini. “Memenuhi keinginan Ratu tadi, pendapatku sendiri... Sejujurnya aku tidak mengerti mengapa Ratu atau keluarga kerjaan mendesak pernikahanku dilakukan secepat ini dan terkesan diburu-buru. Apakah ada alasan khusus?” “Mengenai itu...” Ratu tidak bisa langsung menjawab, mencari alasan pun tidak ada pilihan kata yang dapat memuaskan rasa penasaran Pangeran untuk hal ini. “Sebenarnya hal ini sudah menjadi pembicaraan sejak lama Zeal. Aku tidak tahu bila kau akan menganggapnya terkesan diburu-buru.” Dari penilaian dan pandangan Pangeran Zeal, mengingat beberapa dari Putri kerjaan masih melajang dan Ratu sendiri belum menikah. Bukankah akan lebih masuk akal keluarga kerajaan merencanakan pernikahan para Putri dan akan mudah diterima semua pihak bila kakak-kakanya lebih dulu memiliki pasangan. Mereka lebih membutuhkan pernikahan segera dari pada Pangeran Zeal yang baru saja akan menginjak usia 18 tahun. “Jadi Ibunda juga sudah menyetujuinya?” Tanya Zeal. “Benar. Apa ini membuatmu kecewa?” Ratu takut Pangeran merasa sendiri dan tidak ada seorang pun yang berpihak padanya. “Satu hal lagi yang ingin kuketahui.” Pangeran Zeal menjawab pertanyaan dengan pertanyaan. Dalam hal menyembunyikan isi hati, Pangeran cukup handal melakukannya dengan memasang topeng poker face. “Kakak sekalian dan keluarga kerajaan sepakat tidak ada yang menentang rencana ini?” “Zeal...” Lirih Putri Irene. Putri Racheal memberi isyarat agar mereka berdua tetap diam, menutup mulut rapat. Menyerahkan sepenuhnya tugas dalam penyampaian kabar ini kepada Pangeran Zeal oleh Ratu Ethel. “Itu benar, kami sepakat dan satu suara pada rencana ini. Karena itu pertemuan besok bukan tentang apakah kau sudah cukup siap menikah atau belum. Tapi untuk memilih calon pasanganmu. Setuju atau tidak rencana pernikahanmu akan tetap berjalan.” Ratu menunjukkan ketegasannya kali ini pada setiap kata yang terucap. Ini untuk pertama kalinya Pangeran Zeal mendengar keluarga kerajaan bersepakat menyangkut masa depannya. Bukan perihal penerus tahta kerajaan yang selama ini selalu ia dengar dan persiapkan dengan belajar keras setiap harinya. Melainkan tentang pasangan dan pernikahan Putra Mahkota. Tetapi bagaimana bisa Pangeran Zeal sendiri yang akan menjalani malah tidak memiliki hak atau pun kesempatan turut mengambil bagian. Ratu secara tegas mengatakan bahwa meski Pengeran Zeal menolak keputusan mayoritas, pernikahannya akan tetap berjalan sesuai rencana. ***chapter 5-Fin
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD