Flashback

2360 Words
Aromamu yang khas membuat pikiranku kacau. Pikiran kotor ingin mencumbumu, menyentuhmu, dan tidur denganmu. Aku bahkan sengaja membuat PR untuk kamu kerjakan di rumah, karena aku tidak ingin kau memiliki waktu intim bersama suamimu di rumah. Ah. Nadira. Kau membuatku gila dan hilang akal.  Saat pertama kali bertemu di jalan aku sudah jatuh cinta padamu Nadira. *** Author P.O.V Tut.. tut..tut...tut.. seorang wanita tengah gusar menanti jawaban telepon dari sang pemilik nomor. Wanita yang sedari tadi berdiri menghadap kaca westafel kamar mandi nampak mengerutkan dahinya. Tut...tut.. tut...tutt.. “Aduh ayok angkat dong mas”. Ucap wanita itu sambil memijat dahinya yang sedikit pusing. Tut.. tut.. (Hallo sayang, Maaf mas tadi ada meeting dengan atasan, jadi handphone mas di silent. Kamu ada apa nelfon berkali-kali?) Ucap sumber suara diseberang telepon. “Mas Fahmi, aku mau minta ijin hari ini pulang terlambat, karena aku harus menemani atasanku perjalanan dinas ke luar kota”. Jawab wanita itu yang tak lain adalah istrinya Nadira. (kenapa dadakan sayang, dan kamu hanya berdua saja apa ada orang lain? Tempatnya dimana?) Tanya lelaki itu yang tak lain suaminya Fahmi dengan perasaan khawatir. “Aku tidak tahu mas kenapa dadakan, mungkin penting. Tempatnya di Bandung mas, dan aku bertiga kok mas. Aku, atasanku, dan supir tentunya”. Jelas wanita berparas cantik itu dengan perasaan khawatir, takut-takut suaminya akan marah dan tidak memperbolehkannya ikut dinas keluar kota. Meskipun dia sadar, selama menikah suaminya tidak pernah melarang apapun dan tidak pernah marah akan apapun yang dilakukan istrinya. Asalkan hal itu masih taraf wajar dan tidak membebani istrinya. Tetapi ini lain cerita, karena pertamakalinya istrinya keluar dengan oranglain, terlebih itu laki-laki. (Baiklah sayang aku mengijinkan, asal dengan syarat kamu harus jaga diri, selalu hubungi aku jika sudah sampai). Wanita itu mengangguk mantap mendengar tittah sang suami. (Satu lagi, jangan lupa makan. Ingat, kamu punya magg, telat makan sedikit saja sudah kambuh) “Iya mas iya, makasih ya mas sudah mengijinkanku. Ya sudah aku mau siap-siap dulu, mas jangan lupa makan juga. Semangat kerjanya mas”. Jawab wanita itu dengan perasaan lega, karena ternyata suaminya mengijinkan dan tidak marah. Beberapa saat kemudian percakapan telepon diantara mereka selesai, dan diakhiri kata-kata manis dari pasangan suami istri itu. Terlihat ada rasa lega dari wajah wanita cantik itu saat keluar dari kamar mandi, bukan lega karena telah mengeluarkan panggilan alamnya, akan tetapi lega karena percakapan dirinya dengan sang suami melalui sambung telepon tadi. Wanita itu mulai berjalan ke ruangannya masih dengan gerakan satu tangan memijat pelipisnya karena pusing. *** Nadira P.O.V “Lega rasanya saat mas Fahmi memperbolehkanku dinas keluar kota. Aku beruntung menikah dengannya, dia baik dan tidak pernah marah. Tutur kata dan sikapnya juga sangat lembut padaku, tidak seperti seseorang”. Batinku kesal saat tiba-tiba mengingat perlakuan atasannya yang angkuh dan menyebalkan itu. Aku kembali menuju ruanganku dan melihat bu Fransiska lari dengan wajah cemas ke arahku. Sejujurnya aku belum terbiasa memanggilnya mbak. Menurutku panggilan itu terlalu santai untuk digunakan di kantor, tapi ya mau bagaimana lagi, daripada aku harus memanggil namanya saja yang membuatku risih dan tidak enak hati, terlebih aku masih karyawan baru disini. “Aduh Nad, kamu dari mana saja? aku cemas mencari kamu dari tadi”. Ucap bu Fransiska terengah-engah saat sampai di depanku. “Aku barusan dari kamar mandi, mbak siska kenapa? Ada apa?” tanyaku heran. “Pak Reyhan, marah-marah daritadi karena kamu tidak ada, dia mondar-mandir ke ruangamu memastikan kamu sudah di ruangan atau tidak. Sudah seperti anak ayam bingung mencari induknya saja”. “Dia buru-buru menuju parkiran setelah mendapat telepon dari klien yang akan ditemui hari ini. Kamu cepat susul sana, dia baru saja pergi menuju parkiran bawah”. Sambungnya lagi setelah mensterilkan nafasnya yang terengah -engah. “Aduh gimana ini, pasti dia marah besar padaku. Ya sudah mbak makasih ya informasinya”. Ucapku cepat. Aku langsung melesat ke arah tempat kerjaku mengambil tas, dan berlari sekuat tenaga ke parkiran. Dalam hati aku berdo’a semoga saja dia tidak marah. Aku berlari tidak memperdulikan kakiku yang sakit karena memakai sepatu pantofel 7 cm, aku hanya ingin cepat sampai di parkiran. Sesaat kemudian aku telah sampai di parkiran khusus para petinggi. Aku melihat mobil sport mahal miliknya tengah terparkir dengan mesin yang menyala, seakan sudah siap untuk berangkat. Aku mengetuk kaca mobil itu dengan hati - hati, sambil menarik nafas dalam - dalam mensterilkan nafasku yang tak beraturan karena berlari. Kaca mobil itu sedikit turun, dan kulihat wajah marah pak Reyhan karenaku. “MASUK!” Perintahnya menakutkan. Sumpah, aku takut sekali melihat wajahnya yang ingin menerkam mangsanya. Aku membuka pintu mobil dengan perasaan takut tak menentu. “Maaf pak Reyhan, saya tadi masih di..” “Sudah jangan banyak bicara. Pakai sabuk pengamanmu”. Potongnya langsung dengan wajah marahnya. Aku hanya menganggukkan kepalaku tanda menurut tanpa berbicara lagi. Daripada aku kenak semprot, lebih baik aku diam. Batinku menenangkan diri. Hening... Suana diam mencekam itulah yang aku rasakan selama diperjalanan. Si jalangkung ini benar - benar marah padaku hingga diam seribu bahasa seperti ini. Aku tidak berani bersuara, bahkan aku hati – hati mengambil nafas takut terdengar, dan membuat si jalangkung ini semakin marah nantinya. Aku membuka sepatuku dengan pelan, dan memijat kakiku secara bergantian karena sakit. “Aduh bengkak.. gimana nanti aku jalannya, semoga masih bisa kutahan. Ya Tuhan, ini kepala kenapa lagi, dari tadi sakit sekali rasanya, pusing dan pening. Apa karena akhir-akhir ini aku kurang tidur ya.. dan iya, ini kenapa dia nyetir sendiri? mana supir yang biasa mengantarnya ke kantor?”. Batinku bertanya-tanya. Pikiranku sedang kacau tadi hingga aku tidak sadar saat masuk mobil tidak ada supir, dan yang mau bertanya sungkan karena dia masih marah padaku. Huufttt... aku tidak sadar membuang nafas kasar. Hingga membuat pak Reyhan menoleh ke arahku, yang saat ini duduk di kursi pengemudi. *** Reyhan P.O.V Aku sangat kesal mengingat tadi menunggu Nadira lama sekali. Entah dia pergi kemana membuatku khawatir. Sebelum ini aku tidak pernah merasakan seperti ini kepada wanita. Bagiku mereka semua sama saja, pembuat rusuh kehidupan pria. Entah yang rengekan mereka jika kemauannya tidak dituruti, atau kode-kodeannya jika sudah marah yang membuat kita para pria bingung untuk memahaminya. Mantan tunanganku dulu sudah cukup membuatku paham dengan tentang sifat wanita. Jika bukan karena papa dan mama yang menjodohkanku, ogah sekali aku bertunangan dengan wanita cerewet seperti dia. Tapi beruntunglah saat aku tahu dia selingkuh, aku langsung menyuruh bodyguardku untuk mengumpulkan bukti sebanyak-banyaknya. Benar saja caraku berhasil membuat kedua orangtuaku memutuskan pertunangan kita setelah aku menyerahkan bukti – bukti perselingkuhan mantan tunanganku dulu. Aku bahagia karena memang dari awal aku tidak pernah mencintainya. Tapi ini berbeda dengan Nadira, saat aku pertamakali melihatnya di jalan, aku sudah jatuh cinta padanya. Bisa dikatakan cinta pada pandangan pertama.       *Flashback On* 2 minggu yang lalu Reyhan P.O.V Padatnya jalan di pagi hari seperti semut yang bergilir menunggu jatah makanan. Budaya macet yang sudah melagenda di kota Jakarta, sama sekali tidak mengherankan bagi para penduduknya. Tak terkecuali aku yang sudah paham betul dengan kota ini. Ya kota masa kecilku saat sebelum aku dipindah sekolahkan ke London, tempat kakek dan nenekku berada. Mamaku asli Jakarta, sedangkan papaku lahir dan besar di London. Mama dan papaku dulu kuliah di Oxford University, mereka bertemu disana, papaku jatuh cinta pada paras cantik mama, yang menurutnya dulu wajah mama sangat lugu dan imut. Papa jatuh cinta pertamakali dalam hidupnya dan memutuskan untuk mengerjar cintanya. Ya mama adalah sosok wanita itu, dengan berulangkali mendapat penolakan dari mama, papa tetap tidak gentar, sampai segala cara dilakukan hingga mama akhirnya luluh dan menerima lamarannya. Setelah lulus mereka akhirnya menikah, dan mama memilih mengikuti papa ke London. Selang 2 tahun pernikahan mereka barulah aku lahir. Mama mendapat kabar bahwa ayah mama sakit, dan harus dilakukan operasi karena jantungnya. Akhirnya dengan kondisi mama yang baru melahirkan aku, mama merengek sambil terus menangis agar diperbolehkan pulang ke Indonesia. Papa akhirnya setuju karena kasian pada mama dengan syarat kita sekeluarga ikut. Kondisi eyang kakung , ayahnya mama saat itu sungguh memprihatinkan, hingga membuat papa tergerak hatinya untuk stay di Jakarta, sampai aku sekolah. Perlu diketahui, kantor pusat HM Group berada di London, dan dulu perusahaan papaku sempat mengalami kolaps akibat ulah saingan bisnis papa yang menggunakan cara licik untuk menjatuhkan bisnis papa. Saat itu papa sedang tahap pembangunan anak cabang perusahaan di Jakarta. Setelah cabang HM Group selesai, akhirnya kita sekeluarga pindah lagi ke London karena perusahaan disana membutuhkan papa, aku pindah saat kelas 5 SD. Anak cabang perusahaan papa di Jakarta dipindah tangankan sementara kepada adik ipar papa, yaitu adik kandung mama. HM Group diambil dari nama inisial keluarga papa yaitu Hadi Mahendra. Aku kembali ke Jakarta saat aku telah lulus kuliahku di London, untuk melanjutkan cabang perusahaan di Jakarta. Aku kembali tanpa mama dan papa. Aku beruntung tidak perlu dari bawah untuk bekerja, karena papa lansung memberika CEO kepadaku, tentunya dulu tidak sebesar sekarang. Setelah perusahaan dipindah tangankan kepadaku, di bawah kepemimpinanku cabang perusahaan di Jakarta semakin maju dan besar hingga menjadi perusahaan advertising nomor 1 paling besar di Jakarta. ---- Aku melihat layar laptopku hanya untuk mengalihkan kekesalanku karena macet yang tak berkesudahan. “Padahal ini weekend tapi kenapa masih saja banyak pengendara di jalan. Apa mereka tidak libur di rumah, apa mereka tidak capek. Sama sepertiku yang masih tetap kerja karena lembur. Huh...” Teriak batinku kesal. Aku melihat ke arah luar saat mobil berhenti lagi karena lampu merah. Lampu merah di Jakarta lama dan itu menyebalkan. Aku melihat keluar, tepat disamping mobilku aku melihat wanita yang sedang bersama laki-laki diatas sepeda motor juga sedang menunggu lampu merah. Wanita itu seperti kesulitan dengan helmnya, aku tidak bisa melihat jelas wajahnya karena tertutup kaca helm hitam. Dia sedang berusaha membuka sabuk helm yang sedari tadi tidak juga lepas, dia seperti memaksa tanpa enggan meminta pertolongan lelaki di depannya. Sesaat kemudian helm itu terlepas dari kepalanya. Aku melihatnya tersenyum lega, sungguh sangat manis dan cantik. Aku melihat dia berbisik pelan kepada lelaki di depannya, seraya memberikan anggukan yang entah aku tidak mendengar. Wanita itu turun dari sepeda motornya dan sungguh mengejutkan. Dia pergi ke arah depan lampu merah dan menolong nenek tua yang ingin menyeberang karena takut melihat banyaknya kendaraan lalu-lalang, banyak orang yang melihat ke arah mereka. Wanita itu berjalan pelan sambil memegang tangan nenek tadi, dan tangan kananya ia rentangkan ke arah kendaraan yang menunggu di lampu merah. Wanita itu sambil tersenyum dengan tulusnya. “Cantik sekali”. Batinku seketika. Entah kesambet setan apa, hatiku berdegup kencang melihat wania itu. Ini pertamakali aku merasakan hal seperti ini. Aku menatap lurus ke arahnya. Parasnya yang elok nan rupawan, badan yang mungil, rambut hitam bergelombang panjang sebahu, body yang lumayan sexy, serta bibirnya yang merah muda itu, senyuman maut yang mampu membuatku terpesona. Sungguh dia sangat cantik. --- Dari hari itu aku tidak berhenti memikirkannya, aku tidak tahu siapa dia dan membuatku penasaran akan sosok paras cantik itu. Aku selalu memikirkan senyumannya, bibirnya yang tipis dan kecil, ah..sangat manis. Aku berharap jika aku bisa bertemu dengannya lagi, dan jika itu terjadi maka itu adalah takdir yang harus aku kejar sampai dapat. Aku ingin memiliki dia seutuhnya. --- 10 hari yang lalu Hari sudah mulai sore, aku memilih pulang sebelum jam kantor selesai. Aku lelah sekali hari ini. Saking sibuknya aku sampai lupa makan siang. Aku berjalan ke depan perusahan dengan langkah lesu, aku tidak peduli dengan padangan orang lain yang melihatku sedikit berantakan, aku ingin segera sampai di rumah dan beristirahat. Aku menyuruh supirku untuk menunggu di depan. Saat aku hampir tiba diluar, aku melihat satpam tengah berbicara dengan seorang wanita. Tadinya aku tidak peduli, aku melihat sekali lagi ke arah mereka dan betapa terkejutnya aku ketika wanita itu adalah sosok wanita yang sama 2 minggu yang lalu, hingga membuatku tak bisa tidur nyenyak. Aku langsung berlari ke arah mereka namun aku terlambat, wanita itu sudah lebih dulu pulang menggunakan ojek online. Aku langsung merebut berkas yang tadi wanita itu berikan ke satpam. Senyum kebahagian terukir seketika dari bibirku saat aku lihat lembar lamaran kerja dari wanita itu. Aku melihat foto dan namanya terpampang jelas disurat lamarannya. “NADIRA MAYA YATFAR. Takdir telah mempertemukan kita. Bersiaplah, kau akan menjadi milikku”. Batinku dengan penuh kemenangan.   *Flashback On*   Nadira P.O.V Ehemm.. keheningan membuatku tersadar bahwa keadaan ini tidak nyaman, aku berdehem pelan dan memberanikan diri membuka percakapan agar suasana mencair. “Pak Reyhan, maaf jika saya lancang, bolehkah saya bertanya?” kataku seraya memecah keheningan. “Boleh, ada apa?” sambung pak Reyhan seketika menoleh singkat ke arahku. “Maaf pak, apakah tujuan bapak masih lama untuk sampai? Tanyaku ragu. “tidak juga, sekitar 30menit lagi kita sampai”. Jawab pak Reyhan dengan wajahnya yang mulai datar, sambil menoleh ke arahku. Aku bernafas lega tidak akan lama lagi sampai. Setelah sampai aku ingin meminta ijin ke toilet untuk menata diriku, memijat kakiku dengan leluasa, dan membasuh wajahku agar segar kembali karena dari tadi pusingnya tidak hilang-hilang. Dari tadi di jalan aku melihat tidak ada satupun apotik, sekalinya ada satu pak Reyhan malah ngebut, aku jadi takut untuk meminta berhenti mengingat tadi dia masih marah. Aku berharap di tempat pak Reyhan tuju, semoga ada toko atau warung yang menjual obat sakit kepala, karena katanya kita akan ke tempat yang jauh dari kota Bandung. Pak Reyhan akan ke desa, untuk bertemu dengan petani kopi, dan pemilik kebun nangka. Itulah yang aku baca tadi saat bu Fransiska mengirim jadwal kegiatan pak Reyhan hari ini kepadaku. Dia sungguh baik, mengirim jadwal dan memberikan penjelasan panjang lebar melalui chat, tentang apa yang harus aku lakukan saat pak Reyhan bertemu klien nanti sehingga aku tidak bingung. “Nadira, kamu kenapa? Dari tadi aku perhatikan kamu memijat kaki dan kepalamu secara bergantian. Kamu sakit?” Ucap jalangkung itu tiba-tiba. Aku melihat pak Reyhan nampak khawatir melihat keadaanku sekarang, terbukti sedari tadi dia terus menoleh ke arahku sambil tetap mengemudi. “Saya tidak apa-apa pak, hanya kaki saya sedikit sakit karena memakai sepatu, nanti juga sembuh”. kataku menenangkan pak Reyhan yang terlihat khawatir melihatku. Jika melihat wajah khawatirnya sekarang, ternyata CEO angkuh ini memiliki hati yang baik juga. Setidaknya dia peduli pada karyawannya. Hemm. Sikap lembut sekarang, berbeda dari biasanya. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD