Hari Pertama Kerja

1803 Words
Aku keluar dari ruangan dengan penuh kemenangan. Wajah tersenyumku membuat karyawan lain melihatku tidak berhenti menatap. Aku tahu mereka sangat jarang melihatku tersenyum, bahkan mungkin tidak pernah, dan aku tidak peduli itu. Saat ini aku merasa puas. “Nadira Maya Yatfar. Kamu sangat cantik”. Batinku sambil tersenyum. *** Jam 19.05 Wib Di Rumah   Nadira P.O.V Aku tengah mempersiapkan makan malam untuk suamiku. Semua sudah tertata rapi di meja makan. Aku memanggil suamiku yang sedari tadi tengah duduk di ruang tengah sambil menonton tv. “Mas, makanan sudah siap. Ayok makan”. Ajakku sambil masih menata piring dan sendok di meja. “Ya sayang, i’m coming..” terdengar suara suamiku dari ruang tengah “Hemm.. baunya enak. Ini masakan apa sayang?” tanya suamiku antusias. “Ini seperti biasa capcay kangkung, ayam goreng, nah kalau ini perkedel mas. Aku lagi pengen makan ini sekarang”. Ucapku seraya menunjuk makanan yang ku maksud. Suamiku mengangguk pelan dan tersenyum. Kita makan ala kadarnya. Sederhana tapi suamiku tidak pernah mengeluh. Dia bahkan selalu memuji masakanku yang katanya tidak ada yang menandingi di restaurant manapun. Aku selalu tersentuh dengan perlakuannya yang baik padaku. Dia tidak pernah marah apalagi memukulku. Big No! Sekalipun tidak pernah. Hal itu yang membuatku beruntung memiliki dia. Disaat kakakku telah mendapat pekerjaan di luar negeri, dan menetap karena sudah berkeluarga disana. Aku beruntung mas Fahmi menjadi pengganti kakakku disini. “Mas, aku diterima kerja”. Ucapku memecah kesunyian. “Yang bener sayang? Alhamdulillah. Kamu hebat sayang. Aku tidak salah memilih istri”. Kata suamiku dengan wajah berbinar. “Tapi..” perkataanku terhenti seketika, mengingat kejadian tadi. “Tapi apa sayang?”tanya mas Fahmi penasaran. “Gini mas, tadi pagi sebelum berangkat kerja kan aku sudah bilang, jika diterima aku akan bekerja di devisi pemasaran, karena aku ingin sekali berada di devisi itu, hitung-hitung sambil aku belajar darisana. Tapi nyatanya aku malah diminta untuk jadi sekretaris pribadi CEO disana, sudah gitu mas tahu nggak, CEO itu aneh, galak, dan angkuh, aku jadi takut mas jika kerja sama dia” Ucapku cemas. “Hemm.. aneh gimana sayang?” tanya mas Fahmi penasaran. “Masak ya mas, saat sesi wawancara tiba-tiba dia datang, biasanya CEO tidak pernah ikut andil dalam perekrutan pegawai baru katanya. Sudah gitu mas, dia masuk ruangan pas ketika aku lagi diwawancara, alhasil dia yang mengambil alih wawancara. Pertanyaan dia aneh semua mas, mulai dari aku minta gaji berapa, sudah menikah atau belum, punya anak atau belum, aku cinta sama mas Fahmi apa tidak, hingga dia meminta pendapatku dia tampan atau tidak. Haduhh mas, dia benar-benar aneh pokoknya”. Kataku dengan sebal mengingat kejadian tadi.   “Hemm,, aneh sih, jika sampai menanyakan hal privasi. Tapi balik lagi, tidak semua atasan itu sama sayang. Mungkin dia memiliki cara lain dalam merekrut karyawannya. Bisa saja dia ingin memilih karyawan yang terbaik untuk dia. Positive thinking saja hmm”. Ucap suamiku sambil mengecup pucuk kepalaku. Aku mulai berfikir, apa mungkin iya seperti itu. “Jadi mas nggak keberatan jika aku bekerja disana sebagai sekretaris pribadi CEO?” tanyaku khawatir. “Jika dengan bekerja membuatmu bahagia, tidak masalah aku mendukungmu sayang”. Ucap suamiku dengan mantap. “Terimakasih ya mas, kamu baik sekali. Aku beruntung punya kamu”. Kataku sambil memeluknya. “Ya iya.. ayok selesaikan makanannya biar kita cepat istirahat. Besok kamu sudah mulai kerja. Jika terlalu malam tidur, nanti takut terlambat”. Perkataan mas Fahmi membuatku tersadar bahwa besok aku mulai kerja dan diwanti-wanti tidak boleh terlambat oleh HRD, katanya CEO itu tidak suka jika ada karyawan terlambat meski itu hanya 1 detik. Oh.. sungguh perfeksionis. Huhft.. aku buru-buru menghabiskan makan malamku agar cepat istirahat. *** 06.40 wib HM Group Advertising   Author P.O.V Seorang wanita berlari-lari kecil menuju lift. Dia beruntung masih bisa masuk dan tidak terlalu banyak orang seperti kemarin. Ada 4 lift di lobi kantor, satu lift di khususkan hanya untuk CEO saja. Benar-benar nyaman hidupnya. Selang tidak berapa lama lift itu berhenti di lantai 20, lantai paling atas tempat dimana ruangan CEO itu berada. Wanita berambut panjang sebahu bergelombang berjalan dengan tenang sambil melihat arah jam tangannya. Dia bernafas lega karena waktu masih menunjukkan 06.50 wib yang artinya dia tidak terlambat, karena jam kerja kantor dimulai pukul 07.00 wib. Seorang wanita tiba-tiba memanggilnya dari arah samping. “Ibu Nadira”. Wanita yang dipanggil sontak menoleh ke arah suara. “Iya? Kenapa? Ada apa?” tanya Nadira khawatir. “Saya Fransiska. Sekretaris pribadi pak Reyhan juga. Kamu baru disini kan? Kamu terlambat. Pak Reyhan menunggumu dari tadi. Cepat masuk ke ruangannya”. Ucap wanita bernama fransiska dengan cepat. Nadira masih berdiri di tempat, dia heran kenapa bisa ia dikatakan terlambat sementara belum pukul 07.00 wib. “Sudah jangan bengong, sana pergi. Sebelum pak Reyhan marah besar kepadamu. Kamu harus tau karyawan baru disini harus datang setengah jam sebelum waktu kerja dimulai”. Ucapan fransiska sontak membuat Nadira kaget, dan buru-buru masuk ke ruangan CEO dengan langkah besar. Tok.. tok.. tokk.. “MASUK!”Ucap suara khas bariton itu dari dalam ruangan. Nadira berjalan dengan rasa takut bercampur aduk. Takut-takut dia akan kena semprot di hari pertamanya masuk kerja. “Maaf pak, kata ibu Fransiska anda memanggil saya”. Wanita itu berbicara dengan gugup. Hening. Tiba-tiba lelaki tampan, dengan mata coklat keemasan itu menaruh berkas yang sedari tadi dibacanya. Laki-laki tampan yang tak lain CEO sekaligus pemilik perusahaan itu menghampiri wanita mungil itu yang dari tadi terpaku menatap ke bawah. “NADIRA MAYA YATFAR. Hari pertama masuk kerja sudah terlambat. Bagus sekali kamu sudah berulah di hari pertamamu. Apakah kamu sedang sibuk bercinta dengan suami tercintamu hah?” CEO itu bersungut-sungut memasang wajah tajam. Wanita itu mendongak tak percaya dengan apa yang dikatakan atasannya. “Maaf pak, saya tidak tahu jika karyawan baru harus datang setengah jam sebelum jam kantor dimulai, karena kemarin HRD hanya berpesan jika jam kantor dimulai pukul 07.00 wib, dan jangan sampai datang terlambat. Dan saya tidak sedang bercinta dengan suami saya tadi pagi. Bahkan jika benarpun, itu bukan urusan bapak”. Jelas Nadira kepada atasannya yang angkuh. Wanita itu merasa jengkel. Dia tidak terima jika sampai nama suaminya dibawa-bawa, apalagi masalah sepele seperti ini, yang menurutnya dia tidak salah karena dia tidak tahu peraturan di perusahaan ini sebelumnya. “BAGUS.. karyawan baru sudah mulai berani membantah perkataan saya. Sekarang kamu ambil tumpukan berkas ini dan rekap satu demi satu tanpa ada yang terlewatkan. Saya tunggu sampai jam 11 sebelum jam makan siangku”. Wanita itu melongo tidak percaya melihat betapa banyaknya berkas yang ada di atas meja atasannya itu. Dia menelan ludah kasar. “Tapi pak. Saya kan masih baru, saya masih tahap belajar. Tidak mungkin saya ngrekap berkas sebanyak itu”. Gusarnya khawatir. Wanita itu berusaha minta keringanan. “Saya tidak peduli. Ambil dan Enyah dari hadapanku. Jika tidak seselai kamu akan tanggung resikonya, ini adalah bentuk hukuman karena kamu sudah berani terlambat di kantor saya”. Ucap CEO itu dengan tegas seraya menunjukkan tangan ke wanita itu. “Tapi pak...” belum selesai ucapan wanita itu sudah dipotong “JANGAN MEMBANTAH, SAYA TIDAK SUKA DIBANTAH. PERGI DARI HADAPAN SAYA SEKARANG JUGA!!”. Titah CEO itu tak terbantahkan. Wanita itu mengambil dan membawa berkas dengan wajah penuh kesedihan. Dia marah dan sedih bercampur jadi satu. “Baik pak saya akan kerjakan”. Ucap wanita itu dengan patuh dan berlalu meninggalkan ruangan. Wanita itu membawa setumpuk kertas dengan kedua tanganya. Dia berjalan dengan sangat hati-hati, takut berkasnya jatuh menimpanya. Brukkk..... benar saja saat akan menuju ke tempat kerjanya wanita itu sudah tersungkur dengan berkas yang berserakan. “ibu Nadira. Kamu tidak apa-apa?”. Wanita bernama Fransiska itu tampak khawatir dan dengan sigap menolongnya. “Aku tidak apa-apa kok bu. Aku hanya kurang keseimbangan saja”. Kata wanita bernama Nadira itu dengan tangan yang masih di pijat-pijat karena sakit. “Ya ampun.. tanganmu sampai merah begini. Sini aku bantu bawa berkasnya”. Ucap Fransiska sambil memungut berkas yang berserakan di lantai. “Makasih ya bu sudah mau menolong saya”. Ucap Nadira setelah duduk di kursi kerjanya sendiri. “Tidak apa-apa, aku akan membantumu, karena ini masih hari pertama kerjamu. Kamu masih belum paham juga kan tentang apa saja yang harus kamu kerjakan”. Tekan Fransiska dengan penuh perhatian. Wanita itu mengangguk mantap setuju mengingat tangannya masih sakit. *** Nadira P.O.V Aku hanya dapat mengangguk saat bu Fransiska menawarkan bantuan, karena mengingat tanganku masih sedikit sakit akibat tersungkur tadi. Dia baik aku beruntung sekali punya partner kerja seperti dia. Aku kira aku akan sendirian. “Bu Fransiska..” Panggilku dengan pelan, saat dia tengah sibuk menyiapkan dokumen penting yang akan ditandatangani oleh atasan. “Ya bu, ada apa?” tanyanya saat menoleh ke arahku. “Bisakah ibu jangan memanggilku dengan sebutan ibu. Panggil saja Nadira. Aku tidak nyaman dengan panggilan ibu, terlebih aku junior disini”. Jelasku dengan hati-hati “Emm. Baiklah. Aku akan memanggilmu dengan nama saja, asalkan kamu juga memanggilku dengan sebutan nama juga Fransiska. Oke?” pintanya sambil tersenyum ke arahku “Tapi bu..” seketika ucapanku terpotong. “Tidak ada kata tapi, aku tidak suka dibantah. Turuti kemauanku, dan aku akan menuruti kemauanmu, oke?” Tegasnya tak terbantah. Aku heran, kenapa atasan dan sekretarisnya sama saja. Seenaknya memotong pembicaraan orang, dan to the poin ketika berbicara. Sudah gitu cara bicaranya sama tegasnya. Apa jangan-jangan semua karyawan disini memiliki sifat yang sama lagi. Haduh.. jadi ngeri. “Baiklah bu.. eh Fransiska jika itu maumu”. Aku segera meralat saat wanita itu menoleh sengit ke arahku. Sesaat dia tertawa mendengar perkataanku yang gelagapan. Aku hanya memandangnya dengan heran. “Maaf, aku tidak nyaman memanggil namamu saja. Maaf sekali lagi, bolehkah aku memanggilmu dengan sebutan mbak saja? agar terdengar lebih sopan”. Tanyaku dengan wajah memelas. Sejujurnya aku tidak nyaman jika orang yang pertamakali kutemui malah memanggil nama. “Emmm.. baiklah. Jika itu maumu tidak apa-apa, yang penting jangan ibu, karena aku masih muda belum terlalu tua”. Ucapnya dengan senyum terukir. “Oke mbak, terimakasih yaa, semoga kita menjadi teman yang baik”. Ucapku dengan sumringah. “Assyiapp. Yaudah Nad, aku mau ke ruangan pak Reyhan dulu. Oh ya lupa. Kamu yang sabar ya dengan perlakuan pak Reyhan ke kamu tadi. Dia memang seperti itu, apalagi karyawan baru, sudah tentu akan jadi bulan-bulanannya dia. Nanti lama-lama kamu akan terbiasa kok. Ini id card kamu aku lupa ngasih tadi”. Ucap mbak Fransiska panjang lebar. Sepertinya aku memang butuh dukungan agar bertahan disini. Apa benar dia seperti itu. CEO itu galak dan angkuhnya setengah mati. Apa bisa aku bersabar dengan tingkahnya yang angkuh dan perintahnya yang tak terbantah. Apa bisa aku bertahan disini?. Batinku sambil memandang Id card yang sudah tertera foto dan namaku.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD