Kebenaran Terungkap

1038 Words
11 "Dasar pembohong! Udah ketahuan juga masih ngeles aja!" pekik Aleea sambil menunjuk wajah Rian yang tampak pucat. "Kamu salah paham, Sayang. Denger dulu penjelasan Akang," pinta pria berpakaian rapi sembari memegangi pundak Aleea yang seketika ditepis oleh gadis itu. Adegan berikutnya membuatku tercengang. Tiba-tiba saja tubuh Rian sudah tersungkur dengan posisi tubuh menekuk bak janin dalam kandungan dan tangan memegangi perut. Tanpa sadar mulutku membuka, demikian pula dengan Kai. Setelah berhasil mengatasi rasa keterkejutan, aku bergegas menghampiri kedua orang tersebut dan memegangi Aleea yang sudah bersiap untuk memukul Rian lagi. "Lea, stop!" seruku. Aleea memberontak dan hendak berbalik memukul, tetapi kemudian dia tersadar dan menghentikan gerakan tangan yang sudah terangkat ke atas dan membentuk tinjuan. "Kenzo?" tanyanya sambil melebarkan mata. "Iya." Aku menariknya hingga menjauh dari Rian. Sementara Kai membantu pria itu berdiri dan menyandar ke pintu mobil. "Lepasin, Ken!" pekik Aleea. "Nggak akan! Kamunya tenang dulu, bicarakan baik-baik, bukan dengan kekerasan gini." "Baik-baik?" Aleea menunjuk pria yang masih terhuyung-huyung itu sambil berteriak. "Oke, kita bicara baik-baik. Di depan orang tuaku!" tegasnya. Lalu berbalik ke arahku dan berkata, "Kamu juga ikut, Ken!" "Loh, kok aku?" "Kamu yang nyaranin kami ngomong baik-baik. Jadi kamu harus ikut dan jadi saksi!" Aku tercenung, bingung hendak menjawab apa. Aku melirik pada Kang Ryan yang kini berusaha untuk mendekat dengan dipapah Kai. Namun, belum sempat mereka tiba, sebuah motor berhenti dan penumpangnya turun serta langsung menghambur memeluk Kang Ryan. "Kamu nggak apa-apa, kan, Kang?" tanya Sarah sambil mengecek wajah pria itu yang kembali memucat. Selanjutnya adegan kekerasan kembali terulang. Susah payah aku menangkap Aleea, tetapi tendangannya tetap kena ke d**a Kang Ryan. Jeritan Sarah menambah kacau suasana hingga nyaris tak terkendali. "Sudah jelas semua, selama ini aku ditipu!" pekik Aleea. Wajahnya merah padam menahan marah dan sekali-sekali dia memberontak, tetapi aku makin menguatkan pelukan. "Mulai sekarang, hubungan kita putus, Kang! Jangan salahkan aku kalau usaha orang tuamu terpaksa gulung tikar, karena aku akan meminta Papa untuk menghentikan aliran dana!" serunya yang membuatku kembali tercengang. "Aku pikir sifat playboy-mu udah sembuh. Kupikir kamu juga bener-bener cinta sama aku. Ternyata sekali pembohong tetap pembohong!" sambungnya. Tiba-tiba Aleea berbalik dan memelukku sambil menangis. Aku mengalami dilema, apakah hendak menenangkannya atau menjauh. Namun, akhirnya hatiku yang menang. Pelukanku mengencang dan membiarkannya menumpahkan semua kesedihan di d**a. "Lea, jangan begitu. Tolong, dengarkan Akang dulu," pinta Kang Ryan sambil mendekat. Dia menyentakkan tangan Sarah yang menggantung di lengannya, kemudian memegangi pundak kanan Aleea yang seketika tubuhnya menegang. "Lepas!" jerit Aleea sembari menoleh. "Jangan pernah coba-coba untuk nyentuh aku!" sambungnya sembari mengacungkan jari telunjuk ke depan wajah Kang Ryan. "Lea, berikan akang kesempatan buat ngejelasin ke kamu. Akang ... nggak serius sama dia. Cuma buat selingan aja." Plak! Tamparan keras mendarat di pipi kiri Kang Ryan. Sang pelaku menatapnya dengan mata membeliak. "Apa kamu bilang? Selingan? Aku yang lebih dulu jadi pacar kamu sebelum ditunangkan dengan dia!" seru Sarah. Aku dan Kai saling beradu pandang. Posisi kami saat ini benar-benar membingungkan. Aleea mengurai pelukan dan menjauhkan diri, kemudian jalan menghampiri Kang Ryan yang tengah diomeli Sarah. Tiba-tiba Aleea bertepuk tangan dan berhasil membuat Sarah menghentikan ocehan. Kang Ryan memandangi Aleea dengan tatapan yang sulit diartikan. Sementara Sarah sekarang justru tengah menangis. "Bagus, akhirnya terkuak kebenarannya. Berapa lama kalian pacaran?" tanya Aleea. "Hampir tiga tahun," jawab Sarah dengan suara serak. "Jangan dengarkan dia, Lea. Ayo, kita bicara berdua saja," sanggah Kang Ryan sembari berusaha menarik tangan Aleea, tetapi langsung ditepis oleh gadis itu yang mundur satu langkah. "Kai," panggilku. "Bayar dulu belanjaan kita, langsung taro di motor," lanjutku sambil mengulurkan dompet ke arahnya. Sepeninggal Kai, aku melangkah mendekati ketiga orang itu dan berdiri di samping kanan Aleea. Aku menyentuh pundak gadis itu dan sedikit menariknya menjauh. "Di-pause dulu bisa?" tanyaku. "Justru aku pengen menghajar dia lagi!" desisnya. "Orang-orang pada merhatiin." Aleea seketika menoleh ke samping kanan, mungkin dia baru menyadari bila sejak tadi dirinya dan sang tunangan menjadi tokoh sinetron Indonesia dengan latar belakang mini market, dan aku berperan sebagai pemain pendukung. "Nyesek tau, Ken!" lirihnya sambil menatapku dengan mata berkaca-kaca. "Iya, aku tau. Tapi mungkin lebih baik kalian bicarakan hal ini di tempat lain." Aleea menggeleng lemah. "Aku udah nggak mau ngomong ama dia. Semuanya udah jelas." Sesaat hening, aku berpikir tentang tindakan apa yang bisa dilakukan untuk membuat kami tidak menjadi tontonan gratis lagi. "Ehm, gini aja. Kita ... ke rumahku, yuk!" Aleea menatapku selama beberapa detik, lalu akhirnya mengangguk samar. "Tapi, aku lagi nggak bisa fokus nyetir." Nah, ini! Aku juga nggak bisa nyetir kan! "Kita boncengan pake motorku. Kai bisa naik ojek. Mobilmu titip dulu sama tukang parkir di sini, gimana?" usulku. "Oke." Aleea membalikkan tubuh dan jalan menuju mobilnya. Kang Ryan yang hendak mengejar terpaksa harus menghentikan langkah ketika Aleea melebarkan kelima jari tangan kiri, seolah-olah memastikan bahwa dia tidak mau diikuti. Kai yang baru keluar, mesem-mesem ketika aku membisikkan rencana untuk membonceng Aleea. Namun, kecut di wajahnya menghilang ketika aku mengacungkan selembar uang biru. Dengan cepat dia menyambar dan lari menuju pangkalan ojek yang terletak tidak jauh dari tempat ini. "Aleea, mau ke mana?" tanya Kang Ryan yang tampak bingung melihat gadis itu menaiki motor. Aleea membisu, dan menekankan kuku ke pinggangku, seakan-akan menyuruh agar aku segera memacu motor keluar dari tempat itu. "Permisi, Kang. Kami pamit duluan," ujarku basa basi, sebelum menarik gas dan melajukan kendaraan dengan kecepatan sedang. Sepanjang perjalanan kami hanya diam. Sesekali terdengar suara isakan Aleea yang membuatku turut sedih. Mungkin saat ini hatinya tengah kecewa berat pada sang tunangan. Pria yang beberapa waktu lalu pernah dibanggakannya padaku. Setibanya di rumah, Mama langsung menghampiri dan merangkul Aleea setelah gadis itu turun. Tangisan Aleea kembali pecah dan aku hanya bisa memandangi punggungnya yang turun naik. "Ajak masuk dulu, Ma. Biar Aleea istirahat," ujar Papa yang berdiri di teras. Mama mengurai pelukan dan mengajak Aleea memasuki rumah. Kai yang sudah tiba terlebih dahulu, mengambil paper bag belanjaan kami dari kaitan motor. "Kamu yang cerita ke Papa sama Mama?" tanyaku sambil membuka dan meletakkan helm di spion kanan. "Iya, abisnya mereka nanya, kita ke mana aja kok nggak nyampe-nyampe," jelasnya sebelum berbalik dan melangkah memasuki rumah. Aku bergerak menutup pintu pagar, memandangi langit malam yang bertabur bintang. Berharap banget bila Aleea benar-benar berpisah dari Kang Ryan, maka aku bisa punya kesempatan untuk mendekatinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD