Ada Apa Dengan Mereka?

1038 Words
"Kecurigaan mulai timbul kala melihat mereka berdua seperti sudah akrab." *** "Ada apa dengan mereka sebenarnya?" tanya Veni pada dirinya sendiri. Veni belum ke kamarnya dia melihat suaminya dengan Bhiya terlihat akrab. Waktu itu dia juga sempat melihat Mario bersama dengan Bhiya di dapur walaupun tidak ada yang aneh tapi kenapa mereka seperti dekat. Veni melihat Mario mengelus kepala Bhiya walaupun Bhiya langsung saja menangkisnya itu berarti apa ada hubungan antara mereka. Veni tidak ingin melihat mereka lama-lama dia juga tidak ingin berfikiran buruk. Tidak mungkin Mario dengan Bhiya ada sesuatu mungkin naluri perempuan saja yang kadang suka cemburu. Veni berbalik arah dan masuk ke kamarnya. Sampai di kamar dia baru mengecek ponselnya ada telepon dari Lea, "Ngapain si Lea telepon ampe berkali-kali. Apa ada sesuatu?" Veni langsung saja menelepon balik Lea. "Veniiiiii lo dari mana aja?!!!!" Saat Veni menelepon Lea. Lea langsung saja menyeloteh padahal Veni baru saja membuka mulutnya untuk salam. "Astagfirullah, Lea. Baru aja aku mau salam kamu udah ngoceh aja sih." "Wkwkw ... Assalamualaikum, Ibu muda...." "Eh? Waalaikumsalam." "Kenapa? Bumud? Eh belum bumud dong ya. Bumil deng." "Tahu dari mana kamu aku hamil? Padahal aku belum sempet bilang siapa." "Tuhkan kamu enggak bilang-bilang apa-apa astaga kamu jahat loh, Ven." "Ck aku aja baru tahu tadi pagi, Le. Aku Cek ke dokter." "Iya aturan aku dikasih tahu juga lah." Veni menggelengkan kepalanya lantas duduk di kasur karena pegal dari tadi harus diri. "Iya-iya maaf emangnya kamu tahu dari mana aku hamil?" "Aku ke rumah Umi sama Abi. Tapi, tadi kena oceh juga wkwkw...." "Wkwkw ... oceh kenapa?" "Soalnya udah balik dari Bulan kemarin baru ke rumah. Ehehe.... Lagian lo juga sih emang enggak ngomong apa sama Umi, Abi." "Hehehe ... lupa lagian kamu juga sahabatnya nikahan enggak dateng." "Gue udah may dateng tapi atasan gue segala gue nyuruh datengin client nginep berhari-hari pula ampe kerjaan gue banyak banget. Tadi, banget gue baru dari rumah lo. Terus mereka bilang lo baru pulang." "Oh gitu. Iya gue baru pulang emang enggak nginep. Soalnya Mario ada kerjaan besok." "Oh gitu. Yaudah ayo kita ketemu gue lagi free nih." "Emmm ... nanti gue tanya Mario dulu deh boleh enggak. Udah dulu ya ada Mario, Le." "Halah mau kasmaran pasti." "Wkwkwkw ... enggak. Makanya kamu kalau mau kasmaran nikah dong." "Dih songong! Dah ah. Assalamualaikum." "Waalaikumsalam...." Veni menggelengkan kepalanya setelah telepon dengan Lea. Mario meletakkan susunya di meja lebih dulu. "Siapa yang telepon, Ven?" "Kamu kok lama banget bikin susunya." "Aish orang aku nanya kamu siapa yang telepon." "Lea. Kenapa?" "Enggak papa kan nanya aja." "Kok bikin susunya lama banget. Katanya mau bawa cemilan juga. Mana?" tanya Veni. Mario menggaruk kepalanya gatal. "Emmm ... aku lupa, Ven tadi ingetnya s**u kamu aja." "HAH?!" "Eh, anu. Itu tadi maksudnya s**u hamil buat kamu itu lho. Aku tadi serius bikin s**u hamil buat kamu jadi aku lupa buat bawa cemilan. Ini mau aku ambilin aja deh. Atau mau sekalian makan kamu laper kan?" "Udah-udah enggak usah. Udah malem juga ntar aku gendut kalau makan mulu." "Yaelah, Ven ... Ven. Namanya juga hamil pasti bakal gendut. Toh, hamil juga anak kita kamu mau anak kita kekurangan gizi nanti kalau kamu enggak makan banyak?" "Iya-iya udah ah. Besok aja makannya aku lagi enggak pengen makan kenyang. Kenyang kata-kata kamu," sindir Veni. Dia jadi kesal mendengar Mario yang ngoceh saja. Padahal, tadi dia ingin membalas kalau dia kesal dam ingin bertanya soal kedekatannya dengan Bhiya. "Emang aku—" "Gausah banyak omong. Mending kamu tidur aja sono." Veni memotong kata-kata Mario sebelum panjang. Mario pun mengalah dan memilih untuk tidak berdebat dengan Veni. Tapi, dengan pelan Veni menyindirnya yang membuatnya terdengar. "Dasar ga peka." Veni mengucapkan itu dengan pelan. Tapi, Mario masih dengar. Mario pun berusaha untuk sabar. Dia beralih ke nakas yang ada s**u Veni. s**u hamil Veni maksudnya bukan s**u Veni dari sumbernya. Mario langsung menggelengkan kepalanya karena pikirannya yang berantakan. "Ini minum dulu," ucap Mario di belakang Veni. Dia pun meminta Veni meminum susunya. "Ngapain belum tidur tadi katanya mau tidur." "Enggak jadi. Kamu butuh aku kan? Mau apa?" tanya Mario. "Enggak. Siapa juga yang butuh kamu." Mario menarik napasnya dan tersenyum. "Yaudah emang aku yang mau nemenin kamu kok. Kamu udah ngantuk belum?" tanya Mario. "Belom. Kalau kamu mau tidur ya tidur aja sono." "Yaudah kita nonton tv aja ya. Atau mau ambil laptop?" "Gak aku mau nonton TV." "Yaudah aku ambil remotnya dulu." Mario bangkit lagi mengambil remot untuk menonton tv. Dia berusaha untuk mengayomi istrinya dengan sabar. "Mau nonton apa?" "Sini ah." Veni mengambil remotnya dari Mario. Entah kenapa dia kesal sekali dengan Mario bawaannya sewot terus padahal Mario tidak salah apa-apa. Hanya saja setiap melihat Mario jadi kesal. Mario membiarkan Veni menonton sesukanya. Sedangkan Mario berada di sampingnya. Setelah selesai mencari channel yang disuka Veni pun menonton tvnya. Mario menarik Veni agar menyender di bahunya. Awalnya Veni enggan tapi Mario memaksa akhirnya Veni pun membiarkan Mario menarik dalam pelukannya. "Minum susunya dulu ya...." "Gamau." "Kasihan lho dedeknya kalau Ibunya ngambek. Nanti kalau besar dedeknya ngambekan gimana?" "Ngambekan kayak Ibunya maksudnya?" "Ya enggak. Udah minum dulu biar dedeknya enggak kenapa-kenapa. Sehat dalam perut Bundanya." Veni pun akhirnya mengalah, dia meminum s**u dari tangan suaminya. Jadi, suaminya yang memegang gelasnya, Veni tinggal minum. Veni berhenti minum sejenak karena dia tidak kuat langsung semua. "Udah ya?" "Habisin dong." "Besok ganti susunya ya, Mar." "Kenapa emang sama susunya?" tanya Mario lagi. "Susunya enggak enak. Rasanya amis gitu." "Tapi, ini yang milih kamu sendiri 'kan. Katanya kamu sukanya coklat, kalau putih enggak suka." "Ya itu dia aku juga enggak tahu kenapa rasanya enggak enak. Amis gitu." "Mau ganti merk atau rasa aja?" tanya Mario lagi setahunya s**u hamil tadi banyak pilihan. "Semua keknya. Tapi, aku enggak suka kalau enggak coklat." "Yaudah besok coba Strawberry aja gimana? Aku tadi lihat ada yang rasa itu." Mario menyarankan karena tadi dia melihat ada rasa itu. "Tapi kayaknya aku enggak suka. Bukan kayaknya si emang enggak suka s**u itu." "Ya dicoba aja dulu. Atau beli semua aja merk atau rasa kamu Cobain satu-satu mana yang cocok." Veni membulatkan matanya, "Uangnya sayang kalau enggak keminum gimana?" "Halah enggak usah dipikir yang pennting kamu suka. Duit aku enggak bakal abis cuma gara-gara beli susu." Veni memutar bola matanya malas.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD