Karin tersentak dari tidur ayamnya dan dengan cepat, ia bangkit dari tempat tidur. Mata nya melihat ke sekeliling kamar nya dan diambilnya pisau buah yang ada di atas meja. Akan dijadikannya pisau buah itu sebagai senjata. Dengan perlahan ia pun berjalan ke luar dari dalam kamar nya.
Dilihatnya, kaca jendela ruang tamu pecah. Namun, siapapun orangnya yang berniat untuk mencelakakan dirinya, tidak dapat masuk karena adanya teralis yang terpasang di jendela tersebut.
Dihubunginya Ryan, satu-satunya orang yang dikenalnya selama ia berada di Jakarta. Walaupun rasanya enggan untuk menghubungi bos nya yang arogan itu. Namun, dengan terpaksa ia harus melakukannya.
“Maaf, pak! Bisakah bapak datang sekarang juga ke rumah ini? Kaca jendela yang ada di ruang tamu pecah, ada orang yang melemparnya dengan batu,” terang Karin, melalui sambungan telepon.
“Ini pasti Cuma akal-akalan kamu saja! Baru juga saya meninggalkan rumah itu,” sahut Ryan dengan ketus. “Saya akan datang ke sana, sesuai dengan jam yang sudah saya janjikan. Saya juga perlu istirahat dahulu. Buat apa kamu mengaku memegang sabuk hitam, ada orang yang melempar kaca jendela saja sudah ketakutan. Kamu bisa mempraktikkan apa yang kamu pelajari dan buktikan kepada saya, kalau kamu memang memang bisa beladiri, seperti katamu dulu,” ejek Ryan. Dan sambungan telepon pun langsung saja dimatikannya.
Dengan menggerutu, Karin pun membersihkan pecahan kaca yang ada di lantai menggunakan sapu dan pengki. “Apa ini adalah ulah pak Ryan? Ia sengaja memerintahkan orang untuk menakuti diriku dan membuatku mempraktikan ilmu beladari yang kubisa, seperti beberapa waktu yang lalu,” gumam Karin.
Setelah selesai membersihkan pecahan kaca, Karin pun masuk ke dalam kamar dan tak lupa mengunci pintu nya. Ia lalu berjalan ke kamar mandi, yang di dalam nya terdapat bak mandi dan pancuran air. Ia pun menyalakan pancuran tersebut dan membersihkan badan nya di bawah air pancuran. Tak berselang lama, ia pun ke luar dari kamar mandi, lalu berpakaian.
Baru saja selesai berdandan dengan make up tipis, didengarnya suara deru mesin mobil yang mendekat ke arah rumah. Karin pun segera berdiri dari duduknya dan membawa tas kerja miliknya. Diputarnya kunci rumah dan ia pun ke luar rumah menuju mobil Ryan, yang berhenti di halaman rumah.
Sejenak ia berdiri di halan dan dilihatnya kaca jendela yang pecah dari luar, ia berharap Ryan mau turun dari mobil dan memeriksa bagian samping rumah nya, untuk memastikan keselamatannya. Biar bagaimanapun juga, ia sekretaris yang harus dijaga keselamatannya.
Tak sabar dengan Karin yang belum juga masuk ke dalam mobil, Ryan pun turun dari dalam mobil, dengan raut wajah tidak suka dan dihampirinya Karin.
“Kenapa kau tidak mau masuk juga ke dalam mobil? Apa kamu pikir dirimu itu tuan putri yang harus diantar masuk dan dibukakan pintu mobil!” bentak Ryan.
Tanpa kata, Karin pun berjalan menuju mobil Ryan, sepertinya akan sia-sia saja memberitahukannya kepada bos nya yang pemarah ini.
Ryan masih berdiri di tempat nya dan dilihatnya apa yang tadi dipandangi Karin. “Hmm, ternyata memang benar, ada orang yang memecah kaca jendela itu. Aku akan memerintahkan anak buahku untuk mengganti kaca yang pecah, secepatnya,” gumam Ryan.
Diambilnya ponsel nya dan dihubunginya salah seorang anak buah nya. “Halo, aku mau kamu datang ke rumah di jalan Jambu dan kamu ganti kaca yang pecah, malam ini juga!” Lalu ditutupnya sambungan telepon tersebut.
Ryan pun berjalan menuju mobil nya, dalam hati nya menggumam. “Siapa kira-kira orang yang sudah melakukannya. Apakah musuh nya? Ataukah musuh Karin secara pribadi?”
Karin menolehkan wajahnya ke belakang, ia pun berhenti berjalan. Dirinya merasa ada seseorang yang mengawasi. Namun, ia tidak melihat ada siapapun juga. Karin melanjutkan langkahnya menuju mobil Ryan.
Karin masuk ke dalam mobil, ia duduk di jok belakang, yang tak lama kemudian disusul oleh Ryan. Dirinya lalu beringsut menjauh, duduk menempel pintu mobil.
Ryan melirik sekilas ke arah Karin dan berkata, “Kenapa kamu menempel pintu mobil seperti itu? apa kamu pikir saya akan menyerang kamu? Jangan geer ya! Kamu itu sama sekali tidak menarik perhatian saya. Wanita dengan badan seperti laki-laki dan tidak ada anggunnya sama sekali.”
Karin menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya dengan perlahan. Kedua tangan nya mengepal di sisi tubuh nya. “Saya merasa lega mendengarnya, sekarang tidak ada alasan bagi saya untuk merasa takut, ketika bersama dengan bapak. Saya harap, Bapak bisa menjaga mata bapak untuk tidak melihat kaki saya, karena dari tadi mata bapak terus melihat ke arah kaki saya,” sahut Karin ketus.
Karin melirik Ryan sekilas dan bersamaan dengan itu, Ryan juga melirik ke arahnya. Tatapan mata keduanya bertemu, Ryan menatap tajam Karin dan berkata dengan dingin, "Saya memang melihat kaki kamu, saya jadi berpikir apa sebaiknya kamu melakukan operasi ya? Kaki kamu itu ada bopengnya dan tidak enak dipandang mata. Kaki kok belang-belang, seperti kulit ular saja.”
Dengan gigi yang digemeratakkan, Karin pun berkata, “Pak Ryan! Kaki saya bukannya belang-belang, tetapi saya memakai stoking! Memangnya bapak tidak pernah melihat wanita memakai kaos stoking?”
“Tentu saja, saya pernah melihat wanita memakai stoking. Namun, yang mereka pakai harganya mahal, tidak seperti punya kamu yang murahan itu,” ejek Ryan dengan enteng.
Karin hanya melirik Ryan sekilas, lalu mengalihkan pandangannya ke luar. Ia merasa pernah melewati jalanan yang sekarang ini dilaluinya. Ada banyak kenangan masa kecilnya yang berputar di kepalanya dan ada satu hal yang sampai saat masih menjadi tanda tanya di hati Karin.
Siapakah pria yang dulu sering menginap di ruma nya? Benarkan ibu nya berselingkuh dengan ayah Ryan? Kenapa mereka pindah secara mendadak dari Jakarta ke Surabaya? Ia masih dapat mengingat betapa besar rumahnya dahulu dan mereka juga memiliki mobil dan semua itu tiada, semenjak mereka pindah tempat tinggal.
Ryan melihat ke arah Karin, hatinya sedikit menyesal sudah menghina sekretarisnya itu. Namun, mau bagaimana lagi ia terpaksa berbohong daripada mengaku, kalau dirinya memang menyukai kaki Karin yang panjang dan putih bersih, lebih baik ia berkelit saja.
“Apakah kau sudah mengerjakan tugas yang saya kirimkan, melalui email?” tanya Ryan, menyentakkan Karin dari lamunannya.
Karin pun memalingkan wajahnya ke arah Ryan. “Saya sudah membaca email yang bapak kirimkan dan saya tidak mengerti sama sekali, kata Bapak kita akan bertemu dengan rekan bisnis bapak! tetapi mengapa ia berprofesi sebagai seorang detektif swasta? Apa bisnis bapak dengannya? Bapak tidak terlibat dalam bisnis illegal bukan? Karena saya tidak mau terlibat dalam urusan yang illegal.”
Ryan menatap Karin dengan tajam ia tidak suka mendapati Karin berani menuduhnya. Dengan dingin ia mengatakan, kalau ia tidak perlu menjelaskan tentang dirinya kepada Karin.
Tugas Karin hanyalah menjalankan perintahnya, sebagai soerang sekretaris. Tanpa ada bantahan, karena ia sudah menandatangani kontrak kerja.
Karin langsung terdiam ia sadar sudah bersikap keteraluan kepada pria yang menjadi bosnya ini. Dengan suara lemah Karin pun meminta maaf kepada Ryan.
Ryan hanya mendengus saja, ia kemudian mengalihkan pandangannya lurus ke depan. Tidak dihiraukannya permintaan maaf Karin.
Tak berselang lama, mobil yang mereka tumpangi sampai di restoran yang menjadi tempat pertemuan mereka dengan detektif pribadi yang disewa Ryan.
Sopir pribadi Ryan bergegas membukakan pintu untuk keduanya. Ryan dan Karin pun keluar dari mobil, lalu berjalan memasuki restoan tersebut.
Seorang pelayan datang menghampiri mereka dan mengantakan menuju ruang privat di mana detektif yang disewa Ryan sudah menunggu.
Sesampainya mereka di ruang VIP tersebut, Ryan disambut oleh pria yang berbadan besar dengan topi di kepalanya. Mereka berdua berjabat tangan dengan erat.
Pria itu. kemudian berpaling ke arah Karin dan menyodorkan tangannya, seraya menyebutkan nama.
Karin menerima uluran tangan tersebut, sambil menyebutkan namanya juga. Ketika tangan Karin dijabat lebih lama dari seharusnya, Ryan tampak tidak suka.
Dengan dingin ia mengingatkan mereka untuk segera duduk dan mulai memesan makanan, sebelum pembicaran serius dimulai.
Detektif itu tersenyum ia mengatakan, kalau Ryan tidak usah cemburu kepadanya. Ia tidak akan merebut Karin.
Setelah mereka semua duduk, seorang pelayan yang sedari tadi hanya berdiri di pojokan ruangan tersebut. Ia menydorkan buku menu kepada Ryan dan Karin, karena detektif Ryan sudah memesan makanannya.
Selesai mencatat pesanan Ryan dan Karin, pelayan itu pun keluar dari ruangan tersebut.
“Katakan kepadaku, informasi apa yang kau dapatkan dari pencarian terbaru?” Tanya Ryan dingin.
Dtektif itu mengeluarkan sebuah amplop ke arah Ryan, ia mengatakan, kalau di dalam amplop tersebut ada informasi yang mereka dapatkan tentang ke mana Ayah Ryan pergi.
Berdasakan pelacakan mereka akan mobil Ayah Ryan, mobilnya terlihat melalui tol menuju ke luar kota. Hanya saja, mereka belum mendapatkan kepastian kota mana yang didatangi Ayah Ryan.
Detektif itu, kemudian berpaling melihat ke arah Karin. Ia menatapnya dengan lekat, sambil memicingkan mata. “Mengapa wajahmu, begitu mirip dengan wanita yang terakhir kali terlihat bersama dengan Ayah Ryan?”