BAB 14 MODUS RYAN

1302 Words
Sorot lampu tidak juga berpindah, bahkan keduanya mendengar suara langkah kaki yang mendekat dan mengetuk jendela mobil Ryan. “Jangan bergerak dan jangan perlihatkan wajahmu, kecuali kau mau seseorang yang berada di luar sana melihat penampilanmu yang berantakkan, dengan kancing kemejamu yang terbuka,” bisik Ryan. Kaca jendelanya terus diketuk, Ryan menurunkan kaca mobilnya perlahan, dengan raut wajah galak dan ketika dilihatnya, kakaknyalah yang berdiri di balik jendela mobil dengan tatapan curiga. “Astaga Ryan! jangan katakan kepadaku kalau kau sudah tidak tahan lagi untuk mencari kamar, sampai akan bercinta di dalam mobil yang masih berada di depan perusahaan,” tegur kakak Ryan, sambil menggelengkan kepalanya. Karin semakin menyembunyikan wajahnya di d**a Ryan dan rambutnya yang panjang membantu menutupi wajahnya. dari pandangan kakak Ryan. Mendengar suara bernada menyindir tersebut, Karin menjadi malu. Terdengar suara Ryan menggerutu marah, “Katakan ada perlu apa Kakak datang malam-malam ke perusahaan? apa datang untuk memata-matai diriku? atau Kakak masih belum rela melepaskan perusahaan ini ke tanganku?” Giliran kakak Ryan yang menjadi marah, dipukulnya Pundak Ryan dengan kencang, “Aku datang ke sini, karena permintaan ibu untuk melihat apakah kau sedang bersama dengan sekretarismu. Ibu berpesan kepadaku untuk memisahkan kalian berdua. Aku tidak tahu, ada apa dengan sekretaris mu itu, sampai ibu tidak menyukainya.” Kakak Ryan kemudian melihat ke arah punggung seorang wanita yang bersembunyi di d**a Ryan, “Halo Nona! siapa nama mu? apakah kau sekretaris adikku?" Karin meregangkan badannya sedikit dari d**a Ryan, rasanya ia tidak boleh bersikap seperti seorang pengecut. Jikalau ada orang yang harus disalahkan, maka Ryan lah orangnya. Kakak Ryan bersiul melihat penampilan Karin yang berantakkan, dengan dua buah kancing teratasnya yang terbuka memperlihatkan separuh bagian d**a. “Kurasa aku dapat memahami mengapa adik ku tidak tahan lagi menuju kamar terdekat, melihat kamu yang memang menggoda dan bagaikan hidangan lezat yang sayang dilewatkan untuk disantap,” ejek kakak Ryan. Karin menyadari arah tatapan mata kakak Ryan, menjadi malu karenanya. Ia mengangkat dagunya dan menatap mata kakak Ryan dengan berani, “Saya bukanlah hidangan dan saya sama sekali tidak menyukai dengan apa yang telah dilakukan oleh adik anda, kepada saya!” Ryan mengenakan jas yang tadi dipakainya ke bagian depan tubuhnya, untuk melindungi dari pandangan nakal kakaknya, karena cukup dirinya saja yang melihatnya. “Katakan kepada ibu, aku sedang sibuk bekerja dan tidak bisa diganggu! bilang juga kepada ibu, ia cukup mengetahui kalau rekeningnya terus bertambah! Ryan kemudian secara otomatis menaikkan kaca jendela mobilnya, sehingga kakak Ryan bergerak mundur dari mobil adiknya. Kakak Ryan berjalan kembali menuju mobilnya dan meninggalkan adiknya, dengan teman wanitanya, ia tidak mau mencampuri urusan adiknya lebih jauh lagi. Ryan melajukan mobilnya meninggalkan perusahaan. Selama perjalanan yang singkat, Karin hanya diam saja, ia tidak membuka suaranya. Tak memakan waktu lama, mobil yang dkemudikan oleh Ryan memasuki halaman rumah Karin. Karin dengan cepat turun dari mobil Ryan, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, hingga suara berat Ryan menegurnya, “Sombong sekali! sudah diantarkan pulang, tidak mengucapkan terima kasih, malah langsung pergi begitu saja.” Karin berbalik dan menatap tidak percaya melihat Ryan yang ikut turun juga. “Kenapa Bapak turun? saya sudah sampai rumah dengan selamat dan Bapak bisa langsung pulang!” “Saya hanya mengikuti apa yang pernah kamu katakan, kalau menolong itu jangan setengah-setengah. Saya harus memastikan kamu masuk ke dalam rumah dengan selamat, itu saja!” Karin mendengus tidak suka, “Baiklah! setelah Bapak melihat saya masuk ke dalam rumah dengan selamat, silakan Bapak langsung pergi!” Karin terdiam, begitu tangannya hendak memasukkan kunci ke dalam lubangnya, dilihatnya pintu rumah tidak tertutup dengan rapat. Jantungnya berdegup dengan kencang, ia sangat yakin tadi pagi sudah mengunci pintu rumahnya. Ryan yang berdiri tepat di belakang Karin, juga melihatnya. Ia mendorong pelan tubuh Karin ke samping dan berbisik, “Saya yang masuk duluan! kamu berdiri di belakang saya.” Karin pun menurut apa yang dikatakan oleh Ryan, dibiarkannya bos nya itu memimpin masuk ke dalam rumahnya yang gelap gulita. Hanya sinar dari ponsel saja, untuk sementara mereka jadikan sumber cahaya. Ryan menemukan saklar lampu dan menyalakannya. Tidak ada sesuatu yang mencurigakan, di ruang tengah tersebut. Hanya saja, mereka berdua melihat pintu kamar Karin terbuka lebar. Dengan perlahan, Ryan berjalan menuju kamar Karin, diikuti oleh Karin. Mata keduanya melebar, menatap tidak percaya ketika melihat kamar Karin yang berantakkan, seperti kapal pecah. “Astaga! apa yang dicari oleh pencuri yang masuk ke dalam kamarku dengan mengobrak abrik laci meja dan lemari pakaian? apa ia pikir aku menyimpan barang berharga di dalam kamarku?” gerutu Karin emosi. Berbeda dengan Karin, Ryan mengeluarkan ponselnya dan meminta kepada orang kepercayaannya untuk segera datang ke rumah Karin. “Katakan kepadaku dengan jujur Karin, apakah kau memiliki musuh yang begitu membencimu dan rela mengikutimu hingga ke tempat ini?” “Saya tidak memiliki musuh, selama kuliah dan juga sewaktu menjadi pelajar. Apakah menurut Bapak, pelakunya orang yang sama dengan yang kemarin masuk ke dalam kamar saya juga?” “Aku tidak bisa menjawabnya Karin, sebaiknya mala mini saya ikut tidur di sini. Saya tahu kamu memiliki kemampuan bela diri, tetapi tetap saja kamu tidak akan mungkin menang melawan pria yang badannya jauh lebih besar dari kamu, apalagi kalau lebih dari satu orang. Besok pagi kamu pindah ke apartemen saya, karena tidak mungkin saya menccemaskan kamu setiap waktu.” Karin melihat ke arah Ryan dengan tatapan tidak percaya, “Bapak ini modusnya tidak pernah berhenti. Lebih baik saya tetap tinggal di sini, jauh lebih aman daripada tinggal di apartemen bersama dengan Bapak. Buat apa Bapak mencemaskan saya? toh saya hanya pegawai biasa Bapak.” “Dasar gadias bodoh, kamu pikir saya hanya mempunyai satu apartemen saja? kamu akan menempati salah satu apartemen saya. Saya mencemaskanmu, karena kalau sesuatu yang buruk terjadi kepadamu, maka orang pertama yang didatangi oleh pihak berwajib adalah saya. Sebentar lagi, akan datang orang kepercayaan saya untuk memeriksa rumah ini.” Karin hanya mengangguk saja, ia lalu menuju dapur untuk membuat kopi bagi dirinya dan Ryan, sambil menunggu kedatangan orang kepercayaan Ryan, keduanya duduk di ruang tengah, sambil menonton televisi. Tak lama berselang, orang kepercayaan Ryan datang, Ryan meminta kepada mereka untuk langsung melakukan pemeriksaan dan jangan berisik, karena tidak mau Karin yang sudah tertidur menjadi bangun. Beberapa jam kemudian, orang kepercayaan Ryan mengacungkan jempolnya. Memberikan kode, kalau mereka sudah selesai melakukan pemeriksaan. Begitu pintu apartemen Karin di tutup orang kepercayaannya, Ryan pun mengangkat tubuh Karin dan membaringkannya di atas tempat tidur yang ada di kamarnya. “Ide bagus, sepertinya kalau aku tidur di samping Karin, buat apa aku tidur di atas sofa yang ada badan ku jadi sakit semua,” gumam Ryan, lalu merebahkan badannya di samping Karin. Menjelang subuh, Karin yang merasa kedinginan, tanpa sadar memeluk tubuh Ryan untuk mencari kehangatan. Ryan pun dalam tidurnya, balas memeluk Karin. Pagi-pagi sekali, Karin membuka matanya dengan perlahan, dirasakannya ia memeluk sesuatu yang hangat dan kakinya juga berat untuk digerakkan. Begitu menyadari, apa yang dipeluknya, Karin mendorong tubuh Ryan dengan kasar, hingga ia jatuh dari atas tempat tidur dengan suara yang nyaring. Ryan dengan cepat berdiri dari lantai dan menatap galak Karin, “Kenapa kamu mendorong saya sampai jatuh?” Karin bangkit dari atas tempat tidur dan berjalan menghampiri Ryan. Ditonjoknya d**a bos nya itu menggunakan kepalan tanganya. “Bapak bertanya lagi mengapa? sudah jelas alasannya. Saya sama sekali tidak suka dengan Bapak yang mengambil kesempatan ketika saya sedang tidur!” Dengan cekatan, Ryan menangkap tangan Karin, “Siapa yang salah, tidur seperi orang mati, yang mulai main peluk itu siapa? kamu yang duluan memeluk saya, secara otomatis saya balas memeluk kamu, daripada tidak ada yang dipeluk. Ada tempat tidur yang empuk dan nyaman, buat apa saya tidur di sofa yang akan membuat badan saya sakit. Hidup itu untuk dinikmati! bukan untuk merasa sakit!” Karin menarik nafasnya dalam-dalam, “Kenapa Bapak sebagai laki-laki lemah sekali! atau jangan-jangan Bapak ini bukanlah seorang lelaki Tangguh?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD