Karin merasa sedikit gugup, menghadapi wawancara kerja, yang akan dilakukannya pada hari ini. Ketika tiba gilirannya untuk masuk ke dalam ruang wawancara, keringat dingin mengalir di kening dan punggung Karinnya. Ia pun duduk di hadapan seorang pria yang wajah nya terlindung di balik map kertas yang sedang dipegangnya.
“Sialan, sombong sekali pria ini! ia tidak mau melihat wajahku,” umpat Karin kesal. Rasa gugupnya pun berubah menjadi kemarahan.
Pria itu kemudian menurunkan map kertas yang dipegangnya. Sehingga, terlihatlah wajah nya yang tampan tersebut.
Ryan menatap tajam wajah gadis yang duduk di hadapannya. Ia merasa mengenali wajah itu, tetapi di mana. Namun, rasanya wajah itu begitu familiar untuknya. Dan membuat dirinya merasa penasaran dibuatnya.
“Apakah sebelumnya kita sudah pernah saling mengenal? Mengapa wajah mu terlihat tidak asing di mata ku?”
Karin menjadi gugup, karena ditatap dengan tajam dan begitu intens oleh pria yang duduk di hadapannya itu . Ia meremas tangan nya dengan gugup. “Maaf, Tuan! Kita belum pernah bertemu sebelumnya.”
Ryan berdiri dari duduk nya dan berjalan mendekati Karin duduk. Ia berhenti tepat di belakang punggung Karin. “Tentu saja, kita mana mungkin pernah bertemu sebelumnya, bukan? Saya di kota Jakarta dan kamu di kota Surabaya.”
Ryan lalu meletakkan tangan nya yang besar di leher Karin dan menyibak rambut hitam Karin, yang tergerai di pundak nya. “Katakan kepadaku, apa motivasimu melamar kerja di perusahaanku? Apakah karena kamu mengenal siapa diriku, sebelum kamu melamar bekerja di perusahaanku?” tanya Ryan. Ia lalu menggerakkan tangan nya yang besar di leher putih mulus Karin dan mengelusnya lembut. Ia sudah mengetahui nama Karin, dari CV yang dibacanya tadi.
Bulu kuduk Karin berdiri, ia merasa sedikit b*******h sekaligus takut. Dengan apa yang dilakukan oleh Ryan. Ia takut, tangan yang sedang menyentuh leher nya dengan lembut, tiba-tiba saja berubah mencekik dirinya.
“Saya tidak mengerti sama sekali dengan apa yang Bapak katakan!” sahut Karin. Tangan nya coba untuk melepaskan tangan Ryan yang masih mengelus leher nya. “Saya tidak pernah mencari tahu siapa pemilik perusahaan ini, tujuan saya hanya ingin bekerja. Itu saja! Tidak untuk yang lain.”
“Jangan berbohong, Karin!” Secara mendadak, Ryan membalik wajah Karin hingga menghadap ke arah nya. Jarak mereka begitu dekat, ia bahkan dapat merasakan hembusan napas Ryan, dengan aroma mint di wajah nya.
“Kamu pasti merasa penasaran dan ingin bertemu langsung denganku. Jauh di dalam hati mu, kamu bersorak senang, karena berhasil diwawancarai secara langsung olehku,” bisik Ryan tepat di telinga Karin.
Karin menjauhkan tubuh nya, ia merasa geli, karena hembusan napas Ryan di leher dan telinga nya. “Anda salah Pak! Saya benar-benar menginginkan pekerjaan untuk menjadi sekretaris Bapak dan bukan untuk yang lainnya!” sahut Karin sedikit emosi.
Ryan meraih pundak Karin, lalu ia menghidu aroma rambut Karin. “Rambutmu wangi sekali! Apakah kamu mempersiapkan penampilanmu untuk memikat saya? Barangkali saja kamu berpikir, siapa tahu dengan menjadi sekretarisku kamu juga akan berhasil menggaet diriku juga.”
“Ish! Bapak ini apaan sih? Sudah dibilang saya hanya mau bekerja saja. Bapak bisa tidak, jauhan dikit dari saya! Saya risih bapak berdiri terlalu dekat begini,” ucap Karin.
Ryan bukannya menjauh, ia justru mendekat dan membuat Karin berjalan mundur, hingga punggung nya menyentuh dinding dan ia pun tidak bisa bergerak kemana-mana lagi.
Dicobanya untuk mendorong d**a Ryan, tetapi Karin justru menjadi terkejut, karena d**a Ryan terasa hangat di telapak tangan nya dan membuat ia dengan cepat menarik tangan nya. Namun, Ryan justru meraih tangan nya dan menempelkan ke d**a nya.
“Kenapa dilepas? Apa kamu tidak penasaran untuk mengelus d**a ku,” bisik Ryan lembut membius. Ryan kemudian menggigit pelan telinga Karin, membuat Karin dengan cepat menoleh ke arah Ryan dengan mata nya yang melotot tajam.
“Apa yang Bapak la ….” Belum selesai Karin meneruskan ucapannya. Mulutnya ditutup Ryan dengan bibir nya. Ia mencium Karin, sampai napas keduanya terdengar memburu.
Lutut Karin terasa lemas, badan nya hampir saja jatuh ke lantai kalau tidak ditopang Ryan ke dalam pelukannya yang hangat. “Baru kucium kamu sudah menempel seperti ini!” bisik Ryan di telinga Karin.
Seakan disadarkan dari hipnotis pesona Ryan, Karin dengan cepat mendorong d**a Ryan, lalu bergerak menjauh dari Ryan dengan d**a yang berdebar kencang. “Saya bisa menuntut Bapak, karena sudah melakukan pelecehan kepada saya,”
Ryan tersenyum sinis mendengarnya. Namun, ia menuruti permintaan Karin, dilepaskannya pegangan tangan nya di pundak Karin, ia lalu berjalan menuju kursi nya dan duduk kembali. Tatapannya, tetap terarah tajam dan intens kepada Karin. Dilihatnya tenggorokan Karin, turun naik dan wajah nya yang terlihat gugup.
“Kenapa kamu diam saja? wajah mu juga menjadi merah dan d**a mu terlihat naik turun dengan cepat!” Tatapan Ryan beralih ke d**a Karin dan tatapan mata nya terlihat senang dengan apa yang dilihatnya.
Wajah Karin bersemu merah, antara marah dan malu menjadi satu, karena tatapan mata Ryan yang m***m seperti itu. “Bapak jangan menatap saya seperti itu! Seolah saya ini permen, yang mau bapak hisap saja. Bapak menatap saya, dengan tatapan m***m yang membuat saya menjadi tidak nyaman, karenanya.”
Senyum miring terbit di sudut bibit Ryan. “Tidak suka dan suka itu, tipis sekali bedanya. Matamu suka dengan perhatian yang kuberikan dan kamu lihat saja, wajah mu merona merah. Kenapa kamu melihat bibir saya, terus? Apa kamu mau minta saya cium?” tanya Ryan, sambil mengegdipkan sebelah mata nya.
Sontak saja Karin melotot, “Bapak kok m***m begitu sih! Bagaimana, kalau saya diterima menjadi sekretaris bapak nanti?”
“Saya belum menerima kamu menjadi sekretaris saya, kamu saja belum memperkenalkan siapa diri kamu? Dan apa tujuan kamu untuk bekerja di perusahaan saya?” ucap Ryan, dengan nada bicara serius. Hilang sudah tatapan mata nya yang merayu dan menggoda Karin, untuk lari ke dalam pelukannya.
Karin mengulurkan tangan kanan nya ke arah Ryan. “Perkenalkan, nama saya
Karin dengan cepat menarik lepas tangannya dari genggaman tangan Ryan. Ia merasakan seakan tangannya disengat oleh listrik dan membuatnya merasakan ada debaran aneh yang merambat ke tubuhnya.
Ryan tersenyum mencemooh ke arah Karin, “Saya beri waktu kepada kamu menit untuk menerangkan kemampuan dan keahlian yang kamu miliki. Lewat dari lima menit, silakan kamu ke luar dari ruangan ini.”
Karin sudah hendak protes, ia merasa keberatan dengan waktu yang diberikan, tetapi ketika ia melihat wajah Ryan yang tidak memperlihatkan senyum sama sekali, ditambah dengan Ryan yang melihat ke arah jam tangannya.
Saking gugup dengan tatapan dingin dan tajam mata Ryan, Karin mengigit bibir nya dan meremas kedua tangan nya.
“Apa kamu sengaja menggoda saya, untuk mencicipi bibir kamu kembali? Saya minta kepada kamu untuk menunjukkan kemampuan kamu dalam bekerja, bukannya keahlian kamu dalam menggoda!” sindir Ryan.
Ucapan Ryan barusan, membuta Karin merasa kesal dengan penilaian salah dari Ryan. Ia lalu mengumpulkan keberaniannya dan menyebutkan kemampuan, serta kemahiran yang dimilikinya. Ia merasa yakin, kalau apa yang dikatakanya dan apa yang tercantum dalam CV nya, akan membuat calon bos nya, yang duduk di depannya menjadi terkesan.
Ryan melipat tangannya di depan d**a dan menatap ke arah Karin dengan bosan, setelah waktu lima menit yang diberikannya habis, Ryan mengangkat tangannya dan berkata, “Hanya segitu saja kemampuanmu? Tidak ada yang istimewa sama sekali.”
“Apa yang kamu katakan membuat saya bosan dan merasa jemu saja, apakah kau tidak memiliki keahlian yang lain?” tanya Ryan, sambil matanya menatap Karin dari atas ke bawah dengan tatapan m***m.
Karin yang mengerti maksud dari perkataan Ryan dan tatapan mata nya, sontak saja menjadi emosi. Dengan mata menatap tidak suka ke arah Ryan, Karin pun berkata, “Saya melamar bekerja di perusahaan Bapak, karena saya merasa memiliki kualifikasi yang sesuai dengan jabatan yang ingin saya lamar. Namun, bukan berarti saya akan melakukan apa saja untuk menyenangkan hati bapak!”
Ryan menatap dingin Karin dengan tangan terlipat di depan d**a dan badan yang disandarkan pada pada sandaran kursi. “Apakah saya mengatakan kepadamu, kalau saya minta disenangkan? Meskipun harus saya akui, dengan mempunyai sekretaris seperti dengan wajah seperti kamu menambah segar mata, terlebih lagi penampilan kamu yang menggoda mata untuk melihat kaki jenjang milikmu.”
Wajah Karin rasanya seperti kepiting rebus saja. “Bapak membuat saya bingung. Sebenarnya saya ini diterima bekerja atau tidak, sih?” tanya Karin.
“Kamu diterima menjadi sekretaris saya! Dengan syarat dan ketentuan yang berlaku!” tegas Ryan.