Party?

1928 Words
            Tidak ada hari yang lebih menyebalkan selain hari dimana kau menemukan fakta yang mengejutkan—lebih ke menjengkelkan sebenarnya. Benar – benar mengejutkan sampai rasa – rasanya kau malas untuk mempercayainya. Sam mengalaminya. Sungguh hari yang menyebalkan dan… Sam bersumpah ia tidak mau melihat ekspresi keterkejutannya sendiri saat itu. Beruntung, kejadian itu tidak berada didekat jendela jadi Sam tidak perlu melihat raut keterkejutannya yang, oh wow sangat menjijikan pastinya.             Rasanya kehidupannya bertambah rumit dan sulit saja sejak beberapa bulan terakhir ini. Kalau seperti ini, mungkin Sam harus siap jika ia harus mengucapkan selamat tinggal untuk kehidupan tenang nan damainya. Yeah, kenapa juga ia baru merasakan sekarang. Sejenak Sam merasa bodoh. Padahal, kemampuan anehnya sudah melekat padanya sejak lama, beberapa tahun lalu tepatnya. Gara – gara kemampuan aneh itu, Sam jadi tidak pernah mempercayai orang lain, well, sebenarnya sejak awalpun Sam bukan type orang yang mudah percaya kepada orang lain. Lalu setelahnya apa? Ia malah kecelakaan dan kemampuan aneh yang entah darimana datangnya itu malah melekat dalam dirinya. Makin bertambah pula lah rasa tidak sukanya kepada orang lain.             Great, tambah tinggi pula dinding pembatas kepercayaannya kepada orang lain.             Sam membaringkan tubuhnya dikasur king size nya. Jujur, walau ini hanya kos sederhana tetapi barang – barang didalamnya tetaplah barang – barang mewah. Di dalam kos ini juga segalanya serba khusus. Hanya ada beberapa anak saja yang menempati kamar di sini karena memang hanya disediakan sedikit kamar saja demi kenyamanan penghuninya. Sam tidak pernah mengenal penghuni lain karena semuanya serba sibuk dengan urusan masing-masing. Lagipula, penghuni kamar kos lainnya semuanya adalah mahasiswa, jadi tak ada alasan juga bagi Sam yang masih SMA untuk berhubungan dekat dengan mereka.             Sam memang berniat untuk tidak bermewah-mewah, tetapi Jangan berpikir, walaupun Sam mencoba lepas dari kehidupan ala bangsawannya, lalu ia akan dengan senang hati memakai barang – barang murahan. Itu barang – barang rakyat jelata, dan bukannya sombong atau apa tetapi Sam mana mau memakai barang – barang yang bukan berada di tingkatan kelas nya. Sam hanya sudah terbiasa memakai barang-barang yang bagus. Meskipun Sam sebenarnya mau saja (jika terpaksa) memakai barang-barang biasa.             Sam mengacak – acak helai – helai kecoklatan dikepalanya. Ah, rasanya dia benar – benar pusing. Ia kemudian beranjak ke dapur untuk menyeduh kopi instan. Yeah, pengecualian untuk makanan atau minuman, asal bersih dari kuman mau sesederhana apapun, bahkan instan sekalipun, Sam tetap mau melahapnya.             Sam menuangkan kopi instan ke dalam mug berwarna merah terangnya, kemudian menyeduhnya dengan air panas. Sedikit kopi mungkin akan menenangkan pikirannya yang berkecamuk. Bodohnya, kenapa juga ia tidak mencoba mandi air dingin saja, bukankah dokter bilang jika air dingin mampu memberikan efek ketenangan. Ya sudahlah, toh Sam sebenarnya memang bukan type yang umum sih. . .             -00000 “Hay Sam, kau terlihat kusut hari ini, ada apa?” Tanya Narcissa ketika Sam tengah duduk didekat bunga – bunga mawar miliknya.             Sam diam sebentar. Dirinya masih sibuk menjentik – jentikkan jarinya di kelopak mawar merah di depannya. “Aku baik.” Jawab Sam pendek.             Ah, Narcissa lupa. Teman nya ini sedang ada masalah dengan Stefan. Sudah beberapa hari, dan Narcissa tidak melihat perubahan apapun dari hubungan pertemanan Sam dan Stefan. Tetap sama, mereka saling mengacuhkan dan berusaha menghindari masing – masing pihak. Yeah, sedikit kekanak – kanakan sebenarnya. Tapi Narcissa juga tidak tahu harus melakukan apa untuk mengembalikan pertemanan mereka. Lagipula, jika dipikirkan lagi, Narcissa bukan seseorang yang terlalu dekat dengan Sam dan Stefan. Kebetulan saja sebelumnya Stefan adalah anggota klub Biologi sama sepertinya, yang kebetulan lagi dia bertahan meski anggota-anggota lainnya memutuskan keluar karena tidak betah. Lalu, kembali kebetulanlah yang mempertemukan Narcissa dengan Sam di kejadian kala itu, meski agak sedikit memalukan tapi Narcissa senang bisa mengenal Sam. Sekarang, saat Sam dan Stefan terjebak keegoisan masing-masing, ia tidak tahu harus membantu seperti apa agar mereka berdamai dan menurunkan ego masing-masing.             -00000 “Hei, Sam. Kurasa lebih baik kau segera meluruskan masalahmu dengan Stefan.” Kata Narcissa pelan. Ia tidak memandang Sam sama sekali.             Sam sedikit berjengit saat mendengar ucapan Narcissa barusan. Gadis itu seolah tengah mencoba masuk dan menebak – nebak pikirannya. Sam memandangi Narcissa yang sedang merawat bunga – bunganya, gadis itu tampak serius sekali. Sam benci ini, ia terbiasa menjadi penguasa dalam setiap pikirannya. Lalu saat ia tau bahwa gadis di depannya itu menebak dengan tepat apa yang membuatnya tampak lelah belakangan ini ia menjadi sedikit jengkel.             -00000 “Kau Oke Sam?” Tanya Narcissa lagi.             Sam menghela napas berat. “Aku baik.”             Lagi, hanya jawaban pendek yang ia ucapkan. Biasanya jika ia memiliki masalah, ia tidak sampai seperti ini. Sam merasa bodoh sendiri, kenapa ia memikirkan masalahnya dengan Stefan hingga sebegini keras? Cih, kalau begini secara tidak langsung Sam mengakui jika Stefan termasuk orang yang penting dalam hidupnya. Menjijikkan.             Hanya saja, masalah ini berkaitan dengan Helga pula. Apa – apaan ini? Disaat masalahnya mengenai angka kebohongan belum selesai, lalu muncul Helga dan Fleur yang keduanya tidak bisa Sam lihat angkanya belum juga dua masalah itu selesai, sekarang dengan tiba – tiba, saat hubungan pertemanannya dengan Stefan merenggang Helga berkata dengan gamblang bahwa Stefan adalah adiknya. Sebenarnya, apakah saat ini takdir tengah bermain – main dengannya? Masalahnya datang terlalu banyak.             Great, sungguh masalah yang ‘manis’.             Jika dipikir – pikir, soal Stefan dan Helga, bagaimana bisa Stefan menjadi adiknya Helga?             Helga bertubuh tinggi, berkulit pucat dengan rambut coklat seperti Sam—tetapi sekarang sudah diwarnai. Sedangkan Stefan tubuhnya kecil, rambutnya hitam dan wajahnya sungguh Asia. Berbeda dengan Helga yang wajahnya ketara Latina sekali. Lalu darimananya mereka bisa bersaudara? Mirip saja tidak.             Untuk kesekian kalinya, Sam mengacak – acak rambutnya yang sejak awal sudah kusut. “Gue ke kelas duluan, bye!.” Ujar Sam datar kemudian beranjak tanpa memandang Narcissa sedikitpun. Narcissa menggelengkan kepalanya maklum. Sungguh, perilaku Sam sekarang ini tidak mencerminkan sifat dirinya sama sekali. Sam yang menurut pandangannya adalah pemuda cool, cuek, dan apa sajalah julukannya bisa sebegini pusing hanya karena masalah “Teman”, sepertinya status cool nya patut dipertanyakan. . .             “Jadi begitu ya!”             “Gue peringatin lo, jangan sekali – sekali mengusik kehidupannya!”             “Hee? Kalian musuh ‘kan?”             “Bukan urusan lo!”             “Dia itu orang gila. Lo b**o banget mau aja di peralat sama dia. Gue yakin dia nggak benar – benar mau berteman sama lo.”             “Dasar b******k!”             “Kita lihat nanti, siapa yang akan tertawa paling akhir.”             “Sam memiliki kemampuan!”             “So? gue harus takut. Kemampuan apaan sih? Melihat kebohongan? Jangan – jangan malah dia yang pembohong sejati.”             “Jaga ucapan lo ya! Sam pasti tau semua hal busuk yang lo lakuin. Gue yakin itu.”             “Oh ya? Gue rasa lo harus cepat - cepat jagain teman lo itu, atau bisa gue bilang… mantan teman  lo?”             “b******k!”             “Yeah, suka – suka lo saja dah. Bye~ Bye~”             Sam mendengar percakapan itu dari balik dinding. Ia kenal suara Stefan dan yang satunya lagi, ah, ya si cowok cantik yang mencoba melecehkan Narcissa waktu itu. Apa yang mereka bicarakan? Dan kalau Sam tidak salah dengar, barusan Stefan—atau Ren mungkin, menyebut namanya. Apa masalah mereka berdua dengan dirinya?             Oh, atau dendam si cowok cantik itu begitu besar padanya. Sejak insiden ikat – mengikat sampai tongkat baseball yang dipaksa masuk di mulut Ren itu, entah berapa kali ia bertemu dengannya, dia selalu mengeluarkan death glare andalannya. Tidak ada kata apapun yang diucapkan cowok itu, ia hanya mengeluarkan aura seakan hendak membunuh Sam saat itu juga. Kalau saja tatapan mata bisa melobangi tubuh seseorang, mungkin Sam sudah tewas dengan berbagai lubang menganga di tubuhnya. Tapi, memangnya Sam peduli soal ajakan bermusuhan? Toh sejak awal Sam tidak ada niatan untuk beramah tamah dengan Ren meski dia adalah kakak kelasnya. Soal tongkat baseball itu, masih mending Sam menjejalkan tongkat itu di mulut Ren. Hey, Ren hanya mengemutnya saja kan, tidak harus menelannya juga.             Tunggu dulu, kalau Sam tidak salah dengar, barusan Sam menyebutkan soal ‘Kemampuan’ lalu ‘Sam’ dan ‘Kau tidak bisa mengelabuinya’. Sebentar, kemampuan Sam kan berkaitan dengan ‘Melihat angka kebohongan’. Oh, sepertinya memang benar jika selain Narcissa, dua pemuda itu juga mengetahui perihal kemampuannya.             Arrrrgggkkkh!!!!             Rasanya Sam ingin pergi ketempat di mana ia bisa sendirian saja. Sam kemudian buru – buru beranjak dari sana dan berlari pergi sebelum kedua pemuda itu menangkap basah dirinya yang tengah er… menguping. Lagipula Suasana sekolah memang bukan hal yang ia sukai, well, ingatlah bahwa Sam adalah pemuda yang lumayan anti sosial yang mungkin sangat malas dengan keramaian. Jujur saja, jika boleh memilih, Sam lebih suka menjalani home schooling saja. Suasana sepi, dan ia tidak perlu mendengarkan keberisikan teman sekelas.             Drrrrrtttt…! Drrrrrrttt…!             Sam merogoh saku celana seragamnya. Jarang – jarang ada yang menghubunginya. Kecuali ibunya tentu saja. Well, sebenarnya dugaannya tidak salah. Tebakan yang beruntung.             “Hallo” Sapa Sam pelan.             //”Ah hallo sayang. Bagaimana kabarmu?”// Balas suara diseberang telepon.             “Baik. Aku ada disekolah bu. Ada kepentingan apa?” Tanya Sam to the point. Sam mendengar helaan napas ibunya dari seberang telepon.             //”Kau memang tidak bisa diajak basa – basi ya Nak.”// Jawab Nyonya Lily sambil terkikik geli.             Sam mendengus mendengarnya. “Yeah, jadi ada apa Bu?”             //”Ah nanti malam datanglah ke rumah.”// Kata nyonya Lily terdengar riang.             Sam mengerutkan alis. “Ada apa?”             //”Sekarang ulang tahun Fleur sayang. Kita mengadakan pesta.”// Nyonya Lily memutar bola matanya bosan mendengar suara anaknya. Sayang, Sam tidak melihatnya.             “Jujur saja Bu. Kenapa juga harus pesta. Fleur bukan anggota keluarga kita.” Jawab Sam malas.             //”Jangan kurang ajar nak. Dia tamu kita.”// kata Nyonya Lily dan kalau saja mereka sedang berbicara secara langsung, maka Sam akan melihat raut keseriusan diwajah anggun Ibunya.             “Aku bisa terima jika itu pesta untuk Helga, tapi… untuk Fleur? Dia anakmu yang baru bu?” jawab Sam sarkastik,             //”Ck, intinya nanti malam kau harus datang.”//             Tut.. tut..             Panggilan dari ibu Sam sudah terputus.             Sam mendecih kesal. Apa – apaan tadi? Pesta? Heh, untuk Fleur? Berlebihan sekali. Dia hanya tamu di keluarganya kenapa juga harus repot – repot membuat pesta hanya karena… ulang tahun. Sam tidak iri, sungguh. Ia tidak menyukai pesta sama sekali. Memang, setiap dirinya berulang tahun ibunya akan mengadakan pesta besar – besaran dengan tamu – tamu penting orang tuanya. Lalu secara halus ibunya akan berusaha menjodohkannya dengan para putri  - putri kolega ayahnya. Sejenak Sam akan bingung sendiri, sebenarnya pesta itu untuk apa? Pesta ulang tahun kah? Atau… pesta mencari jodoh?             Omong – omong soal pesta, ia malas sekali mendatangi yang namanya pesta. Ramai, berisik, dan menyebalkan. Sialnya lagi, ibunya adalah maniak pesta. Nyonya Lily akan sangat bersemangat jika mendengar yang namanya “Pesta”. Padahal, Sam sudah susah payah memilih sekolah yang cukup jauh dari kediamannya hingga tinggal di rumah kos demi mengurangi intensitasnya melihat orang-orang agar kepalanya tidak segera meledak karena terlalu banyak melihat angka-angka. Sekarang, Ibunya malah memaksanya ikut pesta yang notabene tidak ada hubungannya sama sekali dengannya.             Ulang tahun Fleur? What the hell? Tidak penting sekali untuk kehidupannya, astaga.             Sam mengurut pelipisnya pelan. Rasanya migraine kembali menghampirinya. Ah, kalau keadaan yang begini biasanya itu karena Sam terlalu banyak memikirkan Narcissa, tetapi sekarang keadaannya berbeda. Well, jujur saja, sudah beberapa hari ini ia absen memikirkan Narcissa. Bagaimana kabar gadis itu ya?             Sam menutup matanya sebentar, kemudian setengah berlari untuk segera pulang ke kos nya.             Soal pesta itu—             —Akan ia pikirkan nanti saja. ----
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD