People From The Past

2411 Words
Gara – gara perkataan Stefan di kelas kemarin, Sam jadi tidak bisa tidur. ‘s****n’ umpat Sam dalam hati. Bisa – bisanya dia memikirkan ocehan tidak jelas teman sekelasnya itu? Tapi ini menyangkut tentang Narcissa dan Sam sudah pasti tidak dapat mengabaikannya. Sungguh, Sam benar – benar tertarik pada gadis bermata hazel itu. Apa sih maksud Stefan dengan ‘Lebih dari teman’ ? menjadi sahabatnya begitu? Well—Sam bahkan sudah menegaskan pada Narcissa kalau ia harus menjadi teman baiknya. Bukannya dia tidak mengerti atau apapun. Hanya saja, jika yang dimaksud Stefan adalah ‘itu’ maka… ah s**l, wajah Sam merona memikirkan asumsinya sendiri. “Cih, s****n, s****n, sialan.” Sam mengumpat terus – terusan sejak pulang dari sekolahnya kemarin. Ia bahkan bersikap sedikit canggung kepada Narcissa gara – gara ucapan asal Stefan di kelas kemarin -00000 “Er…Sam? Kau kenapa sih? Kau sakit?” Narcissa mendekati Sam yang tengah duduk sambil mendekatkan wajahnya kepada Sam. Sam yang terkejut membelalakkan matanya, bibirnya terbuka dan wajahnya merona karena melihat Narcissa begitu dekat dengannya. “Aku baik – baik sa—ja.” Sam merutuki suaranya yang bergetar hanya karena melihat Narcissa berada tepat beberapa senti di depannya, huh, sepertinya topeng datar Sam mulai runtuh di depan gadis ini. Narcissa menyipitkan matanya, ia memandang skeptis kearah Sam. -00000 “Kau yakin?” Tanya Narcissa masih memandangi Sam. Sam menoleh ke arahnya, memberikan senyum tipis yang lebih terlihat seperti ia mengulum bibirnya sendiri, Sam mengangguk pelan. Terkadang Sam berpikir, bagaimana gadis sebesar ini bisa tidak berbohong sama sekali di dalam hidupnya. Memangnya keluarga seperti apa yang membesarkannya? Oke, bukannya ia berpikir bahwa orang tuanya mengajarinya berbohong—tidak sama sekali. Sam menyayangi orang tuanya terutama ibunya, lebih dari apa saja. Oh, ia juga sayang kepada ayahnya, hanya saja tidak sebesar rasa sayangnya kepada ibunya. Sesaat Sam merasa khawatir. Sekarang angka kepala Narcissa masihlah nol sama seperti ketika pertama kali ia melihat gadis ini. Lalu bagaimana jika angka itu tiba – tiba berubah menjadi -00001? siapa orang pertama yang akan ia bohongi, dan atas dasar apa ia akan berbohong nantinya. Sam meremas dadanya yang tiba – tiba terasa sesak memikirkan itu. Ah—sebenarnya bukan masalahnya juga mau angka itu bertambah atau tetap seperti itu, hanya saja… Sam sudah sangat tertarik kepada gadis ini. Sam mendekati Narcissa yang sedang berjongkok merawat bunga mawarnya. Matanya berbinar cerah dan bibirnya tidak pernah meninggalkan senyuman dari sana. Memandangi caranya merawat bunga – bunga itu sambil sesekali mencuri pandang kepadanya. “Er… apa kau tidak terlalu banyak memberikan air Cissy?” Tanya Sam pelan. Narcissa menoleh ke arahnya dan tersenyum. “Kau benar – benar tidak tau apa – apa ya Sam.” Kata Narcissa sambil tertawa kecil. Sam memalingkan wajahnya. Lagi – lagi ia menjadi bahan tertawaan Narcissa lagi, walau kabar baiknya, tidak ada si bodoh Stefan di sana. “Hey Cissy?” Sam memeluk Narcissa dari belakang. Narcissa yang tidak siap dengan itu bergerak – gerak gelisah mencoba melepaskan diri. -00000 “A—apa yang kau l—lakukan Sam?” Narcissa bertanya pelan, suaranya bergetar karena takut. Tentu saja takut, apa yang akan kau lakukan jika teman laki – laki yang baru kau kenal beberapa hari yang lalu tiba – tiba memelukmu dengan erat begini. Narcissa merasakan gelagat aneh Sam sejak tadi, tapi ia tidak berpikir kalau Sam sampai berani memeluknya begini. “Cissy, apa kau pernah berpelukan dengan laki – laki atau berciuman?” Tanya Sam dengan suara rendahnya yang menderu. Narcissa masih berusaha melepaskan lengan Sam yang melingkari tubuhnya sejak tadi. Sam memeluk Narcissa semakin erat, sehingga membuat Narcissa menggerang karena pelukan itu lumayan menyakiti tubuhnya. -00000 “L—lepaskan Sam.” Gumam Narcissa lirih. Napasnya sedikit tersengal – sengal, pelukan Sam membuatnya sesak. “Kau belum menjawabku.” Sam masih mengeratkan lagi pelukan itu. Narcissa menggigit bibir bawahnya. Rasanya sesak sekali. Sam menjadi sedikit kasar kepadanya. Sam terus memandangi atas kepala Narcissa sambil menunggu jawaban gadis di dalam pelukannya tersebut. -00000 “A—aku tentu saja pernah Sam.” Kata Narcissa cepat. Ia meringis menahan ngilu di lengannya yang ditekan sejak tadi. -00000 “B—bisakah kau melepaskanku?” Tanya Narcissa kemudian. Sam memandangi atas kepala Narcissa, tidak ada yang terjadi. Sam mengulum senyum tipis, dan entah karena walau ia senang Narcissa tidak berbohong tetapi rasanya banyak beban yang dipikulnya sekarang ini, rasanya begitu menyesakkan. Ia melepaskan pelukannya, memandang Narcissa yang terengah – engah sambil memegangi dadanya. Sepertinya Sam terlalu berlebihan sampai membuat Narcissa sesak napas begini. “Maaf Cissy.” Sam memandang Narcissa khawatir. Bagaimana reaksinya setelah ini apa Narcissa akan menampar Sam atau yang paling parah, dia tidak akan mau berteman dengan Sam lagi gara – gara tindakan kurang ajarnya tadi. -00000 “Kenapa kau melakukan itu?” Narcissa memandang Sam dengan tatapan nanar. Wajahnya memerah, dan iris hazel-nya berkaca – kaca. Tunggu, apa Narcissa akan menangis? “M—maafkan aku Cissy. Sungguh, seharusnya kau langsung memukulku tadi. A—aku sebenarnya bukan maksudku unt-“ s**l, Sam mengumpat dalam hati. Kenapa ia malah tidak bisa menemukan alasan yang tepat kenapa ia melakukan hal i***t semacam tadi? Hanya karena pikirannya tentang siapa orang yang akan Narcissa bohongi pertama kali, dia sampai berani memeluk Narcissa, bahkan hampir membuatnya pingsan gara – gara sesak napas. -00000 “Apa kau melakukan itu karena……” Narcissa memandang Sam dengan bibir cemberut. Sam kebingungan tentu saja, berusaha mencari alasan apa yang tepat dan tentu saja menjelaskannya agar Narcissa tidak salah paham, atau malah menganggap Sam sedang memperolok dia. -00000 “Apa itu karena kau memang menginginkan untuk tahu bahwa Ayah sering memelukku?” Kata Narcissa dengan polosnya. Sam menepuk jidatnya sendiri. Sesaat ia lupa betapa polos pikiran gadis ini. Sam tersenyum lembut. Entah kenapa beban yang tadi serasa berat di pundaknya jadi terangkat “Maafkan aku.” Kata Sam dengan tulus. Narcissa mengerutkan alisnya, kemudian tersenyum lebar. -00000 “Baiklah, maaf diterima.” Katanya. “Cissy, apa kau percaya jika ada seseorang yang … bisa melihat kebohongan orang lain dari perkataannya?” Tanya Sam pelan. Ia memandang Narcissa sekilas. Narcissa mengerutkan alisnya, ia sedang berpikir. -00000 “Menurutmu sendiri bagaimana?” Narcissa ikut bertanya. Sam menghela napas. Mana mungkin dia bisa menjawabnya. Jika ia bilang percaya, kesannya itu sangat menggelikan. Kemampuannya tidak lazim dan ia sangsi ada orang lain yang memiliki selain dia. Tapi jika ia bilang tidak percaya, maka ia hanya membohongi dirinya sendiri. Ia bilang tidak percaya tapi kemampuan itu ada pada dirinya sendiri. Maka itulah Sam hanya dapat terdiam saat Narcissa malah bertanya padanya. “Kuharap kau tidak menjawab pertanyaan dengan pertanyaan.” Kata Sam rendah. Matanya memandang kemana – mana selain kedalam hazel Narcissa. -00000 “Aku percaya kok. “ Narcissa tersenyum manis. Sam, menoleh ke arahnya, memandang dalam kepada kilau hazel-nya dan berusaha mencari kesungguhan dari ucapannya barusan. Angkanya tidak bereaksi dan itu tandanya ia tidak berbohong. -00000 “Katakan padaku, berapa angka kebohonganku?” Tanya Narcissa dengan riang. Sam tercengang, ia tidak habis pikir dengan pertanyaan Narcissa. “A—apa maksudmu?” Tanya Sam tergagap. Narcissa tersenyum lagi. Senyumannya berkembang lebih cerah . -00000 “Tentu saja aku ingin tau berapa angkaku? Jawab aku Sam.” “A—aku, t—tunggu. Kau berpikir kalau aku…” -00000 “Yeah, itu benar kan Sam?” Sam memandangnya nanar. Ia tersenyum lemah. Betapapun polosnya Narcissa, ia bisa sangat mengerti dia. Dan sebelum Sam sempat berkata bahwa ia memiliki kemampuan aneh, Narcissa malah sudah mengetahuinya. “Kau sungguh ingin tau?” Tanya Sam tersenyum tipis. Narcissa mengangguk antusias. “0” jawab Sam singkat. “A—apa?” Narcissa memiringkan kepalanya. “Angkamu 0.” Sam memperjelas jawabannya. “Angkamu sangat cantik Cissy.” Lanjut Sam kemudian. . . Sam melempar tas sekolahnya sembarangan kemudian bergegas ke kamar mandi setelahnya. Mengguyur dirinya mungkin cara terbaik membersihkan pikirannya yang selalu dipenuhi gadis bernama Narcissa itu. Sam mengumpat, dan merutuki dirinya sendiri sejak tadi, kenapa ia bisa lepas kendali begitu, sampai ia berani memeluk gadis yang baru beberapa hari menjadi temannya. Sungguh tidak sesuai dengan karakter yang ia pakai selama ini. Yang menjadi bebannya lagi adalah bagaimana ia bisa memberitahukan kemampuan aneh nya kepada gadis itu. Setelah ritual mandinya yang bisa dibilang lama, Sam keluar dengan tampang lebih segar, bukan lagi tampang kusut dan jelek seperti tadi. Bukan salahnya jika ia sampai memeluk Narcissa, gadis itu membuat pikiran Sam campur aduk dan Sam benar – benar merasa sangat s**l kali ini. Sam tengah asyik mematut dirinya di depan cermin sambil memandangi atas kepalanya (siapa tahu ia bisa melihat angka di atas kepalanya) sampai ia berhenti ketika bel di pintu kosnya berbunyi. Sam bergegas ke depan dan membuka pintu. Seorang wanita berpakaian serba hitam memeluknya dengan bernafsu. -15490 “Oh, sayang Ibu sangat merindukanmu. Bagaimana kabarmu? Kau baik – baik saja kan tanpa pelayan? Kenapa kau tidak pernah menelfon rumah sama sekali? Kau sudah melupakan ibu dan ayah eh? Lalu bagaimana sekolahmu? Kau sudah menemukan teman baik?” Sam memutar bola matanya sebal. Ibunya terlalu over protective padanya, padahal sekarang ia sudah tujuh belas tahun. Dan jangan lupakan kalau Sam itu anak laki – laki. Bukan anak perempuan yang rentan terhadap kejahatan. “Uh, ibu lepaskan aku. Bagaimana aku bisa menjawab kalau kau bertanya sebanyak itu?” Sam menarik dirinya dari pelukan maut ibunya. Ia memijit – mijit pelan bahunya yang terasa agak nyeri. Ibunya tersenyum jahil kemudian melepaskan anaknya. -23609 “Bagaimana kabarmu nak?” seorang pria tinggi besar yang berwajah mirip dengan Sam menghampirinya kemudian menepuk bahu Sam dengan sayang. Sam tersenyum “Baik Ayah. Kalian tenang saja.” Ucapnya lembut. “Masuklah, orang – orang menatap Ibu sejak tadi memelukku.” Sam tersenyum jahil dan dihadiahi cubitan dari ibunya. Mereka duduk di ruang tamu. Sam menyuguhkan minuman dan beberapa camilannya kepada kedua orang tuanya. “Jadi? Kenapa Ibu dan Ayah datang ke sini dan tidak bilang – bilang?” Tanya Sam datar. Matanya menyipit memandang kedua orang tuanya. -23609 “Ayah tidak akan buru – buru kemari, kalau saja Ibumu yang cerewet ini tidak menarik Ayah dengan paksa, nak.” Kata Ayahnya. Sam tertawa kecil. Tuan Evan dan Nyonya Lily adalah orang tua Sam. Tuan Evan bertubuh tinggi, kulitnya sama pucat dengan kulit Sam, rambutnya juga serupa dengan Sam. Jika mereka berjalan berdua, Sam Nampak seperti tiruan Tuan Evan dalam versi remaja. Sedangkan Nyonya Lily bertubuh langsing, tidak terlalu tinggi, wajahnya ramah dan lemah lembut, dia sosok nyonya yang sempurna. Keluarga mereka selalu menggenakan setelan serba hitam, kecuali seragam sekolah Sam tentunya. Bahkan saat sekarang Sam tidak lagi tinggal dengan kedua orang tua nya ia juga masih tetap menggunakan setelan serba hitam kemanapun dia pergi. Ciri khas keluarganya—mungkin. -15490 “Jadi bagaimana keadaanmu?” Nyonya Lily menanyainya lagi. Sam tersenyum kecil, memandang maklum atas sikap berlebihan ibunya. “Aku baik – baik saja. Sungguh.” Jawab Sam dengan tenang. Sam sejenak melupakan bahwa di atas kepala kedua orang tuanya ada angka – angka yang jumlahnya sangat tinggi. Kedua orang tuanya orang – orang sibuk dengan banyak kenalan, jadi wajar jika angka mereka tinggi. Toh Sam juga tidak peduli seberapa tinggi angka di atas kepala orang tuanya, mereka tetap orang yang paling Sam sayangi di dunia ini. Nyonya Lily meneguk sedikit teh di cangkir yang Sam suguhkan. Alisnya mengernyit samar. -15490 “Nak, apa kau minum yang seperti ini setiap harinya?” Tanya nyonya Lily. Sam menggaruk tengkuknya gugup. Dia lupa kalau lidah orang tuanya itu lidah kelas tinggi, dan ia malah menyuguhkan teh celup instan yang dibeli di warung dekat kosnya. “Er… y—ya… begitulah.” Jawab Sam pelan. -15490 “Ini sungguh tidak baik Nak. Kau sebaiknya kembali tinggal di rumah kita.” Kata Nyonya Lily. Sam menatap horror kepada ibunya. Tidak, ia tidak akan kembali ke rumahnya. Ia sudah cukup nyaman tinggal di kos ini, setidaknya di dalam sini ia sendirian dan tidak harus bertemu angka – angka s****n itu. Sedangkan jika ia harus berada di rumahnya, ia pasti akan cepat pusing. Pelayan di sana banyak sekali dan otomatis ia harus melihat angka – angka s****n itu berseliweran tiap harinya. “No, aku tidak akan kembali ke sana bu. Aku sudah cukup nyaman di sini, dan lagi aku ingin mandiri bu” ucap Sam cepat. Nyonya Lily terlihat kecewa dan Sam merasa bersalah karenanya. -15490 “Tapi nak. Aku tidak tega kau tinggal sendirian di sini. Tanpa pelayan?” bujuk nyonya Lily keras kepala. Sam sendiri sama keras kepalanya dan ia tidak mau kembali ke kediaman orang tuanya. “Tidak, aku akan tetap di sini. Lagipula, aku tidak mau terus – terusan menjadi anak manja yang selalu dilayani bu. Yah, bantu aku jangan diam saja.” Sam memandang ayahnya yang sejak tadi hanya memperhatikan perdebatan ibu-anak itu. Tuan Evan tersenyum tipis. -23609 “Sudahlah Lil, biarkan dia di sini. Dia sudah cukup dewasa untuk tinggal sendiri.” Tuan Evans mengelus bahu istrinya sambil tersenyum. Nyonya Lily menghela napas kemudian tersenyum pasrah. -15490 “Baiklah nak, tapi kau harus kembali ke rumah setiap liburan.” Katanya kemudian. Sam tersenyum cerah . “Siap Bu.” -15490 “Oh ya Nak, ibu lupa bilang. Kau ingat dengan Helga? Kakak sepupumu yang tinggal di Perancis itu?” nyonya Lily memandang Sam yang tengah berpikir. “Oh, kak Helga. Tentu saja aku ingat, kita masih sering berbincang lewat telepon kok.” Jawab Sam tenang. -15490 “Lalu apa Helga bilang padamu bahwa tahun ini dia akan kembali ke Indonesia?” nyonya Lily bertanya lagi. Stefan terbatuk – batuk dan hampir menyemburkan tehnya kalau saja ia tidak dengan sigap menahannya. “W—what? Ibu serius? Dia tidak bilang apa – apa padaku. Kakak macam apa dia?” Sam menggerutu pelan. Ibunya tertawa kecil. -23609 “Dia ingin buat kejutan katanya, tapi batal. Ibumu sudah memberitahumu nak. Dia tidak sendiri ke sini” sahut tuan Evan dengan suara beratnya. Sam menoleh memandang ayahnya, alisnya terangkat sebelah. “Maksudnya tidak sendiri?” tanyanya penasaran. -23609 “ Dia akan datang bersama Fleur.” Jawab Tuan Evan. Sam mengerutkan alis. ‘siapa Fleur?’ batinnya penasaran. “Fleur?” -23609 “Kau lupa? Dia bersamamu saat pesta di kediaman Tuan Henry enam tahun yang lalu.” Sam menumpukan telapak tangannya pada dagu, ia mengingat – ingat siapa orang dengan nama ‘Fleur’ itu. Ia ingat saat pesta di kediaman tuan Henry malam itu, tapi Seingatnya, enam tahun lalu ia di pesta itu hanya bersama dengan Helga, kakak sepupunya saja. Lalu siapa Fleur itu? ----
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD