“Kenapa kau melakukannya?”
“Untuk bertahan.”
“Berbaliklah. Ada jalan lain yang bisa kau tempuh, Zhi.”
Zhi mengangkat kepala, menatap sosok berpakaian serba putih di depannya. Entah sosok itu imajinasi atau memang nyata, dia tidak bisa melihat secara jelas. Pandangannya mulai mengabur. Netra sehitam batu obsidian tampak kosong tanpa kehidupan. Tubuhnya sempoyongan. Ketika akan terjatuh, dia menopang diri menggunakan Azrael (nama pedang yang ada di tangan kanannya). Dia menatap pakaiannya yang penuh darah, luka-luka di tubuhnya, pistol di tangan kiri, kemudian menatap puluhan mayat di sekitar.
“Sudah terlambat,” kata Zhi.
“Seberapa banyak dendam dan kebencian yang kau miliki, sehingga kau melakukannya sampai sejauh ini?”
Zhi masih terus melangkah, melewati puluhan mayat, mencoba keluar dari hutan belantara.
“Kau selalu teguh pada jalanmu sekalipun itu salah, tapi apa tujuan hidupmu, Zhi?”
Zhi berhenti bergerak sesaat, menatap tanah di bawah, lalu melanjutkan kembali langkahnya.
“Jika ada keadaan lain, apa kau ingin hidup dengan cara berbeda?”
Bruk
Zhi terjatuh. Berusaha bangkit, namun gagal. Dia akhirnya merebahkan diri, lalu menatap dahan pepohonan. Sinar bulan yang menyelinap di antara celah dedaunan seakan menyorot wajah tampan yang lelah itu. Sesekali saat angin bertiup, dia bisa melihat sekilas langit berbintang di atas sana. Mati seperti ini pun sepertinya tidak terlalu buruk.
Tepat setelah memikirkan kematian, Zhi muntah darah, melemahkan setiap tarikan napas. Desahan kesakitan lolos dari bibir pucat itu. Seolah ada yang menarik rohnya keluar dari tubuh. Seperti ada yang menancapkan ribuan pedang tajam ke ulu hati, lalu menariknya bersamaan, kemudian menancapkannya kembali. Seperti itu berulang kali. Sesak. Dia tidak tahu kalau kematian akan semenyakitkan ini.
Sebelum napasnya benar-benar hilang, Zhi mendengar sosok berpakaian putih itu berkata, “Hiduplah, dan pilih jalan berbeda.”
***
Zhi mengerang, merasakan sakit luar biasa dari setiap inci tubuhnya. Dia sangat haus dan lelah, seolah tidak punya tenaga. Mencoba membuka mata, dia lalu memfokuskan pandangan pada objek di sekitarnya. Setelah berkedip beberapa kali, samar-samar terlihat dahan-dahan pohon besar, kunang-kunang yang terbang di sekitar, lalu ada bunga-bunga aneh yang mengeluarkan cahaya.
“Apa ini surga? Tapi tidak mungkin orang sepertiku ada di surga...”
Tiba-tiba terdengar histeris dan teriakan di kejauhan. Suara-suara itu seperti permintaan tolong untuk menyelamatkan seseorang dari kebakaran. Tepatnya kebakaran di sebuah bangunan.
Zhi pikir dia masih terjebak di hutan yang sama, tempatnya menghabisi seluruh rekan dalam organisasi pembunuh bayaran, tapi suasana dan objek sekitarnya tidak mirip. Untuk mengkonfirmasi spekulasi di kepala, dia mencoba bangkit, tapi seluruh tubuhnya tidak memiliki tenaga. Dia merasa sangat lelah, tapi bukan jenis lelah akibat membantai rekannya. Dia tidak merasakan luka dari paska p*********n. Jenis lelah ini seolah seluruh energinya terhisap habis. Lelah seperti lapar berhari-hari. Dia hanya mampu menggerakkan tangannya, kemudian terkejut ketika mendapati tangan itu bukan miliknya. Itu tangan seorang anak kecil.
Sekali lagi Zhi memfokuskan pandangan ke sekitar, tapi sebelum mengevaluasi lebih lanjut, kesadarannya terenggut.
***
Sebulan kemudian...
“Zhidian!”
Zhi menoleh, melihat Tom datang dengan kudanya.
Tom, pria di pertengahan usia tiga puluhan, turun dari kuda, lalu melemparkan sebuah apel.
Zhi menangkap apel dan memakannya.
“Aku sudah mengkonfirmasi setiap warga dari lima Distrik sekitar sini, tapi hasilnya masih sama; tidak ada orangtua yang merasa kehilangan anak.” Tom dengan hati-hati mengukur ekspresi Zhi, tapi anak itu masih berwajah datar seperti biasa, seakan mereka sedang membicarakan rasa apel yang dimakannya. “Kau tidak bisa terus-terusan tinggal di rumah Kepala Distrik.”
Barulah Zhi mengalihkan perhatiannya dari apel, kemudian menatap netra hijau Tom.
“Maaf. Aku dipindahtugaskan untuk menangani pemberontakan. Tempat ini lebih berbahaya, dan aku tidak bisa membawamu.”
“Aku mengerti,” sela Zhi.
Tom menghela napas. Dia selalu bertanya-tanya sejak sebulan yang lalu, apakah dia benar-benar berhadapan dengan anak usia tujuh tahun? Perangai anak lelaki ini sama sekali tidak seperti usianya. Dia bisa memaklumi kalau anak ini kehilangan ingatan, tapi anak ini bahkan tidak menangis atau merengek minta bertemu keluarganya. Sikapnya sangat tenang seolah tidak peduli hidup membawanya ke mana.
“Aku sudah membuat janji dengan bawahan Tuan Carl. Dia mau menjemputmu dan mempertemukanmu dengan Tuan Carl.”
“Siapa Tuan Carl?”
“Kerua Dawn Warrior. Tuan Carl yang pertama kali menemukanmu di hutan saat terjadi kebakaran di penginapan sebulan yang lalu.”
“Oh...”
Setelah melakukan analisa kasar selama sebulan ini, Zhi akhirnya menerima kenyataan bahwa dia telah terlahir kembali sebagai anak lelaki usia tujuh tahun tanpa identitas. Satu-satunya petunjuk tentangnya hanya kalung dengan bandul kecil bentuk prisma segi enam bening, yang di dalam prisma ini terdapat pasir dengan tujuh warna. Ketika berada dalam gelap, bandul kalung akan bersinar dan sebuah tulisan muncul di kacanya; Zhidian. Dari situlah kemudian Zhi mengatakan namanya adalah Zhidian. Selain dari itu, dia tidak mendapat ingatan apapun dari pemilik tubuh sebelumnya.
Zhi terlahir kembali di daratan luas bernama Nara Land. Di sini ada dua kerajaan besar yakni Ethioria dan Ertarizka. Dia berada di Ethioria, tepatnya di Distrik 197.
Di Nara Land ada empat ras; manusia, peri, monster dan iblis. Ras peri berada di wilayah hutan hijau bernama Faeland, yang lokasinya berada di antara Ertarizka dan Ethioria. Jumlah mereka tersisa sekitar seratus karena telah bayak yang tewas dimakan monster. Ras iblis berada di bagian bawah Nara Land, sebuah tempat bernama Dark Weald. Kalau ingin ke sana, harus melalui portal di hutan Faeland, atau meminta bantuan penyihir tingkat tinggi untuk membuat portal. Tapi tidak ada manusia bodoh yang mau mendatangi tempat itu, kecuali sudah bosan hidup.
Beberapa manusia terlahir istimewa karena mampu menyerap energi alam (berikutnya disebut mana). Perbandingan golongan yang memiliki mana dengan manusia biasa yakni 1:9. Jadi, orang-orang ini lebih dihormati di masyarakat. Mereka kemudian disebut penyihir. Setiap penyihir memiliki elemen dasar yang bisa dia kendalikan dan kembangkan.
Zhi bisa merasakan suatu energi dalam dirinya. Energi itu tenang seperti lautan. Kata Tom, mungkin dia berpotensi menjadi penyihir. Untuk membuktikan hipotesisnya, mereka perlu melakukan tes pada Bola Kristal. Alat tes itu hanya ada di Distrik Utama, dan harganya sangat mahal. Ada satu cara untuk menguji keberadaan mana seseorang secara gratis, yakni pada penerimaan murid baru di Hassel Academy, tapi akademi itu hanya terbuka setiap lima tahun sekali, dan yang bisa menjadi murid di sana minimal berada pada tingkat mana tiga bintang.
Zhi senang bisa pergi dari Distrik 197. Bukan kemiskinan mencekik leher yang membuatnya muak di sini, melainkan penduduknya yang tidak ramah. Mereka menatap Zhi seolah dia parasit. Sekalipun tidak memedulikan mereka, tapi dia tidak bisa bertahan hidup dengan orang-orang berpikiran rendah.
Zhi punya modal dengan energi dalam diri. Hanya perlu lebih banyak mempelajari situasi, maka dia bisa beradaptasi dan berdiri dengan kedua kakinya. Sama seperti di kehidupan sebelumnya.
“Kenapa diam saja? Tidak mau berpisah dengan Paman, ya?” tanya Tom sembari mengacak rambut hitam Zhi.
Zhi menepis tangan besar di atas kepalanya. Dia paling benci kepalanya disentuh orang lain.
Tom tidak marah, malah merasa tingkah Zhi sangat imut. “Jangan terlalu galak, bagaimana nanti kau bertahan hidup seandainya tidak bisa menemukan kedua orangtuamu?”
Zhi mengabaikan Tom. Dia berjalan keluar hutan, menuju rumah Kepala Distrik.
“Hei, tunggu aku.” Tom kembali mengambil kudanya yang sempat terlupakan, lalu menariknya. “Ngomong-ngomong, kenapa kau selalu ke hutan itu setiap hari? Apa yang kau cari di sana?”
“Petunjuk tentang identitasku...”
Tom mendengkus. “Sulit sekali bicara denganmu,” keluhnya.
***
Setibanya di rumah Kepala Distrik, sudah ada seorang pria usia empat puluhan dengan bekas luka sayat di pipi kiri.
“Ini Tuan Elgar,” kata Tom setelah mengikat kudanya ke dahan pohon. “Tuan ini tangan kanan Tuan Carl. Ayo beri salam, Zhi.”
Zhi sedikit membungkuk di hadapan Elgar. “Salam, Tuan.”
Elgar mengangguk ringan. Tanpa basa-basi, dia langsung bersiul, kemudian seekor elang besar mendarat di depannya. Ukuran elang itu puluhan kali lipat besar manusia.
Ini pertama kalinya Zhi melihat hewan sebesar itu, jadi dia agak terkejut.
Tom memerhatikan reaksi Zhi, kemudian tersenyum kecil. Akhirnya dia bisa melihat ekspresi lain di wajah anak lelaki itu.
Menepuk pucuk kepala Zhi, Tom berkata, “Kalau memiliki tingkat mana yang tinggi, kau juga bisa menaklukkan monster, kemudian melakukan Sworning.”
“Sworning?”
“Ya. Sworning itu proses melakukan kontrak dengan monster. Setelah melakukan Sworning, para monster itu akan melindungi tuannya, dan mematuhi segala perintah tuannya, sekalipun nyawa mereka menjadi taruhannya.”
Zhi menepis tangan Tom dari kepalanya, sedikit cemberut.
“Ayo,” kata Elgar, setelah menaiki elang besarnya.
Ada kekaguman dan sentuhan nostalgia di mata Zhi ketika dia mendekati elang, kemudian mengelus bulu lembutnya yang berwarna putih. Di kehidupan sebelumnya, dia juga punya seekor elang berbulu cokelat tua dan khusus bagian lehernya berwarna putih. Elang itu sangat setia, sampai tertembak mati untuk melindungi tuannya.
Hanya beberapa detik netra hitam Zhi memiliki sentuhan melankolis, sebelum kembali dingin seolah abai pada segalanya. Dia segera naik ke punggung elang.
Sebelum Zhi pergi, Tom berkata, “Kalau bertemu kembali dengan kedua orangtuamu, kau harus mengirimiku surat dan alamatmu. Aku mungkin akan mengunjungimu di saat senggang.”
“Baik,” ujar Zhi singkat.
“Kalaupun tidak bisa bertemu mereka, tetap kabari aku. Kau tahu harus mengirim surat ke mana, kan?”
Zhi mengangguk.
Tom menghela napas. “Hati-hati. Jangan nakal, dan cobalah lebih banyak bicara.”
“Ya.”
Tom kembali menghela napas setelah elang itu menerbangkan Zhi dan Elgar. Dia seperti seorang ayah yang berpisah dengan putranya.
Sekalipun hanya beberapa hari tinggal bersama Zhi di rumah Kepala Distrik, tapi Tom merasa cukup senang. Anak itu tidak rewel seperti anak lain seusianya. Anak itu juga banyak membantu membereskan rumah, membersihkan tempat tidur, memasak makanan sederhana, atau menutup jendela sebelum malam.
“Dia bahkan tidak mengucapkan terima kasih. Anak pendiam ini akan jadi apa saat besar nanti?”
***