"Yeeey! Dapet bonekanya. Bang Vino keren!" Aku terlalu senang saat Bang Vino mendapatkan boneka domba putih yang aku pilih sampai tanpa sengaja memeluknya.
"Buat Lo, gue harus bisa, Ri." sahutnya sambil membalas pelukanku.
Di saat itu aku baru sadar kalau sedang berada di pelukan Bang Vino. Lebih tepatnya aku yang memeluknya terlebih dahulu.
"Kyaaa! Maaf Bang, gue nggak sengaja. Gue nggak bermaksud peluk Lo sembarangan,"
Aku mundur menjauh dan langsung membuang wajah ke arah lain. Aduh, suer, aku malu. Rasanya aku tidak tahu harus bersikap seperti apa di hadapan Bang Vino.
"Santai, Ri. Gue nggak masalah kok, Lo mau peluk gue berapa lama. Lebih dari peluk juga gue nggak masalah." Bang Vino memelankan suaranya di kalimatnya yang terakhir.
Apa maksudnya coba? Dia memang tidak masalah dipeluk, tetapi aku pasti bermasalah. Apalagi sekarang aku dan dia sedang berada di tempat umum. Di sekeliling kami banyak yang memainkan game itu juga.
"Jangan asal ngomong, Bang. Berani macem-macem gue aduin sama Bang Jun," ancamku.
Semalam, saat aku baikan dengan Bang Jun, rasanya aku biasa saja saat dia memelukku. Tapi entah mengapa rasanya berbeda saat aku tidak sengaja memeluk Bang Vino. Aku merasa tidak nyaman dan salah.
"Ciee, kayaknya ada yang suka beneran sama Bang Jun. Uhuk! Calon istri om-om." Ledek Bang Vino.
"Apa hubungannya ngadu sama suka? Nggak nyambung!"
"Lo tuh. Udah kayak istri Bang Jun aja, apa-apa serba laporan." Bang Vino memeletkan lidahnya padaku. Aku langsung memukul dia sekenanya.
"Biarin! Kalau jadi beneran sama Bang Jun, jatah jajan Abang aku potong sembilan puluh persen," balasku. Setelahnya aku berjalan keluar dari area game. Bang Vino sepertinya sedang mengurus hadiah yang dia menangkan ke panitia.
"Cantik, kok ngambek gitu? Mau beli es krim nggak, nih?" Bang Vino bersuara lucu dan seakan yang sedang bicara padaku boneka yang dia menangkan tadi.
Mendengar kata es krim, tentu saja aku tidak bisa menolak. Dengan segera aku merebut boneka yang ada di tangan Bang Jun, lalu berpindah ke sampingnya. Memeluk erat lengan kekar lelaki itu.
"Mau ...," ucapku manja.
"Dasar! Tadi sok ngambek, sekarang giliran dibilang mau beli es krim langsung senyum-senyum nggak jelas dan sok manja," sindir Bang Vino.
"Jadi mau beliin, nggak? Gue ngambek lagi, nih?" aku merajuk.
Tiba-tiba saja Bang Vino menarik pipiku. Dia pikir tidak sakit apa ya? Astaga! Bang Vino menjengkelkan!
"Gemes banget sih? Utututu, adek siapa manja bener,"
Kata-kata Bang Vino membuatku salah tingkah. Dia selalu saja berhasil membuatku tersenyum tidak jelas. Memperlakukan aku layaknya bayi besar yang manja. Tapi benar juga, aku memang super manja. Haha.
"Ya udah, ayo ...," Bang Vino menuruti keinginanku.
Aku mengikuti langkahnya masih sambil bergandengan. Aku tanpa sengaja menangkap basah mata para gadis yang tertuju pada wajah Bang Vino. Mereka tampak sangat mengagumi ketampanan lelaki yang sedang menggandeng tanganku itu.
"Lo mau rasa apa?" Pertanyaan Bang Vino mengalihkan perhatianku dari para gadis itu.
"Samain sama punya Abang aja." Pada dasarnya aku suka semua rasa es krim. Jadi, dapat rasa apapun pasti akan aku makan.
Aku kembali mengedarkan mataku, mencari para gadis yang masih saja memperhatikan Bang Vino. Sebenarnya, aku yakin kalau banyak sekali gadis yang suka padanya. Hanya saja dia tidak mau membuka hatinya untuk pada gadis itu.
"Nih," Bang Vino menyodorkan satu cup es krim tiga rasa dengan kacang mete, wafer, dan juga coco chips sebagai topingnya.
"Makasih, Abang." Aku menerima cup es krim tersebut.
"Ayo duduk di sana," Bang Vino menunjuk bangku dari bahan stainless yang tersedia tidak jauh dari kami untuk tempat bersantai.
"Oke," Aku mengikuti langkah Bang Vino. Satu tanganku memeluk boneka pemberiannya.
Kami duduk bersebelahan. Aku sempat menangkap beberapa gadis saling berbisik dengan tatapan tertuju pada kami.
"Bang, Lo diliatin cewek mulu perasaan dari tadi," kataku sambil menyendok es krim dan memasukkannya ke dalam mulutku.
"Nggak usah dipeduliin. Nih, cobain punyaku,"
"Tap ...," Aku mau bilang kalau rasa es krim kami sama, tapi Bang Vino tetap memasukkan sesendok es krim ke dalam mulutku.
Beberapa gadis yang memperhatikan Bang Vino tampak pergi dengan wajah kecewa.
"Pergi 'kan mereka. Pasti mereka pikir Lo pacar gue." Bang Vino tertawa senang.
Astaga! Bukannya senang jadi cowok populer, malah mencari cara buat mengusir para gadis tersebut. Tidak hanya Bang Jun, Bang Vino juga memakai cara yang sama. Memang ya, kakak-adik selalu kompak dalam segala hal.
"Gue tau sekarang, kenapa Bang Vino ngajak gue main ke mall. Buat dijadiin tameng, 'kan? Yaelah, Bang ... kalau begini terus kapan Abang lakunya,"
"Emangnya gue barang dagangan? Intinya, gue nggak mau punya pacar. Kecuali, cewek itu mirip sama Lo," ceplos Bang Vino.
Aku yakin ini pasti cuma alasan dia lagi. Wajahnya yang super tampan itu tidak akan menyusahkan dia untuk menemukan seorang gadis yang bahkan jauh lebih baik dari aku.
"Alasan aja terus, sampe' upin ipin rambutnya lebat," sindirku.
"Beneran, Ri. Kali ini gue serius. Kriteria cewek impian gue semua ada sama Lo. Sebenarnya gue su ...,"
"Bang Jun? Di sini juga?" Aku dikejutkan oleh Bang Jun yang mendadak duduk di sampingku.
Jadi, aku berada di tengah-tengah, antara Bang Jun dan Bang Vino. Dan kemunculan Bang Jun benar-benar membuatku terkejut.
"Gue kebetulan tadi di ajak ketemu klien di sekitar sini. Terus iseng jalan-jalan dan nemuin kalian lagi makan es krim di sini," Bang Jun menerangkan bagaimana akhirnya dia bisa bergabung dengan kami.
"Tadi Bang Vino mau ngomong apa?" Aku masih ingat, Bang Vino belum selesai mengucapkan kalimatnya.
"Lupain aja, gue juga udah lupa mau ngomong apaan," Bang Vino mendadak cuek dan konsen memakan es krim yang ada di dalam cupnya.
Sebenarnya aku penasaran dengan apa yang ingin Bang Vino katakan. Tapi kayaknya kehadiran Bang Jun membuat dia malas melanjutkan pembicaraan kami.
"Gue boleh minta es krim Lo?" tanya Bang Jun.
Aku memandangi cup es krim ku yang cukup besar. Jelas aku tidak akan habis kalau memakannya sendirian.
"Nih, makan aja, Bang. Tapi sendoknya cuma satu. Gapapa?" tanyaku sambil nyengir.
"Gue yakin Lo nggak rabies. Siniin sendoknya." Bang Jun merebut sendok es krim yang ada di tanganku.
Tiba-tiba Bang Vino bangkit dari bangku tempat kami duduk.
"Ri, gue ada urusan kampus baru inget, Lo ntar pulang sama Bang Jun aja ya," katanya dengan muka kusut.
"Gitu? Ya udah. Abang hati-hati, ya."
"Oke, bye!"