1. Sang Ratu
Keisha Zwartoriska, tuan putri dari kerajaan Zwartoriska. Dia berpikir kedua orangtuanya merupakan penguasa terbaik di dunia, yang memimpin rakyat menuju kehidupan damai dan makmur.
Keisha hidup bahagia di istana bersama kakak kembar non identiknya; Keila Zwartoriska.
Saat Keisha berusia lima belas tahun, kerajaan Zwartoriska diserang dan mengalami kekalahan. Kedua orangtuanya meninggal. Dia melarikan diri bersama Keila, tapi akhirnya tertangkap dan dijadikan b***k. Dia pun berpisah dengan saudari kembarnya.
Karena tidak bisa bekerja, Keisha dikirim ke rumah b****l untuk dijadikan tunasusila. Setelah memperjuangkan hak-haknya sebagai wanita dan Tuan Putri terhormat, namun gagal, akhirnya dia menyerah. Dia tak lagi mengharapkan Keila untuk menyelamatkannya.
Keisha usia tujuh belas tahun; pertama kalinya harus melayani seorang pria, tapi dia memilih bunuh diri. Bukan bertemu kedua orangtuanya di surga, dia justru diselamatkan oleh Pangeran Ketiga dari kerajaan Zenzenia: Regulus Zen.
Zen hanya anak seorang selir, tapi memiliki ambisi menjadi penguasa di seluruh daratan. Zen bahkan berencana menggulingkan ayahnya dari singgaasana.
Keisha juga ingin membunuh raja yang telah menghancurkan kerajaannya, karena itu dia mengikuti Zen.
Enam bulan lamanya, Zen mengajarkan segala hal tentang kerajaan Zenzenia kepada Keisha. Dia juga mengajarkan baca-tulis, strategi militer, bahkan meracik racun. Tanpa sadar, dia juga mengajarkan arti cinta.
Sekalipun Keisha telah memiliki sedikit kemampuan yang berguna, tapi Zen tidak bisa mengandalkan gadis itu untuk mencapai ambisinya. Dia butuh pendukung yang memiliki kuasa.
Keisha usia delapan belas; kembali ke rumah b****l bernama Moonlight Palace untuk mencari informasi dan pendukung yang dibutuhkan Zen. Selama usahanya itu, Zen selalu menyingkirkan p****************g yang menginginkan tubuh Keisha.
Keisha usia dua puluh; menjadi kecantikan nomor satu di Moonlight Palace. Tidak hanya wajahnya yang sangat cantik, dia juga mahir bermain alat musik, dan memiliki sikap anggun. Seluruh pria di kerajaan Zenzenia menginginkannya, termasuk sang raja.
Keisha pun menjadi selir raja. Dengan kuasanya, dia memfitnah putra mahkota, dan membuat raja mengeksekusi mati putranya sendiri. Zen akhirnya menjadi putra mahkota.
Tidak ingin kekasihnya disentuh pria lain, Zen selalu membuat masalah di setiap kunjungan sang raja ke kamar Keisha. Sekalipun raja bisa memasuki kamarnya, Keisha akan membuat raja pingsan dengan racun yang diraciknya.
Di belakang raja, Keisha dan Zen menjadi pasangan kekasih. Keisha menyerahkan kesuciannya untuk Zen.
Keisha usia dua puluh satu; mendapat gelar selir agung dari sang raja karena kehamilannya, padahal anak itu milik Zen. Dengan kekuasaan Keisha, pendukung Zen semakin bertambah. Dua bulan kemudian, Keisha membunuh sang raja menggunakan racun buatannya, tapi dia harus mengorbankan putra dalam kandungannya dalam proses itu.
Zen naik tahta menjadi raja Zenzenia. Keisha menjadi ratunya, dan satu-satunya wanita di harem sang raja.
Keisha usia dua puluh dua; tengah mengandung anak Zen, tapi harus melepas Zen pergi berperang demi menaklukkan kerajaan lain. Di istana, dia mengalami intrik dari berbagai pihak yang menginginkan tahta. Anak keduanya pun meninggal selagi dalam kandungan karena usahanya mempertahankan kursi raja.
Keisha usia dua puluh empat; mengorbankan diri menjadi sandera demi ambisi Zen menguasai seluruh daratan. Dari dalam istana kerajaan musuh, dia membuat kekacauan. Dia menyingkirkan para pendukung kuat sang musuh, dan menghasut beberapa pihak untuk mendukung Zen.
Keisha usia dua puluh tujuh; berhasil menyingkirkan raja yang tergila-gila kepadanya. Secara otomatis, Zen menjadi penguasa di seluruh daratan.
Sehari setelah penobatan Zen sebagai penguasa di seluruh daratan, Keisha menenggak racun dalam minuman yang diberikan Zen.
"Kenapa, Yang Mulia?"
"Ratuku terlalu mengerikan. Dengan kecantikan dan kemampuan meracik racun, kau berhasil menyingkirkan semua musuh yang menghalangi jalanku."
"Yang Mulia ingin Hamba memercayai omong kosong itu?”
"Ratuku sudah disentuh pria lain."
Keisha tertawa, memotong omong kosong Zen lainnya. Aku hanya mencintaimu, Yang Mulia, dan hanya Yang Mulia yang menyentuhku.
"Yang Mulia takut Hamba merebut tahta Yang Mulia dan menyingkirkan Yang Mulia seperti raja-raja lain?"
Brak
Zen memukul meja.
"Jaga bicaramu! Tidak ada yang bisa merebut tahta dariku."
Keisha menelan sisa minuman beracun dengan tenang seolah sedang minum teh. "Apakah Yang Mulia lupa, Hamba selalu menggunakan racun untuk membunuh orang-orang yang menghalangi jalan Yang Mulia?"
Zen akhirnya menyadari kalau sejak awal Keisha sudah tahu minumannya diberi racun. Dia berdiri, tangan kanannya yang gemetar pun mengepal kuat.
"Tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan. Aku akan memakamkanmu di Taman Cassia."
Sebelum benar-benar keluar ruangan, Zen dihentikan oleh ucapan orang di belakangnya.
"Hamba hamil, Yang Mulia..."
Zen terpaku di ambang pintu. Saat terdengar suara jatuh di belakangnya, dia segera berbalik dan menopang tubuh Keisha. "Kei..."
Keisha tersenyum. Darah keluar dari mulutnya. Tidak ada lagi tatapan tajam penuh tekad yang biasanya membuat orang gemetar atau terkagum. Netra cokelatnya telah berubah sayu seolah lelah. Tangannya terangkat untuk menyentuh pipi pria yang sangat dia cintai.
Dua anaknya telah Keisha korbankan untuk Zen. Dia pikir anak ketiga ini bisa bertahan karena ayahnya telah menjadi penguasa. Siapa sangka, justru sang ayah sendiri yang mengambil nyawanya.
Meski Zen telah begitu kejam mengkhianatinya dan membunuh anak mereka yang belum lahir, Keisha masih dengan bodohnya mencintai pria ini di atas segalanya. Hidup dan dunianya hanya berputar di sekitar Zen, dan akan selalu begitu. Sampai akhir hidup pun, dia bersyukur karena pria inilah yang mengambil nyawanya.
Tapi kemudian, dia bertanya-tanya, kenapa harus dia yang selalu berkorban dalam cinta ini? Kenapa harus dia yang sangat mencintai sampai berakhir tersakiti?
Kalau diingat kembali, semua itu berawal dari Zen yang menyelamatkannya, sehingga dia mengalami intrik melelahkan sepanjang hidup. Jika ada kesempatan lain, atau bisa mengulang waktu, dia berharap tidak pernah bertemu dengan Zen.
Dengan suara bergetar di penghujung hidup, Keisha berkata, "Yang Mulia... Jika ada kehidupan berikutnya... jangan ... menyelamatkan Hamba... Mari kita ... jangan ... saling bertemu... lagi..."
Setelah kematian Keisha, Zen memimpin seluruh daratan dengan adil. Dia menjadi penguasa paling disegani sekaligus dikagumi. Dia perlahan menghapus sistem kasta yang lebih banyak merugikan. Di bawah kepemimpinannya, seluruh rakyat mengalami kemakmuran meski butuh proses yang cukup lama.
Sampai akhir hayat Zen, kursi ratu tetap kosong, sekalipun ada banyak selir di haremnya. Sampai akhir hayatnya, dia tidak pernah memiliki anak, sekalipun banyak wanita yang telah disentuhnya. Bahkan yang menjadi raja berikutnya pun dipilihnya berdasaran kemampuan, bukan latar belakang. Setelah kematian Keisha, dia tidak pernah sekalipun tersenyum, sampai akhir hayatnya.
Di alam lain, Keisha harus mempertanggungjawabkan dosa-dosanya.
"Bagaimana dengan Yang Mulia Zen? Yang Mulia lebih berdosa daripada aku! Yang Mulia membunuhku dan tiga anaknya!"
Seorang utusan yang mengaku malaikat, mengatakan, "Zen membawa kemakmuran bagi rakyat sampai ke ratusan generasi berikutnya. Kebaikannya lebih banyak dari dosanya. Dewa mengampuninya."
"Ini tidak adil! Kalau aku hidup, aku juga akan melakukan penebusan dosa!"
"Kalau masih hidup, kau akan bertemu saudari kembarmu, dan kau membawanya ke istana. Zen dan saudarimu memiliki preferensi yang sama tentang masalah sosial, tapi kau cemburu dengan kedekatan mereka. Pada akhirnya, kau membunuh saudarimu. Sejak itu, kau menyingkirkan semua pelayan wanita di istana."
"Tidak... Aku..."
"Zen mentolerir sikapmu selama tiga tahun, tapi setelahnya, dia mengabaikanmu. Zen sibuk dengan tujuan kesejahteraan rakyat, dan berusaha memimpin secara adil, sekalipun terhadap kerajaan yang wilayahnya dia rebut secara paksa. Kau mulai mencari perhatiannya dengan berbagai cara, termasuk memanfaatkan anakmu. Saat anakmu tidak lagi berguna, kau membuat kekacauan di istana. Fraksi yang sudah susah payah disatukan oleh Zen pun terpecah karenamu. Lalu bertahun-tahun kemudian, sesama anakmu saling membunuh karena didikanmu yang salah."
"Aku tidak akan seperti itu!"
"Kau seperti itu. Kau selalu ambisius dan serakah untuk cinta Zen. Untuk Zen, kau akan melakukan segalanya, termasuk menjadi iblis. Kematianmu sudah yang terbaik dari semua takdir. Kematianmu mencegah perang ratusan tahun, mencegah perang saudara di antara anak-anakmu, dan mencegahmu melakukan lebih banyak dosa. Kalau kau hidup, dan semua takdir buruk itu terjadi, maka kau tidak diizinkan reinkarnasi. Kau akan langsung dilenyapkan sebagai roh jahat. "
Keisha terdiam. Tidak pernah menduga kalau dia sekejam itu. Dia pun menerima nasibnya dan menjalani hukuman atas dosa-dosanya.
Selama menjalani hukuman, Keisha mengubah rasa cintanya menjadi benci.
Jika tidak bertemu Zen, dia hanya akan mati bunuh diri, lalu melakukan reinkarnasi. Tapi karena Zen, hidupnya di dunia selalu dipenuhi intrik. Bahkan setelah semua yang dilakukannya, pria itu malah membunuhnya dan buah hati mereka. Kini, setelah terbebas dari pria itu pun, dia masih harus menjalani hukuman di alam akhirat.
Ketika masa hukuman selesai, Keisha merangkak dari neraka, dan meminta satu hal kepada Dewa: Aku ingin dilahirkan kembali di dunia yang sama dengan Yang Mulia Zen.
***