Ting Tong..
Ting Tong..
Ting Tong..
Laras menekan bel rumah yang ada di samping pintu saat wanita cantik itu kini telah berada di depan rumahnya saat ini. Ya. Walaupun itu rumah milik keluarganya sendiri. Namun Laras tetap menekan bel rumahnya sebelum masuk ke dalam rumah selama ini.
Ceklek..
Suara knop pintu diputar dengan pelan mencengangkan Laras yang kini sedang menatap setiap sudut halaman depan rumah yang telah lama ditinggal oleh wanita cantik itu yang memutuskan untuk menempuh Pendidikan di Inggris setelah kepergian sang papa untuk selamanya beberapa tahun yang lalu. Larasa yang tidak pernah kembali ke Indonesia karena Laras merasa tidak sanggup jika harus kembali mengenang semua kenangan indah bersama sang papa jika Laras berada di Indonesia tepatnya di ibu kota Jakarta.
Laras menautkan kedua alis saat melihat sosok yang tampak asing di indera penglihatannya itu kini sedang berdiri di hadapan dirinya dengan penampilan maskulin dan wangi khas laki-laki itu. Banyka tanya di dalam benak Laras tentang siapa sosok laki-laki yang kini sedang berdiri di hadapan dirinya sembari menatap ke arah dirinya dari ujung kaki hingga ujung rambut Laras saat ini.
“Anda siapa? Kenapa anda bisa berada di rumah keluarga saya?” tanya Laras.
Laki-laki itu mengulas senyuman manis ke arah Laras yang kini masih menatap ke arah dirinya dengan tatapan penuh tanda tanya. Namun laki-laki itu mengatupkan multnya saat hendak mejawab apa yang ditanyakan oleh Laras karena wanita yang kini telah menjadi istrinya itu yang menjawab pertanyaaan dari Laras.
“Laki-laki ini suami mama, Laras. Papa baru kamu, Laras. Namanya Alvin, Laras,” sahut mama Della setelah berada di antara sang suami dan sang putrinya itu saat ini.
“Suami? Papa baru? Mama sudah menikah lagi? Kapan mama menikah lagi? Kenapa mama tidak memberi tahu kepada Laras jika mama sudah menikah lagi?” Bukan menjawab apa yang diucapkan oleh sang mama. Namun Laras melontarkan pertanyaaan bertubi-tubi kepada sang mama.
“Iya Laras. Mama sudah menikah lagi beberapa hari yang lalu. Mama minta maaf karena mama tidak memberi tahu kepada kamu. Semua ini mendadak Laras,” jawab mama Della.
Laras menautkan kedua alis saat mendengar apa yang diucapkan oleh sang mama. “Mendadak? Apa maksud mama? Mama hamil?”
Mama Della terkekeh saat mendengar apa yang diucapkan oleh Laras kepada dirinya. “Mama tidak hamil Laras. Mama akan memberikan penjelasan kepada kamu nanti. Kamu lebih baik istirahat dulu Laras. Mama tahu perjalanan dari Inggris ke sini sangat jauh dan melelahkan.”
“Iya ma. Laras istirahat dulu,” balas Laras.
Laras melangkahkan kaki meninggalkan sang mama dan laki-laki yang kini telah menjadi papa barunya itu setelah berpamitan kepada sang mama. Banyak tanya di dalam benak Laras tentang pernikahan sang mama yang terkesan mendadak itu. Namun Laras tidak ingin mengambil pusing dengan pernikahan sang mama. Bukan Laras yang menjalankan pernikahan itu. Tapi sang mama yang menjalankan pernikahan itu. Itulah yang ada di dalam benak Larasa saat ini sembari menaiki anak tangga menuju ke kamarnya yang berada di lanta dua rumah keluarga Laras itu.
‘Anaknya Della canti juga iya. Anaknya lebih cantik daripada Della. Kenapa Della tidak pernah cerita kalau memiliki anak cantik seperti itu?’ batin Alvin yang kini masih menatap ke arah Laras.
Mama Della mengusap tangan sang suami untuk mengajak sang suami masuk ke dalam rumah. “Mas.. Kita masuk yuk.”
Alvin yang kini sedang berada di dalam lamunanya tercengang saat mendengar suara lembut yang mulat tampak tidak asing masuk ke dalam indera pendengarannya. Sontak Alvin mengalihkan perhatian ke arah sumber suara di mana tampak sang istri kini sedang mengamit lengan dirinya dengan posesif.
“Iya sayang,” balas Alvin.
Mama Della dan Alvin melangkahkan kaki menuju ke dalam ruang keluarga setelah menutup pintu utama rumah mereka berdua saat ini.
Di sisi lain, Laras yang kini sedang membaringkan tubuh di atas tempat tidur di dalam kamarnya yang luas merasa sangat kesal saat bayangan papa barunya yang bernama Alvin terus terngiang-ngiang di dalam benak wanita cantik itu hingga saat ini. Larasa yang ingin memejamkan mata untuk melepaskan rasa lelah yang mendera di dalam dirinya setelah menempuh perjalanan di udara yang cukup panjang dan melelahkan tidak bisa memejamkan mata karena bayangan papa barunya terus menari di dalam benak Laras hingga saat ini. Apalagi senyuman manis yang menambah kesan tampan dan menawan sang papa barunya itu tidak dapat dilupakan begitu saja oleh Laras saat ini.
“Sial.. Kenapa bayangan suami mama selalu muncul di dalam benak aku? Kenapa senyuman suami mama sangat manis? Kenapa juga mama harus menikah dengan laki-laki tampan itu? Usia mama juga sepertinya terpaut cukup jauh dari suami mama itu,” ucap Laras kepada dirinya sendiri dengan rasa kesal saat ini.
Laras menelungkupkan kepalanya di atas bantal berusaha untuk melupakan bayangan sang papa sambungnya itu yang masih terngiang di dalam benak wanita cantik itu. Sungguh.. Suami sang mama itu memiliki kharismatik sendiri bagi Laras. Laras tidak dapat memungkiri hal itu saat pertama kali bertemu dengan laki-laki yang bernama Alvin itu beberapa saat yang lalu.
“Apa rencana kamu selanjutnya Laras? Kamu kan sudah menyelesaikan kuliah kamu di Inggris,” tanya mama Della kepada sang putri setelah mereka bertiga menikmati hidangan makan malam hari ini.
“Laras akan meneruskan memipin perusahaan papa seperti apa yang telah Laras janjikan kepada papa sebelum papa meninggal ma,” jawab Laras.
Mama Della yang kini sedamg meneguk air putih tersedak setelah mendengar apa yang diucapkan oleh sang putri. Mama Della menatap kea rah sang putri dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. “Apak amu yakin akan meneruskan memimpin perusahaan papa kamu, Laras?”
“Iya ma. Memangnya kenapa ma? Apa ada yang salah jika Laras meneruskan memimpin perusahaan milik papa untuk mewujudkan permintaaan papa sebelum papa meninggal beberapa tahun yang lalu?” sambung Laras sembari melontarkan pertanyaan kepada sang mama dengan tatapan penuh rasa curiga ke arah sang mama.
“Tidak Laras. Tidak ada yang salah dengan ucapan dan keinginan kamu saat ini. Kamu memang harus meneruskan papa kamu memimpin perusahaan papa kamu, Laras,” seru mama Della.
“Iya ma. Laras pasti akan meneruskan perusahaan mendiang papa, ma,” balas Laras sembari meneguk air putih yang ada di dalam gelas di hadapan Laras saat ini.
‘Sial. Kenapa Laras tetap bersikeras untuk memimpin perusahaan papanya. Kalau Laras memimpin perusahaan papanya. Aku pasti tidak bisa berbuat sesuka hati aku lagi nanti. Aku juga tidak bisa memakai uang perusahaan papa Laras dengan sesuka hati aku lagi nanti..’