Rasanya sudah sangat lama tidak melihat gadis itu tersenyum, tertawa dan bercanda bersamanya. Belakangan gadis itu memang sibuk dengan pekerjaannya, ditambah kedatangan sepupunya dari Jepang. Hal itu membuat Rachel semakin sibuk sampai –mungkin- tidak sempat membalas pesan darinya.
Kemarin sewaktu tanpa sengaja mereka bertemu di kafe, Rachel lupa tidak membawa ponselnya. Ia sangat senang karena hari ini, pagi ini ia jadi bisa mengantarkan ponsel itu padanya.
Seseorang berdeham. Ternyata Karin.
“Maaf Seung-Hun ssi, bolehkah aku meminjam Rachelmu sebentar?”
“Tentu saja,” sahutnya.
Kemudian mereka berdua menghilang di balik pintu dapur. Seung-Hun masih tersenyum. Bukan tanpa alasan. Ia sadar Karin menyebut Rachel sebagai Rachelnya. Tetapi sepertinya gadis itu tidak menyadarinya. Ia sendiri bingung kenapa perkataan Karin itu bisa membuatnya merasa sesenang ini.
Mereka sedang bicara. Seung-Hun tidak tahu pasti apa yang mereka bicarakan. Rencana? Keliling Seoul? Sarapan? Apa yang sedang mereka bicarakan sambil berbisik-bisik itu?
Tak lama Karin keluar sambil menarik tangan Rachel bersamanya. “Seung-Hun ssi,” matanya berkilat-kilat penuh harap. “Kuharap kau tidak sibuk hari ini. Aku dan Rachel akan keliling Seoul. Pasti akan menyenangkan jika kau juga ikut bersama kami.”
Ia mengalihkan pandangan pada Rachel. Tetapi gadis itu tidak memandangnya sama sekali. Ia terlihat lelah dan... pasrah?
“Bicaralah dengan Seung-Hun aku akan sarapan sebelum jatuh pingsan.”
Rachel pergi meninggalkannya lagi. Mungkin gadis itu terlihat pasrah karena menyerah dan akan memenuhi permintaan Karin. Keliling Seoul?
Seung-Hun memasukkan ponsel Rachel ke dalam saku jaketnya.
Karin duduk bersila di hadapannya. “Bagaimana? Apa kau setuju Seung-Hun ssi?” gadis itu menatapnya penuh harap.
“Aku mau saja, tapi Seoul tidak bisa dikelilingi hanya dalam sehari.”
Karin tertawa. “Ya, maksudku pergi ke tempat-tempat wisata yang menyenangkan saja.”
Seung-Hun ikut tertawa, berusaha agar terlihat seramah mungkin.
“Tapi...” Karin berpikir sejenak. “Jika kita hanya pergi bertiga aku akan merasa jadi pengganggu.”
“Pengganggu?”
Karin mendecak. “Sudahlah, aku tahu apa hubungan Seung-Hun ssi dengan Rachel,” bisiknya.
Jadi Karin mengira dirinya adalah pacar Rachel? Astaga! Ia juga berharap begitu!
“Seung-Hun ssi?” Karin menggoyang-goyangkan tangannya di depan Seung-Hun.
“Ya?” Seung-Hun menggeleng cepat, “maksudku, kurasa aku bisa mengajak seorang teman. Bagaimana?”
Mata gadis itu kembali berkilat-kilat ceria. “Bagus! Semakin banyak teman akan semakin menyenangkan,” Karin menghela napas lega. “Senang sekali bisa berteman dengan Seung-Hun ssi, kau orang yang baik,” Karin mencondongkan tubuhnya dan setengah berbisik ia berkata, “aku akan mendukung hubungan kalian. Oke?”
Seung-Hun tidak bisa menahan senyumnya. Ia senang sepupu Rachel sangat mendukungnya. Dan dengan kesadaran penuh ia mengangguk.
* * *
Akhirnya Rachel bisa memakan ramyeonnya dengan tenang. Entah apa yang sedang Seung-Hun dan Karin bicarakan. Yang terpenting ia bisa mengisi perutnya yang sudah meraung-raung sejak tadi.
Ponsel Karin bergetar cukup keras. Rachel tidak jadi memasukkan sumpit ramyeonnya ke dalam mulut. Ya ampun. Ia baru ingat ponselnya masih di pegang Seung-Hun. Sudahlah. Sekarang fokus pada sarapan.
Karin melenggang masuk dan duduk di hadapan Rachel. Ia tidak mempedulikan layar ponselnya yang menyala. “Seung-Hun setuju, dia akan kembali sekitar setengah jam lagi.”
Rachel menggeleng cepat. “Tadinya aku ingin bilang kau pergi bersama Seung-Hun saja, aku tidak usah ikut.”
“Kenapa bisa begitu? Padahal Seung-Hun bilang akan mengajak temannya juga.”
“Teman? Siapa?”
Karin mengangkat bahu. “Entahlah, aku lupa tanya.”
“Oh,” Rachel menghela napas pelan. “Semoga acara liburan dadakan ini menyenangkan,” gumamnya.
* * *
Rachel memandang peta di tangannya dengan serius. Entah sudah berapa kali ia membolak-balikkan kertas lebar itu.
“Astaga... aku masih saja tidak mengerti,” gumamnya lebih pada dirinya sendiri.
“Kau ini sedang apa? Kita kan bisa menggunakan peta di ponsel,” Karin menggoyang-goyangkan ponselnya di depan wajah Rachel.
“Huh, terserahlah,” Rachel melempar peta itu acuh, “aku akan bersiap-siap,” katanya sambil lalu.
Rachel mengambil ransel panda imutnya dari lemari. Kemudian ia berjalan ke ruangan sebelah untuk mengambil sebuah n****+, untuk jaga-jaga saja barangkali ia bosan dalam perjalanan. Setelahnya ia kembali ke tempat tidur. Membuka laci meja di sudut ruangan dan mengambil sisir, lipbalm, dompet, pulpen dan sebuah buku catatan kecil bergambar bunga sakura yang kelap-kelip.
Oh ya, ia hampir lupa membawa parfum. Rachel membuka laci itu lagi dan mengambil sebotol parfum yang isinya tinggal setengah. Ia mengernyit. Mungkin besok ia harus membeli parfum baru. Rachel memasukkan semua benda itu ke dalam ransel dan memakainya.
Setelah yakin tidak ada benda yang tertinggal, ia berjalan keluar dan menutup pintu kamar. Tepat saat itu terdengar suara ketukan pintu.
Karin bergegas membukanya. Dalam sekejap, dua orang laki-laki bermunculan dari balik pintu.
“Ouji?” tanpa sadar Rachel bergumam.
Il Ji-Yeon mengangkat wajah dan memandangnya. “Hime,” katanya masih dengan senyuman yang sama seperti biasa.
“Harusnya aku sudah menduga Seung-Hun akan mengajakmu,” Rachel melangkah mendekati laki-laki jangkung itu. Ya, harusnya ia memang tahu. Ji-Yeon kan teman paling dekatnya Seung-Hun.
Seung-Hun berdeham membuat Ji-Yeon tidak jadi bicara dan beralih menatapnya.
“Hei, Seung-Hun kembalikan ponselku,” untung Rachel ingat untuk meminta ponselnya dari Seung-Hun.
Laki-laki itu tersenyum tanpa dosa lalu mengeluarkan sebuah ponsel putih dari saku jaketnya.
“Terima kasih,” seru Rachel sambil mengambil ponselnya dengan cepat. Ia takut barangkali Seung-Hun akan mengerjainya lagi.
“Baiklah,” Karin menepukkan telapak tangannya satu sama lain. “Kemana kita akan pergi?”
Seketika tiga orang itu memandangnya. Rachel memandangnya dengan tatapan bertanya. Seung-Hun memandangnya dengan kening berkerut, mungkin ia sedang memikirkan tempat yang menyenangkan untuk di kunjungi. Dan Ji-Yeon memandangnya tanpa ekspresi, laki-laki itu pasti tidak mengerti.
Rachel mengernyit. Bagaimana bisa sepupunya ini meminta berkeliling Seoul tapi ia sendiri tidak menentukan tempat mana yang akan dikunjungi? Rachel membuka mulut untuk memarahi Karin, tetapi Karin segera menyela.
“Aku hanya bercanda,” katanya lebih ditujukan kepada Rachel yang terlihat hampir mengamuk.
Kini Rachel menatapnya dengan lebih tenang.
“Hari ini aku ingin pergi ke Gunung Namsan!” seru Karin dengan mata berkilat-kilat penuh semangat.
Untuk kesekian kalinya Rachel mengenyit. Apa maksudnya hari ini? Memangnya besok mereka akan pergi lagi? Yang benar saja! Katanya dalam hati.
“Oh ya, ngomong-ngomong aku kan belum berkenalan dengan temannya Seung-Hun ssi,” Karin mengulurkan tangannya pada Ji-Yeon.
Laki-laki itu tersenyum samar dan menjabat tangannya singkat. “Il Ji-Yeon.’
“Karin Chikafuji, panggil saja aku Karin. Senang berkenalan denganmu Ji-Yeon ssi,” Karin sedikit membungkuk.
“Gunung Namsan,” Rachel bergumam sendiri. “Oh, aku tahu! Kita bisa mampir ke Perpustakaan Namsan, bukan?” wajah Rachel berubah ceria. Ia menatap tiga orang itu bergantian.
Ji-Yeon dan Seung-Hun terlihat tersenyum dan mengangguk setuju. Sementara Karin memandangnya dengan tatapan yang berarti sebaliknya. Rachel tahu, Karin bukan tipe orang yang suka membaca dan akan merasa pusing jika melihat banyak tumpukkan buku. Karena itu ia tidak pernah masuk ke ruang kerja Rachel yang penuh dengan buku.
Rachel memandang pergelangan tangan kirinya yang kosong. Ya ampun, ternyata ia lupa memakai jam tangan. “Tunggu sebentar. Aku akan mengambil jam tangan,” katanya sambil lalu.
Ia membuka pintu kamar dan menutupnya kembali begitu sudah masuk. Langkahnya tertuju pada lemari yang menjadi pembatas ruangan itu. Astaga! Ia lupa. Jam tangannya kan ada di laci. Rachel memutar tubuhnya dan berjalan cepat ke sudut ruangan dimana sebuah meja kecil berada.
Ia membuka laci dan mengambil sebuah kotak berwarna silver. Rachel membuka penutupnya. Sesaat ia berpikir jam tangan mana yang cocok untuk ia kenakan sekarang. Rachel kembali berdiri dan memandangi pakaiannya. Dengan rok pendek warna biru gelap, kaos putih polos dan sweater panjang warna mint. Lalu ia kembali menatap ke dalam kotak. Mungkin jam tangan mungil warna biru gelap akan cocok. Tanpa pikir panjang lagi ia memakai jam tangan itu dan bergegas keluar.
“Lama sekali,” gerutu Karin ketika ia sampai di sampingnya.
Rachel tersenyum lebar dan berseru, “ayo berangkat!”