bc

Calon Suamiku Ternyata Gay

book_age16+
0
FOLLOW
1K
READ
HE
arranged marriage
dominant
heir/heiress
sweet
bxb
city
cheating
affair
like
intro-logo
Blurb

Asia atau biasa dipanggil Sia mendadak uring-uringan ketika diberi tahu bahwa dirinya hendak dinikahkan dengan pria pilihan orangtuanya. Apalagi dengan jarak usia mereka yang cukup jauh, Sia pun merasa kesal sekaligus ingin bunuh diri saja jika sampai pernikahan itu benar-benar dilakukan. Namun, apa boleh buat jika ternyata orangtuanya malah mengancam balik? Membuat Sia menjadi mati kutu hanya karena takut dicoret dari daftar waris mama papanya. Mengingat ia adalah anak sematawayang, maka tentu saja Sia tidak rela jika sampai kekayaan papa mamanya jatuh ke tangan orang lain yang tidak ada garis keturunan Kesuma. Sehingga dengan terpaksa, Sia pun akhirnya bersedia dinikahkan dengan pria matang bernama Prahara. Akan tetapi, setelah pertemuan pertama dilangsungkan, dan perjodohan disetujui dengan label sama-sama terpaksa, tiba-tiba saja Prahara atau biasa dipanggil Raha menguak sebuah pengakuan yang mengejutkan tentang dirinya yang sejati. Mengharuskan Sia berkata jujur juga dan berjanji untuk tidak membuka rahasia sang pria selama rahasianya sendiri tak sampai diungkap.Kira-kira, rahasia apa ya yang mereka coba saling tutupi? Lantas, akankah pernikahan mereka berlangsung dengan semestinya? Atau justru akan banyak kerikil tajam yang menghampiri kehidupan mereka kelak?

chap-preview
Free preview
I. Berita Pernikahan
Entakan musik DJ terus dimainkan bersama dengan gerakan tubuh yang meliuk-liuk tanpa henti di lantai dansa sana. Dari sekian banyaknya manusia yang memenuhi lantai dansa, terdapat seorang perempuan berusia 20 tahun yang sedang asyik sekali menikmati musik DJ yang berirama. Seakan sudah terbiasa dengan situasi sekitar, dia pun seperti seorang ratu yang berkuasa di lantai dansa. Meski sendiri, tetapi ia terlihat bahagia dan menikmati. Namun, tanpa diduga, di tengah aktivitas gembiranya tersebut, secara tak sengaja ia pun melihat pemandangan yang amat menjijikkan melalui mata kepalanya sendiri. Pasalnya, tidak jauh dari dirinya berada, ia justru baru saja melihat seorang pria yang tengah berciuman panas dengan sesama pria lainnya. Anehnya, mereka terlihat sama-sama menikmati dan tak merasa risi. Membuat sang gadis mendadak mual, hingga ia memutuskan untuk berhenti dari kegiatannya sebelum ia benar-benar menumpahkan seluruh isi perutnya di areal dance floor. "Hueek!" Dia berlari menuju toilet setelah berhasil menerobos kerumunan lautan manusia di lantai dansa. Setibanya di dalam toilet, ia pun sungguhan muntah gara-gara sempat melihat adegan menjijikkan yang merusak pemandangan. "Dasar LGBT gada akhlak! Kenapa juga, sih, mereka harus pamer kemesraan di lantai dansa? Apa gak bisa langsung dibawa ke kamar aja biar lebih tertutup. Benar-benar gak waras! Bisa-bisanya mereka ciuman seasik itu dan terciduk sama gue yang jomblo. Apa kabar dengan hati dan otak gue ini? Ya kali gue harus cari pasangan sesama jenis juga, sih, biar bisa bermesraan. Ewh....," oceh sang gadis bergidik ngeri. Bersamaan dengan itu, ponselnya pun berdering nyaring hingga mengharuskannya segera pulang sebelum ia diteror bom telepon oleh mamanya. *** "Sia bangun, Nak! Ayo sarapan bareng. Dan lagi, bukannya kamu ada kelas pagi ya hari ini? Bangun, Sayang. Anak gadis, kok, kebo banget, sih," lontar sebuah suara yang tak asing di telinga sang gadis. Siapa lagi kalau bukan sang mama tercinta. Pagi-pagi begini, kalau bukan alarm yang berbunyi memekakkan telinga, sudah pasti wanita paruh baya itulah yang sedang mencoba membangunkan putri semata wayangnya dengan suara emas berciri khasnya. Dari atas kasur Queen size-nya, gadis yang semalam tadi pulang di atas pukul 12 malam pun lantas menguap sembari menggeliat bebas. Beruntung ia mengunci pintu kamarnya tadi malam, maka dengan begitu, sang mama pun tidak bisa asal menerobos masuk meski suaranya masih berhasil mengganggu waktu tidurnya. "ASIA DARA KESUMA, KAMU MAU BANGUN DAN BUKA PINTUNYA DENGAN SEGERA. ATAU MAMA BAKAL SURUH PAK AMIN BUAT DOBRAK PINTU KAMAR INI AJA BIAR MAMA BISA MASUK DAN GUYUR KAMU PAKE AIR DINGIN?" Mendengar suara 8 oktaf mamanya sudah menggelegar, gadis cantik bernama panggilan Sia itu pun lantas buru-buru menarik diri dari posisinya meski sebenarnya kedua matanya masih terlalu berat untuk dibuka. "Iya, Ma, iya. Sia bangun, nih!" Bersuara serak khas bangun tidur, Sia pun menjawab raungan sang mama yang baru saja memberi kode sebelum wanita itu benar-benar mengaum dan mengobrak-abrik seisi kamarnya. Kemudian sambil menguap, ia pun sigap beranjak dan mulai menyeret kedua kakinya menuju ke arah pintu. Dengan mata masih sulit dibuka, ia lantas berhasil membuka pintu hingga kini mama tercintanya bisa menampilkan wajah kesalnya di tengah posisi kedua tangannya yang berkacak pinggang. "Jam berapa kamu pulang semalam?" Tidak mau berbasa-basi, mama pun langsung menodong putrinya dengan to the poin. "Kayaknya pukul satu, deh, Ma. Kurang lebih pukul segitu, deh, pokoknya," sahut Sia sesantai berjemur di pantai. Bahkan, ia masih sempat-sempatnya menguap lebar tanpa takut akan omelan mamanya yang panjang lebar. "Ya ampun, Sia! Kamu, tuh, sadar gak, sih? Kamu anak perempuan, lho. Masih muda pula. Masa keluyuran malem terus, sih. Apa kata tetangga nanti, Nak? Malu, dong, sayang. Masa putri Farid Kesuma hobinya keluyuran malem terus, sih. Jangan dibiasain, dong...." Mamanya merengek. Berharap jika putrinya ini bisa menghilangkan kebiasaannya yang doyan keluyuran malam. Akan tetapi, jika yang menghardiknya adalah mama, maka Sia selalu menganggap jika omelan sang mama hanya lah teguran biasa. "Justru karena Sia masih muda, Ma. Makanya Sia gak mau menyia-nyiakan masa muda Sia ini. Lagi pula, kenapa harus dengerin omongan tetangga, sih? Mereka juga gak mencoba kasih uang jajan ke Sia, kan? Apa banget, deh, pake ngurusin hidup orang lain segala," cerocos Sia mendengkus. Merasa tak khawatir selama mamanya yang datang mendamprat. Mama mendecak jengkel. Entah harus bagaimana ia menasihati putrinya ini. Dan entah dosa apa yang pernah dirinya lakukan hingga ia harus dikaruniai putri sebebal ini. Demi Tuhan! Mama Sia sungguh pusing jika setiap pagi harus senewen pada putrinya. Membuat emosinya meletup-letup sendiri, tetapi bahkan Sia sendiri malah selalu menganggapnya sepele. *** "Kami akan menikahkanmu, Sia." Sia baru saja menggigit ujung roti tawar berselai kacang kesukaannya, tetapi tahu-tahu saja sang papa sudah berbicara ngaco di waktu pagi begini. Sontak, mata Sia pun terbelalak sempurna menatap papanya dengan sorot horor bercampur syok. "Apaan, sih, Pa? Pagi-pagi udah ngasih joke receh aja sama Sia. Mana ada Sia dinikahin. Orang Sia masih muda begini. Jangan keterlaluan, deh, kalo becanda, Pa! Apa jadinya coba kalo Sia tiba-tiba kena serangan jantung gara-gara becandaan Papa yang gak lucu itu," ujar Sia merengut. Seketika, nafsu makannya pun menghilang entah ke mana. "Papa gak lagi becanda. Papa serius mau menikahkan kamu dengan pria pilihan kami," tukas papa tak terbantah. Kali ini, Sia merasa dunianya berubah runtuh. Sehingga roti tawar selai kacang yang semula masih ada di tangannya pun sudah terempas jatuh ke atas piring di bawah tangannya. "A-apa, Pa? Ma-maksud Papa apa," cicit Sia terbata-bata. Kemudian, mamanya turun tangan menjelaskan. "Mengingat kamu sulit banget kami atur, maka kami memutuskan untuk menikahkan kamu saja dengan seseorang yang kami yakin akan mampu mengendalikan kamu. Maafin kami, Sia. Tapi kami gak punya cara lain untuk membuat kamu agar tidak bersikap bebal. Barangkali dengan menjadikanmu sebagai istri orang, kamu mungkin bisa lebih terarah," ungkap mama lebih luwes. Namun, rupanya tetap saja hal itu tak menghilangkan rasa syok yang sudah berhasil menyerang diri Sia secara pribadi. *** "Kamu mau, kan?" Menoleh dengan sorot datarnya, pria bercambang tipis itu lantas menghela napasnya sebelum akhirnya menjawab, "Raha tidak tertarik, Mam! Dan Raha masih ingin hidup bebas tanpa terikat hubungan dengan siapa pun." Selepas berkata begitu, pria itu beranjak dan siap melangkah sebelum papanya berkata, "Kamu tidak bisa seegois ini, Prahara! Kasian adikmu jika kamu terus menolak untuk kami nikahkan." Berhenti sejenak dari langkahnya, Prahara Ganesha menolehkan kepalanya dan menyahut, "Raha sudah bilang sebelumnya, kan? Sasti bisa melangkahi Raha jika memang dia sudah ngebet nikah. Jangan coba memaksa Raha, Pap, Mam ... karena sekali Raha bilang tidak, hal itu tidak akan berubah menjadi iya." Seolah tidak berminat untuk memberikan papa mamanya kesempatan berbicara, pria itu pun sigap melenggang meninggalkan meja makan. Memilih untuk memutus percakapan pagi ini dengan tujuan agar kedua orang tuanya dapat mengerti bahwa Raha belum merasa siap untuk memasuki dunia pernikahan. Melihat kepergian putranya yang bersikeras menolak dinikahkan, Jennie—mama Prahara—tampak sedih. Padahal, ia sudah sangat ingin memiliki menantu dan juga cucu. Tetapi sangat disayangkan, Prahara yang sudah berkepala tiga pun justru masih saja menolak berumah tangga. "Lagi lagi Raha menolak. Gimana, dong, Pa? Sampai kapan kita nunggu dia bersedia menikah?" Bak anak kecil yang tak dibelikan permen oleh mamanya, Jennie mencoba merengek pada suaminya. Mengharuskan Jordi—papa Prahara—menggenggam tangan sang istri seiring dengan mulutnya yang berucap, "Kamu tenang, aja. Cepat atau lambat, Raha pasti bersedia untuk menikah. Apalagi dengan kondisi adiknya yang sudah kebelet kawin. Udah, kita hanya tinggal mencoba lagi membujuk Raha supaya dia mau." Sedikit tenang--meski tidak sepenuhnya. Jennie hanya bisa berharap jika perkataan suaminya bisa menjadi kenyataan pada suatu hari kelak. *** Papa Sia tiba-tiba terjatuh ketika Sia baru saja hendak pergi ke kampus. Dalam sekejap, Sia pun dilanda panik sehingga ia buru-buru menghampiri papa yang kala itu tengah berbaring di lantai dengan kepala berbantalkan paha mamanya. "Ya Tuhan! Papa kenapa, Ma?" Sia beringsut dan meraih tangan papanya yang terkulai lemah. "Pa, Papa kenapa? Papa sakit? Kita ke rumah sakit ya, Pa," ujar Sia dilanda cemas. Menatap khawatir ke arah sang papa yang sedang balas memandangnya juga. "Sia ..." "Ya, Pa?" "Papa takut kalau umur Papa gak akan lama lagi." Secepat kilat, Sia pun menggeleng kencang. Tahu-tahu, air matanya sudah merembes tak bisa dicegah. "Dengerin Papa, Sia sayang. Papa mau nanya sama kamu," gumam pria itu dengan suara yang lemah dan berat. "Tanya aja," balas Sia agak bergetar. "Kamu sayang gak sama Papa?" Sia mengangguk. "Rela gak kalo misalkan Papa pergi sebelum kamu ada yang jagain?" Sia menggeleng. “Kalo gitu, kamu mau nurut gak sama Papa?” Sia kembali mengangguk. "Papa minta sama kamu. Menikahlah dengan pria pilihan Papa dan mama ya, Nak. Dengan begitu, Papa akan merasa sangat lega dan juga bahagia," cetus papa mengiba. Tanpa sadar, Sia pun mengangguk di tengah air matanya yang berlinang.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Her Triplet Alphas

read
7.0M
bc

The Heartless Alpha

read
1.5M
bc

My Professor Is My Alpha Mate

read
476.1K
bc

The Guardian Wolf and her Alpha Mate

read
523.8K
bc

The Perfect Luna

read
4.1M
bc

The Billionaire CEO's Runaway Wife

read
615.1K
bc

Their Bullied and Broken Mate

read
474.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook