9. Ada yang Aneh

1037 Words
"Ayah nyusul ke sini? Nggak ada masalah sama sekali kok. Hanya saja, Mama, pengen Batara Corporation kerja sama saja dengan Karina Kitchen ini. Jadi, setiap ada acara nggak lagi pusing cari ketering atau restoran lain," kata Anggi menjelaskan pada sang suami dengan lembut. "Oh, nggak masalah kalo gitu. Ayah setuju saja." Luka memang selalu mengiakan pendapat sang istri asalkan bersifat positif. Mereka berbincang sejenak, hingga Damar turun dari lantai dua. Lagi dan lagi, anak kedua Luka itu sangat terkejut ketika ada kedua orang tuanya di tempat yang sama. Entahlah, apa yang dilakukan oleh mereka. Damar punya firasat tidak baik. "Ayah dan Mama kenapa bisa ada di sini?" tanya Damar seolah tidak nyaman dengan keberadaan kedua orang tuanya itu. "Ya, kami hanya makan siang saja. Lagi pula, makan siang di sini menunya luar biasa. Sudah selesai rapatnya?" tanya Anggi sambil tersenyum lembut pada sang putra kedua. "Sudah." Damar hanya menjawab singkat pertanyaan sang mama saat ini. Anggi sama sekali tidak menjelaskan kerja sama dengan Karina Kitchen. Bagi sosok ibu enam anak itu, bukan hal yang harus dijelaskan saat ini. Lagi pula, Anggi mempunyai kuasa penuh atas perusahaan. Damar hanyalah salah satu karyawannya saja. "Kami pulang dulu, Karina," pamit Anggi yang sudah selesai makan siang dan sambil membayar semua tagihan makannya. "Oh, ya, Bu Anggi. Terima kasih sudah datang," jawab Karina lembut dan tidak lepas dari tatapan Damar yang sangat tajam. Akhirnya semua pegawai Batara Corporation keluar dari restoran Karina. Mereka semua tampak sangat puas dengan masakan yang disuguhkan tadi. Benar-benar cita rasa yang sangat luar biasa. Tentu Karina Kitchen akan mendapatkan review yang sangat luar biasa. "Rin, makasih banyak. Masakan kamu luar biasa. Tetap kamu pemenang setiap kali masak," kata Sandra yang masih sempat menemui Karina saat hendak kembali ke kantor. "Bisa aja, Kamu, San. Kalo nggak ada kamu yang pesen, aku nggak akan masak seperti ini," kata Karina yang sangat bahagia menerima orderan Batara Corporation. "Sama-sama. Eh? Tadi, Bos Besar Batara Corporation kayaknya ke sini, ya?" tanya Sandra yang sangat penasaran dengan obrolan mereka berdua. "Oh, ya, tadi Nyonya Anggi datang untuk makan siang." Karina tidak menjelaskan detail tentang kerja sama itu. Bukan tidak tahu diri, tetapi surat perjanjian itu sama sekali belum ada. Ia takut jika kerja sama itu malah batal karena terlalu sibuk koar-koar tidak jelas. Belum lagi jika sang mertua tahu, pasti ada saja alasan untuk meminta uang. Lagi pula, bisa saja pemilik Batara Corporation itu hanya berbasa-basi saja bukan? "Beneran nggak ada obrolan apa pun?" tanya Sandra yang sangat takut jika Karina membuat marah Anggi. "Iya, aku pikir tadi masakan di atas kurang. Nggak tahunya beliau memang sengaja datang untuk makan siang. Aku nggak sempat lihat siapa saja yang datang," jelas Karina tidak sepenuhnya berbohong saat ini. "Alhamdulilah kalo gitu. Jangan sampai ada masalah kalo bisa. Mereka nggak segan membuat orang yang dianggap pembuat masalah berada dalam situasi sulit. Bukan pendendam, tetapi wajar saja karena mereka merasa terusik," kata Sandra yang kini wajahnya menampakkan kelegaan luar biasa. "Iya, San. Makasih banyak kamu udah sangat peduli denganku." Karina berusaha tersenyum meski hatinya tidak baik-baik saja. Karina pun mengantarkan Sandra hingga depan pintu restoran. Damar masih berada di dalam restoran ini tanpa disadari oleh Karina. Laki-laki arogan itu jelas mengamati kedekatan Karina dan Sandra. Tatapannya sangat sulit untuk diartikan saat ini. Sementara itu, Evan kali ini marah besar pada Almira. Gadis muda itu membuat laporan yang salah. Kesalahannya sangat fatal karena dari halaman depan saja semua kalimatnya tidak jelas. Evan tidak suka jika harus mengulang pekerjaan yang sama. "Kamu itu punya mulut untuk bertanya pada yang lebih senior! Kenapa harus buat laporan sendiri? Merasa sudah pintar dan ahli?!" Suara Evan menggelegar memenuhi ruangan kerjanya. Suara Evan terdengar hingga luar, mereka sudah paham bagaimana saat suami Karina itu marah besar. Sebenarnya, laporan itu bisa saja direvisi dan tidak perlu mengamuk. Sayang, Evan juga tidak pandai menyembunyikan masalah. Ia kalut saat Karina memilih tidak pulang semalam. "Ma-maafkan saya, Pak Evan. Bagian mana yang harus saya revisi?" tanya Almira yang saat ini ketakutan luar biasa. "Kamu mau revisi laporan ini sampai jam berapa? Satu laporan ini membutuhkan waktu satu minggu lamanya!" Evan masih saja sangat marah saat ini. Almira tidak tahu apa yang terjadi pada laporan yang dibuatnya. Ia memasukkan data seperti yang tertera pada surel yang masuk. Evan sama sekali tidak menunjukkan di mana letak kesalahannya itu. Hal yang sangat menyedihkan bekerja di kantor ini bagi Almira. "Saya akan perbaiki semampu saya, Pak. Mohon tunjukkan di mana letak kesalahan laporan yang saya buat." Almira bergetar menahan tangis saat meminta Evan menjelaskan kesalahannya. "Air mata kamu tidak berarti bagi saya. Saya hanya butuh laporan ini selesai sebelum pukul sepuluh pagi. Yang kamu buat hanya copy paste laporan bulan lalu," kata Evan membuat mata Almira membulat sempurna karena sangat terkejut. Almira sudah membuat laporan sesuai dengan deskripsi. Ia pun mengambil berkas laporan yang baru saja dilemparkan oleh Evan. Almira berusaha tenang lalu kembali meminta data pada salah satu seniornya. Ia pun kembali terkejut karena data itu sama dengan data yang masuk pada surel. Almira melirik sekilas ke arah Reno yang saat ini tampak sangat sibuk. Ia membaca kembali laporan itu dengan seksama. Almira kembali terkejut, ketikannya berubah seratus delapan puluh derajat. Ini bukan hasil pekerjaan yang dibuat dalam waktu dua hari. "Mir, kalo butuh bantuan bilang saja. Kalo Pak Evan sampai marah seperti tadi, nanti kami semua akan kena imbasnya juga," kata salah satu pegawai senior yang kini berdiri di depan meja Karina. "Insyaa Allah tidak ada pegawai lain yang akan kena imbasnya. Ini murni kesalahan saya yang tidak bertanya pada pegawai senior. Tadi sudah dijelaskan oleh Bu Putri tentang laporan ini. Maaf, jika kalian semua terganggu," kata Almira dengan tulus sambil berusaha mengulas senyum terbaik. "Okelah, ya, tapi kalo nggak paham, aku bisa bantu," katanya lagi dan diangguki oleh Almira. Tanpa membuang banyak waktu, Almira segera merombak laporannya yang sangat jauh dari hasil pekerjaannya tadi. Beruntung, Karina juga menyimpan semua pekerjaannya pada salah satu email pribadinya. Ia tidak harus mengulang dari awal. Andai harus mengulang dari awal, tentu butuh waktu dua puluh empat jam untuk mengerjakannya. "Makanya, jadi karyawati baru jangan suka songong sama senior. Jangan merasa udah paling pinter. Kuliah boleh pinter, tapi masalah di kantor itu beda." Ucapan itu membuat napas Almira kembang- kempis menahan amarah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD