Antara Geno dan Mawar

1019 Words
Geno, apakah kau ingat dengan sikapku ketika pertama kali bertemu denganmu? Mungkin kau tidak ingat, karena kau sibuk bercerita tentang kamu, kamu, kamu, dan kamu. Kau sibuk bercerita tentang bagaimana kau selalu disakiti oleh perempuanmu di masa lalu, Mawar juga sibuk menimpali kalimatmu. Mungkin karena kau dan Mawar memiliki nasib yang sama dalam urusan percintaan, makanya kalian tampak sangat akrab ketika baru pertama bertemu. Aku sempat kesal dengan kalian berdua, karena tujuan awal datang ke sini adalah kau ingin bertemu denganku, namun akhirnya yang terjadi adalah kau berbincang asyik dengan Mawar dan sedikit mengabaikanku. Meski begitu, aku masih tetap bersikap sebagai pendengar yang baik, tidak marah terhadap kesibukan kalian, serta tidak merajuk dan meminta Mawar untuk membawaku pergi dari sini. Sebenarnya, saat itu aku merasa sendirian di tengah antara kau dan Mawar. Aku merasa, lebih baik aku segera pulang dari sini dan meninggalkan kalian berdua karena sepertinya kalian cocok. Tapi rupanya aku salah, sepang dari pertemuanku denganmu, Mawar banyak bercerita jika ia setuju apabila aku dekat denganmu. Mawar berkata jika kau adalah orang baik, hanya saja kau banyak mendapat penghianatan dan siksaan mental dari orang-orang di sekelilingmu. Aku hanya tersenyum mendengar cerita dari Mawar, tapi sayangnya saat itu pikiranku masih belum terbuka seperti sekarang, saat itu aku jatuh ke dalam omonganmu yang didukung oleh Mawar. Selepas dari pertemuan pertama kita, kau semakin intens memberikan kabar dan perhatian-perhatian kecil kepadaku. Kau tampak peduli, tidak terlihat sifat Geno yang aku kenal satu tahun sebelumnya. Aku yang saat itu memang masih polos, hanyut ke dalam perhatian dan kepedulian yang kau tunjukkan kepadaku. Kau sering mengingatkanku makan, mengingatkanku agar tidak kurang istirahat, juga mengingatkan hal-hal kecil lain yang dulu tidak pernah kau lakukan kepadaku. Sebagai perempuan, pastilah aku senang dengan perlakuan spesial dari lelaki seperti itu. Jujur saja, tingkah laku dan perhatian yang kau berikan saat ini, mampu menutupi kekuranganmu dari segi fisik. Saat semua perhatian itu sudah kau berikan dengan sebegitu banyaknya, kau melontarkan pertanyaan yang membuatku tersipu. Kau bertanya apakah ada yang marah jika aku mendapat perhatian khusus dari seorang lelaki seperti ini? Aku awalnya tidak terlalu paham dengan arah pembicaraan itu. Aku menjawab, mungkin hanya Ayah atau Ibu yang akan marah apabila terlalu berlebihan berada di depan layar ponsel, karena bisa mengganggu aktivitas sehari-hari. Kau pun tertawa dengan jawaban yang aku berikan, sedangkan aku hanya ha he ho tanpa mengerti alasan kenapa kau tertawa. Bahkan kau harus menjelaskan arti dari kalimatmu yang mengisyaratkan jika kau bertanya apakah aku sudah memiliki kekasih atau belum. Aku pun tertawa malu mendengar penjelasanmu. Begitu polosnya diriku hingga tidak mengerti jika kau mencoba memberikan kode buaya kepadaku. Mendengarku yang mulai mengerti arah perbincangan kita, membuatmu tertawa semakin kencang. Saat itu, seluruh dunia rasanya seperti milik kita. Kebahagiaan yang sudah lama hilang, kini kembali lagi. Bahkan kau benar-benar tampak berbeda jika dibandingkan dengan satu tahun sebelumnya. Saat ini, tidak ada lagi cerita kesedihan yang kau lontarkan kepadaku, namun perhatianmu tidak surut seperti ketika kau mulai terdiam satu tahun sebelumnya. Aku senang, aku bahagia, sosok Geno yang aku inginkan, sosok Geno yang tampak seperti pertama kali aku kenal, sosok Geno yang baik hati dan ceria, kini kembali lagi setelah satu tahun menghilang. Aku yang awalnya sempat takut karena mengira kau masih sama seperti dulu, sekarang sudah mulai percaya denganmu lagi. Tapi tolong, untuk kali ini dan seterusnya, jangan kau ulangi perbuatan burukmu di masa lalu. Setelah pertemuan itu, komunikasi kita menjadi lebih lancar dan akrab lagi dari sebelumnya. Tidak ada rasa canggung, tidak ada rasa kaku, tidak ada rasa berat dan dendam di masa lalu yang aku rasakan terhadapmu. Semua mengalir begitu saja. Kau juga mulai terbuka dengan apa yang terjadi denganmu satu tahun terakhir. Kau mengulang lagi kisah sedih yang kau ceritakan kepadaku sebelum pertemuan pertama kita dan cerita yang kau katakan kepada Mawar. Kau tampak terhanyut dengan cerita-cerita sedih itu, seakan menganggap semua kisah itu adalah karma atas perbuatan yang kau lakukan padaku sebelumnya. Kau bilang kau menyesal, tidak ingin menyakiti hatiku lagi untuk kedua kalinya. Penyesalan itu kau lanjutkan dengan pernyataan perasaan. Untuk kedua kalinya sejak kita pertama berkenalan, kau kembali menyatakan cinta kepadaku. Pernyataan cinta kali ini sangat berbeda aku rasakan, jika dibandingkan dengan pernyataan setahun sebelumnya. Kali ini, kalimatmu terdengar tegas dan lantang. Tidak terlihat seorang Geno yang kekanak-kanakan, egois, dan pemarah seperti satu tahun sebelumnya. Rasanya ingin aku segera memberikan jawaban atas pernyataan perasaan darimu, namun aku menahan diri. Aku sok bertindak mahal kala itu dengan tidak segera memberikan jawaban padamu. Namun berbeda dengan satu tahun sebelumnya di mana aku benar-benar tidak memiliki niat untuk memberikan jawaban, kali ini sebenarnya aku ingin lebih tegas denganmu. Jika aku menjawab "iya" artinya aku menerima, jika aku memberikan jawaban "tidak" artinya aku menolak. Sayangnya, aku masih ingin melihat keseriusan darimu, aku tidak ingin asal menjawab dan terjebak dengan sebuah utopia dan euforia palsu di antara kita. Aku memintamu menunggu, dengan memberikan jarak satu minggu setelah kau menyatakan perasaanmu kepadaku. Di sela waktu itu, aku mencoba berbincang dengan Mawar, karena aku menilai gadis itu tahu sosokmu dan juga sedikit mengerti tentang bagaimana karaktermu karena ia juga pernah berbincang denganmu. Aku yang masih mencoba bersikap tenang, berbanding terbalik dengan Mawar yang terdengar histeris dari ujung telepon. Ia berteriak kegirangan, ia berkata ikut berbahagia dengan tragedi penembakan yang terjadi di antara kau dan aku. Mawar bahkan meyakinkanku untuk menerima perasaanmu, agar kejadian satu tahun sebelumnya di mana saat aku menggantung perasaanmu, kau menemukan seorang nyaman baru di sana. Mawar tidak ingin aku mengalami patah hati dengan orang yang sama untuk kedua kalinya dan membujukku agar segera menerima pernyataan cintamu. Di sela waktu yang aku minta itupun, aku tetap ingin melihat seberapa serius kau denganku. Apakah pola komunikasi kita masih sama? Apakah ada perubahan signifikan denganmu? Apakah kau bisa menunggu dengan sabar? Ataukah kau justru sama seperti dulu, menemukan nyaman yang baru selagi aku menggantung perasaanmu. Satu minggu kita tetap berbincang via telepon tanpa membahas tentang tragedi penembakan itu, aku bisa melihat jika kau cukup serius kali ini, berbeda dengan sebelumnya di mana kau masih tampak seperti anak kecil yang suka bermain-main. Akhirnya dengan pertimbangan yang matang, aku menerimamu dan mulai saat itu kita berjalan sebagai sepasang kekasih.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD