Dengan membekap mulutnya karena tak percaya Listy menahan emosi dan jijik, dia rekam cukup lama agar dia punya bukti lalu dia masukkan ponsel ke tasnya agar tak di rebut Galih. Ponsel memang sudah mode on karena dia mau merekam undangan yang dia tinggal, bukan merekam apa yang tak sengaja dia lihat.
“Apa yang kalian lakukan?”
Seketika aktivitas pergolakan panas dari pria dan wanita bertubuh elok tanpa sehelai benang pun, dan tanpa penutup apa pun, jadi jelas keduanya naked itu terpaksa terhenti.
Sang pemimpin permainan itu buru-buru bangkit dari tubuh wanita di bawahnya, membuat seorang wanita bertubuh polos di bawahnya melayangkan protes manja.
“Ih kok berhenti sih Honey, aku belum sampai tahu.”
Tanpa menggubris protes dari wanita simpanannya, Galih segera mengambil handuk yang terlihat, membalut bagian sensitivenya dan menghampiri calon istri yang mematung syok dengan sorot mata penuh kekecewaan.
“Listy ini nggak seperti yang kamu pikirkan kok Babe,” bujuk Galih.
Tangan kanan Galih hendak meraih pipi Listy tapi dengan tangkasnya gadis bercoat jacket nude itu menghindar.
“Omong kosong!” dengan nada meninggi Listy teriak.
“Aku mendengar kau kata-kata pada gundikmu, kau selalu yang ternikmat seperti biasa, kata seperti biasa artinya kalian biasa melakukan hal kotor itu. Dan kamu juga bilang aku enggak bisa kalau hanya satu kali, tak puas bila tak mengulangnya lagi dan lagi Honey, begitu yang aku dengar sejak tadi!”
Kilatan amarah diiris matanya begitu kentara. Listy menatap jijik sosok wanita kurang belaian di atas ranjang kekasihnya itu.
“Jadi ini alasannya kenapa kamu selalu datang duluan ke rumahku, karena ada simpanan kamu di sini iya?” Listy menunjuk sudut ruang artistik yang penuh dengan barang-barang berwarna marun yang cukup menarik atensi.
“Dan alasan dibalik semua warna marun di apartemen ini karena itu favorit cewek simpanan kamu, karena ini tempat kalian beradu keringat zina! Apa yang aku omongin benar kan?”
Galih langsung kelabakan. Bukan main, dia mencoba memutar otak mencari alasan untuk membenarkan kesalahannya.
“Kamu salah Babe, aku nggak mungkin berkhianat sama kamu. Aku cuma cin….”
“Aku kasih kepercayaan sama kamu, tapi ini balasannya,” sambil mengacungkan telunjuknya Listy memotong kalimat Galih yang sudah tertangkap tangan malah dengan mudah mengaku tak berkhianat. Listy yang tak pernah marah pun meledak, begitu hatinya dihancurkan.
Galih frustasi, dia tak ingin pernikahannya gagal. “Babe, jangan salah sangka dulu. Aku lakukan ini demi kamu. Aku nggak mau ngerusak kamu. Kalau kamu mau diajak main, aku nggak mungkin sewa cewek lain,” dengan tatapan memohon Galih memasang air muka memelas seperti orang yang belum makan ratusan tahun.
“Aku ini cowok Babe, aku butuh itu. Aku nggak sanggup kalau harus menunggu kita menikah baru berhubungan, jadi aku cari pelampiasan. Semua hanya atas dasar take and give, enggak pakai perasaan koq. Aku enggak selingkuh,” kilah Galih.
Alibi Galih menikam ulu hati Listy, terlebih saat mendengar Galih meneruskan kata-katanya, “Harusnya kamu berterima kasih sama aku, karena tindakanku ini, aku nggak hancurkan masa depanmu. Kamu tetap jadi gadis yang virgin hingga kita menikah nanti.”
Kontan saja Listy mendelik tajam.
‘Apa lelaki gila ini yang akan jadi suamiku kelak? Yang bisa berkilah harusnya aku berterima kasih padanya?’
‘Sudah jelas-jelas salah, tapi pria si-alan itu masih berani membela diri dan parahnya lagi Galih justru berlaga playing fictym demi mendapatkan belas kasihku. Ini benar-benar menjijikan!’
“Setelah apa yang sudah elo lakukan, elo masih nyalahin gue? Elo gila ya!” teriak Listy. Dia sudah menggunakan kata elo dan gue, sudah tak sopan lagi pada Galih.
“Iya aku memang gila. Aku gila karena cinta sama kamu, aku rela sewa cewek lain supaya nggak hancurkan prinsipmu yang hanya mau main kalau kita sudah menikah.”
Telapak tangan Listy terkepal menahan marah, dan tanpa Galih duga Listy membabat Galih dengan ilmu karate yang dia miliki, hingga Galih tekapar hampir pingsan tak berdaya. Dia buat tulang kering kaki kiri Galih retak, perempuan di kamar itu histeris menjerit melihat Galih tak kuasa menahan serangan Listy yang datang bertubi, bahkan Galing yang naked karena handuknya melorot tak bisa membalas serangan karateka handal itu. Galih hanya bisa berkelit, tapi tak banyak berpengaruh karena dia tak imbang melawan kehebatan Listy yang biasa berlaga di tingkat nasional.
Selama ini hanya ada cinta dan kasih yang Listy berikan tapi tidak lagi sekarang. Listy terlanjur muak dengan topeng munafik Galih.
“Gue nggak peduli mau sebanyak apa pun elu membenarkan tindakan busuk itu. Gue nggak sedih memutuskan hubungan sialan ini. Kita putus!”
Dan didetik selanjutnya dua tamparan keras mampir di pipi kanan dan kiri Galih meninggalkan bekas luka kemerahan dan perih yang mulai menjalar.
“Itu tanda terima kasih gue atas kemunafikan selama ini, cowok sialan.”
Sebelum benar-benar pergi dari hadapan pria haus lubang itu Listy berkata, “Ingat Tuhan nggak pernah tidur, cepat atau lambat elo pasti akan dapat karmanya.”
“Dan elo, kita lihat sampai di mana kekuatan elo nampang pakai muka elo itu, kita lihat, apa muka elo masih laku di jual di cat walk atau hanya di camp prosti-tusi club malam saja,” kata Listy menunjuk perempuan di ranjang.
≈≈≈≈≈≈≈≈
Tanpa membuang waktu Listy langsung pulang ke rumahnya, sebelumnya dia mampir ke butik miliknya memberi tugas pada para pegawainya bahwa satu minggu ke depan dia akan pergi ke Jogja mendadak. Jadi semua pekerjaan akan dia handle dari jarak jauh.
“Apalagi ya? Kayaknya semua sudah,” kata Listy melihat dua kardus yang dia sudah siapkan, dia lakban rapi, lalu dia minta pegawainya untuk taruh di mobil. Lalu ada dua amplop kecil yang dia akan pegang. Satu nanti dikirim melalui kurir untuk Mahendra Harsana, papa Galih, yang bekerja sebagai akuntan publik. Satu dia akan antarkan sekalian kardus yang tadi dia sudah packing.
Setelah urusan itu beres Listy baru packing pakaian, juga keperluan sehari-hari baik make up mau pun alat mandi. Dia akan ke rumah eyangnya di Jogja. Dia hanya butuh waktu tenang sambil menunggu pemutaran perdana filmnya.
Dia tidak takut dikejar Galih karena dia yakin Galih tak akan mungkin berani mengejarnya setelah dia buat babak telur. Satu tahun mereka berhubungan Galih sama sekali tidak tahu kalau Listy adalah karateka padahal kalau Galih teliti di rumahnya piala dan piagam kejuaraan karate ada di ruang tengah. Tapi mungkin Galih tidak memperhatikan itu. Waktu lamaran pun mungkin dia tidak memperhatikan, padahal lamaran semua angota keluarga Galih masuk ke dalam, ke ruang tengah mau pun ruang makan. jadi seharusnya semua tahu itu.