“Tuan, saya—” “Tidak ada penolakan, Syefa. Anggap saja ini adalah rezeki bayimu.” Glek! Syefa menurunkan pandangannya. Dia bingung harus menjawabnya atau tidak, sementara pria ini mengharuskan ia untuk menerimanya tanpa penolakan. ‘Ya Tuhan? Apakah aku harus menerimanya?’ Gaza melirik Syefa sekilas. Ia tahu kalau Syefa mungkin ragu untuk mengambil keputusan kembali, setelah merasa bahwa ia sempat salah mengambil keputusan di masa lalu. “Kau bisa membantuku mengurus penthouse pribadiku. Kau juga bisa tinggal disana,” ujarnya melempar pandangan ke arah luar sana. Syefa masih diam saja. Dia tidak tahu jalan pikiran mantan Bossnya ini. Yah, Syefa paham kalau seorang Presiden Direktur tidak mungkin asal bicara dan mengambil keputusan tanpa banyak perti