"Isya!" seru Harvey terkejut saat istrinya dikasari oleh adik tiri perempuan itu. Belum sempat dia menolong Isyana yang terjerembap di panggung, beberapa kru event organizer sudah sigap membantu wanita itu berdiri.
"Kau wanita jahat penipu!" sembur Alicia kalap seraya menunjuk-nunjuk wajah Isyana.
"Aku? Penipu, katamu?" Isyana tertawa kering. "Alicia, kata-katamu itu lebih cocok bila digunakan untuk dirimu sendiri!" ujarnya santai tanpa tersinggung.
"Ini baju-baju karya desainku. Kau mengaku-ngaku bahwa aku mencuri idemu. Apa yang tidak jahat kalau begitu?!" Nada suara nyaring Alicia menukik naik.
Dari arah pintu masuk atrium, Pedro yang terlambat tiba ke acara fashion show bergegas menghampiri Alicia di atas panggung. Dia miris karena keributan istrinya dan Isyana menjadi tontonan publik. "Alicia, ada apa ini?" seru Pedro seraya merangkul bahu istrinya.
Isyana merasa hatinya seperti tercubit melihat perhatian manis mantan tunangannya kepada Alicia. Dia menghela napas mencoba tegar karena pria itu sudah menjadi sebuah masa lalu pahit baginya.
"Mas Pedro, tuh kakak tiriku memfitnah aku mencuri desain pakaian miliknya. Fashion show ini seharusnya memperagakan karya desainku, tetapi dia mencuri posisiku sebagai desainer!" tuduh Alicia berapi-api.
"Ohh, bukan aku pemilik rumah mode Berlinni yang memutuskan siapa desainer asli rancangan gaun-gaun yang dipamerkan hari ini. Kenapa tidak meminta Nyonya Lorraine Suwito saja yang menjelaskan keputusan beliau?" jawab Isyana dengan elegan. Dia malas adu urat dengan adik iparnya yang memang manipulatif sifatnya sejak kecil.
Harvey masih terdiam di kursi tamu pengunjung fashion show bersama beberapa tamu lain yang tertarik mengikuti kasus plagiat desain gaun koleksi rumah mode Berlinni. Dia yakin Isyana tidak bersalah dan adik tirinya itu yang penipu.
Akhirnya, Nyonya Lorraine Suwito menengahi perselisihan itu. Dia berdiri menghadapi Alicia dan merangkul bahu Isyana sembari berkata ke asistennya, "Ambilkan mikrofon, Yusni!"
Pria transgender yang selalu menjadi tangan kanan Nyonya Lorraine itu segera meminta mikrofon ke kru event organizer dan menyerahkan ke tangan bosnya. "Silakan, Madam!" ujarnya.
"Test ... test!" Nyonya Lorraine mencoba mengecek fungsi mikrofon lalu mulai berbicara, "Selamat siang jelang sore, Hadirin sekalian! Maafkan saya atas ketidak nyamanan Anda di acara fashion show rumah mode Berlinni. Kami sungguh menyesal karena ada kesalah pahaman mengenai desainer asli dari gaun-gaun cantik nan spektakuler yang diperagakan oleh para model tadi baru saja!"
Semua mata tertuju ke arah panggung di atrium mall. Bahkan, pengunjung mall yang tak sengaja lewat berhenti untuk mendengarkan pengumuman heboh yang mirip konferensi pers tersebut. Beberapa wartawan membidikkan kamera dan merekam video ke arah Nyonya Lorraine.
"Saya telah mengadakan uji sketsa ulang salah satu busana yang diperagakan di fashion show. Gaun panjang merah muda yang dikenakan Miss Azalea Chen digambar secara mendadak oleh kedua desainer muda ini. Hasilnya menentukan siapa pemilik asli desain gaun yang diperagakan di fashion show hari ini. Lihatlah di layar LCD itu!" Nyonya Lorraine menunjukkan tangan kanan ke layar besar yang memajang dua foto kertas sketsa gaun beserta keterangan nama Alicia dan Isyana berdampingan.
"Waahh!" seru para penonton yang melihat gaun dan hasil sketsa ulang desain gaunnya.
"Ya ampun, itu desain Isyana pasti!" celetuk salah satu model di panggung.
Harvey mengangguk puas dengan senyuman di balik masker wajah hitam yang dikenakan di separuh wajahnya. Dia senang karena istrinya adalah wanita baik, bukan sosok penipu yang dituduhkan oleh Alicia.
Sebaliknya, Pedro melepaskan lengannya dari bahu Alicia. Dia menghela napas dalam-dalam karena malu. Ternyata istrinya itu plagiator karya Isyana.
"Mas Pedro, aku tadi pusing saat menggambar desain gaun itu. Aku kurang fokus jadi agak nggak mirip, sedangkan Kak Isya sudah melihatnya terlebih dahulu tadi!" kelit Alicia tak mau dianggap penipu dan plagiator.
"Sudahlah, aku malu. Lebih baik kita tinggalkan tempat ini saja!" sahut Pedro kesal. Alisnya berkerut di wajah masamnya.
Sementara itu Nyonya Lorraine belum selesai dengan perkataannya. Dia melanjutkan, "Alicia Herawati, mulai detik ini kamu DIPECAT!"
Alicia pun berdecih angkuh. "Ckk ... apa fashion show hari ini ada pembeli gaunnya? Sok famous, nyatanya rumah mode kamu itu sepi peminat, Lorraine!" cemoohnya dengan sinis.
Isyana pun tahu separuh kata-kata Alicia memang benar. Untuk ukuran rumah mode, Berlinni tak seramai kompetitor lainnya. Namun, setidaknya Nyonya Lorraine membimbing desainer muda berbakat dan memberi gaji bulanan yang pantas tanpa pernah terlambat setiap tanggal gajian.
"Tutup mulutmu, Alicia. Kau tidak pantas menghina orang yang pernah membesarkan namamu sebagai desainer muda berbakat!" hardik Isyana tak terima.
"Ohh ... kau pantas membelanya, dia selalu menganak emaskan kau, Kak Isya!" tuduh Alicia sengit.
Nyonya Lorraine merasa sakit hati dengan perkataan yang dilontarkan Alicia sedari tadi. Dia merasa tubuhnya lemas dan ditopang oleh Yusni di sisinya.
Tiba-tiba seorang pria berdiri di seberang panggung dan mengangkat tangannya. "Maaf mengganggu sebentar. Saya berminat memborong seluruh gaun yang tadi diperagakan oleh model."
Semua orang yang ada di sekitar panggung terperangah mendengar perkataan pria bersetelan jas rapi tersebut. Mereka berbisik-bisik membicarakan siapa gerangan pria itu. Namun, hanya Isyana dan Harvey yang tahu siapa dia.
Dan Isyana menghela napas karena dia yakin suaminya yang menyuruh Bob memborong gaun fashion show. 'Mas Harvey ini masa semua dibeli sih! Siapa yang mau pake gaun-gaun itu, puluhan jumlahnya?' batin Isyana gemas sendiri, tetapi dia memilih untuk diam.
"Ohh ... tentu saja, Pak. Silakan ikut dengan saya untuk menyelesaikan transaksi." jawab Nyonya Lorraine Suwito dengan mata berbinar-binar gembira. Dia mendapat rezeki nomplok setelah kejadian tak mengenakkan pasca fashion show tadi.
Bob mengikuti bos nyonya mudanya menuju ke backstage untuk menyelesaikan transaksi senilai ratusan juta yang dititahkan oleh Harvey. Bagi majikannya, uang seperti tak ada batasnya. Bahkan, Mall Fritzgerald ini adalah milik Harvey, mungkin tak seorang pun yang hadir di acara fashion show tadi yang mengetahuinya.
Alicia pun diseret pulang ke rumah oleh suaminya agar tak menimbulkan masalah baru lagi. Di dalam mobil yang melaju kencang di jalan raya, Pedro yang duduk bersebelahan di bangku penumpang bersama Alicia berkata, "Tolong jaga sikapmu mulai sekarang, Baby. Kau istri seorang CEO perusahaan media nasional terkemuka, bisa jadi di atrium tadi ada paparazi yang menyebarkan gosip miring tentang dirimu!"
"Mas Pedro kok jadi nyalahin aku sih? Desainku itu diakui oleh Kak Isya sebagai karyanya, aku yang dirugikan di sini. Apa karena kamu masih cinta sama dia ya? Kamu tega, Mas!" Alicia mencoba menarik simpati Pedro dan melemparkan kesalahan kepada mantan terindah pria itu dengan air mata buaya betinanya.
"Hey ... udah dong jangan nangis! Nanti rahim kamu kontraksi, Al!" hibur Pedro yang lebih menguatirkan calon anaknya.
Alicia membersit hidungnya dengan tisu lalu menatap Pedro dengan mata berkaca-kaca. "Mas, kalau kamu mau aku berhenti bersedih karena masalah tadi ... aku ada satu permintaan!"
"Katakan, kamu maunya apa, Sayang?" tanya Pedro dengan sabar. Dia juga punya uang banyak.
"Buatkan aku rumah mode seperti Berlinni. Aku yakin akan sukses dan lebih terkenal dibanding Nyonya Lorraine!" ujar Alicia, besar mulut.
Pedro memicingkan matanya menatap tajam istrinya. Dia tak menyangka Alicia adalah seorang wanita ambisius. Dahulu dia berpikir bahwa Isyanalah yang workaholic dan selalu mengejar kesuksesan dengan berlebihan. Alicia lebih santai dan selalu menemaninya bersenang-senang tanpa banyak menuntut ini itu. Rupanya dia belum mengenal istrinya luar dalam.
"Kalau kamu bisa memberikan presentasi berapa laba yang bisa kamu hasilkan dari rumah mode yang akan kamu kelola maka aku akan memberikan modal sesuai yang kamu minta!" jawab Pedro dengan nada serius.
Telapak tangan Alicia mulai berkelana ke paha Pedro lalu dia mengelus-elus bagian yang menjadi kelemahan pria tersebut. "Mas, kita bicarakan itu nanti. Ada hal yang lebih menarik yang ingin aku lakukan bersama Mas Pedro!" desahnya manja.
"Ehm, kebetulan rumah sudah dekat. Aku juga rindu kamu, Alicia. Tunggu sebentar ya, Sayang!" jawab Pedro dengan suara parau dikuasai gairah.
Mobil sedan BMW hitam itu berhenti di depan teras rumah mewah kediaman Husodo. Pelayan rumah segera membukakan pintu mobil untuk tuan dan nyonya mudanya.
Alicia menghela napas dengan senyuman angkuh terukir di wajahnya. Dia senang karena suami yang direbut dari kakak tirinya itu mudah dirayu untuk menuruti segala keinginannya.